Arena 24

1.4K 127 8
                                    

Rian turun bareng Daddy dan Kevin, liat Fajar yang lagi ngobrol santai sama Babahnya. Kayaknya sih udah lumayan lama, habis minum Fajar tinggal sedikit sih.

Apa emang aus?

Rian duduk di sebelah Fajar, hadap-hadapan sama orangtuanya dan Kevin yang duduk di satu kursi yang cuman bisa muat satu orang. Ada di antara mereka lah.

Gak guna banget emang sepupunya ini. Apalagi sekarang lagi liatin Fajar pake tampang polosnya. Minta di tojos sama Rian matanya.

"Rian emang lupaan, Jay, maklumin aja." Daddy-nya buka suara. Rian udah cemberut denger itu. "Kamu ninggalin tas di mobil, kok bisa sih? Kasian kan Ajay yang mau kuliah harus balik lagi anter baju kamu?"

Rian nutup matanya erat. Dia lupa lagi.

"Kayaknya Ajay pamit dulu, om."

Tapi Rian malah langsung megang tangan Fajar sambil geleng-geleng kepala. Nahan Fajar yang mau berdiri dari posisinya.

"Gua mau ngomong."

"Ya ampun imut banget!" teriak Kevin tiba-tiba. "Makin lama jiwa ukenya makin keluar. Susah nih kalo gini. Fix lu udah gak bisa jadi seme, Yan."

"Bodo, gua mau ngomong, jangan pergi dulu."

"Tadi nangis jangan-jangan lo kangen ya sama Ajay? Baru juga berapa menit di tinggal." ceplos Kevin lagi. "Ajay mau ngampus kali, bukan nyari selingan."

"Apasih, bacot lo kecilin sedikit dong."

"Kenyataan gitu."

"Taik."

"Rian, mulut kamu." tegur Babah Rian, terus ngelirik ke Daddy-nya. "Mulut tuh jangan ikut Daddy kamu."

Si Daddy malah senyum lebar sambil ngasih jempol ke Rian.

"Kevin mulai sih, Bah. Aku mau ngomong serius sama Fajar." Dia ganti liatin Kevin. "Lo gak usah masuk kamar dulu."

"Fajar?" tanya Kevin kepo.

"Iya, Ajay tuh sekarang Fajar."

Kevin ngebeo. "Yaudah sana! Gak usah nambah kissmark, udah kebanyakan tuh."

"Kevin!"

"Kissmarknya banyak banget Bah, kayak tawanan nyamuk."

.

Rian nonjok muka Fajar sampe kesungkur di kasur.

Bukan, bukan gara-gara Fajar lemah. Fajar kan lelaki tegar. Dia cuman kaget aja sama gerakan Rian yang nonjok mukanya waktu mereka baru aja masuk. Malah sekarang Rian udah mukulin dia brutal pake guling di kamarnya.

"Anjing! Bangsat lo! Kurang ajar! Babi! Fajar bangke!"

Ya pokoknya umpatan itu terus keluar sampe Rian capek sendiri.

Fajar gak niat bales. Dia tau kenapa Rian kayak gini. Keliatan tadi Rian gak kaget waktu orangtuanya manggil dia pake nama kecilnya. "Kenapa sih? Apa yang lo keselin?"

Pukulan kuat lewat bantal sekali lagi ngehantam muka Fajar. "Nanya lagi, setan!"

"Rian!"

Fajar ngerebut bantal di pegangan Rian terus berdiri tepat di depannya. "Apa yang lo masalahin?"

Balik kan.

Aura dominan Fajar keluar lagi, bikin Rian gak bisa lama-lama nahan air matanya. "Harusnya lo bilang, Jar, jangan bikin gua keliatan bego sendiri."

Rian ngehapus air mata yang terus jatuh di pipinya. "Kenapa cuman gua yang gak sadar."

"Udah gua bilang lo bego," sautnya santai. Posisinya gak berubah. Pandangan mata Fajar juga gak berubah, tetep fokus sama Rian yang juga mandang dia sambil sesekali nyeka air matanya. "Kalo ada yang marah, seharusnya gua. Bukan lo."

Bukan berenti, sekarang malah tambah isakan yang keluar dari mulut Rian.

"Lo yang bilang gak bakal lupain gua, kan? Padahal dari awal kita ketemu lagi, nyatanya cuman gua yang ngenalin lo."

"Maaf," lirihnya.

"Gak masalah."

Jawaban Fajar dibalas kecupan singkat di bibirnya. Kedua tangan Rian sekarang nangkup pipi Fajar dan masih daratin kecupan setelahnya.

"Hei?"

Rian ngegeleng, lanjut nyium Fajar ditambah lumatan kecil di bibir bawahnya.

Fajar ngarahin satu tangannya buat ngerengkuh pinggang Rian, sedangkan satu tangannya yang lain ada di kepala Rian. Bukan nekan kepalanya buat tambah dalamin ciuman mereka, tapi murni buat nenangin Rian yang keliatan kalap di depannya.

"Baby..." Fajar ngejauh pelan. "Yang penting sekarang lo udah inget."

"Harusnya lo bilang, yang, gua juga gak perlu bingung kenapa bisa suka sama cowok bajingan kayak lo."

.

"Kamu berangkat sama siapa, Bar? Serius gak mau Kakak anter?" tanya Praveen sambil ngambil dua lembar roti di meja makan.

"Gak usah, Kak, Akbar di jemput Kak Reza kok."

"Kamu masih suka jalan sama Reza itu?"

"Iya, Kak."

Tangan Praveen yang lagi ngambil selai roti tiba-tiba berenti. Mandang Akbar sedikit tajem. "Kamu gak pacaran kan sama dia?"

Akbar ikut berenti dari makannya. "Kenapa sih, Kak?"

"Dek... Mama gak bakal suka."

"Kenapa emang? Kak Fajar boleh, kenapa Akbar gak boleh?"

"Siapa bilang Fajar boleh?"

"Buktinya sekarang Kak Fajar pacaran sama Kak Rian."

"Praveen!" Mereka berdua beku di tempat denger suara itu.

Suara ibu mereka yang sekarang ada di tengah-tengah mereka.

"Akbar, pergi sama Praveen," titahnya. Tatapan sama Praveen juga lebih tajem dari biasanya. "Bawa Fajar pulang hari ini."

Tbc.

Arena (FAJRI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang