"Baby, bangun dulu, makan." Fajar narik badan Rian yang masih sepenuhnya telanjang.
Rian ngegeliat males. "Apa lagi sih? Capek, anjing."
"Bangun, kalo lu sakit kan gue yang repot."
Rian buka sedikit matanya. "Capek, Jar, siangan aja makannya. Lagian males masak."
"Gua udah masak. Bangun. Kalo gak mau bangun gue gendong ke meja makan telanjang bulet."
Rian ngelenguh walau pada akhirnya duduk di kasur sambil netralin pengelihatannya. Fajar kan gak pernah main-main, ya kali Rian mau ke dapur telanjang bulet. Berasa apa banget.
Ciuman selamat pagi membuka hari mereka.
Ini hari mereka harus balik tanding lagi. Tandanya, Fajar sama Rian udah hampir dua minggu barengan. Mereka udah gak malu-malu lagi skinship di depan yang lain, mau rangkulan, pegangan tangan, suap-suapan, sampe ciuman.
Manggil satu sama lain kayak orang pacaran juga udah gak aneh buat teman di satu kampus mereka.
"Hari ini tanding kan? Siapa yang turun?"
"Turun ranjang?"
Rian ngerengut denger pertanyaan Fajar. Bukannya jawab malah gak nyambung ngomongnya.
"Serius, Sayanggg."
Fajar nenggak minuman di gelasnya sebelum beralih lagi ke Rian. "Clinton."
"Oh, gak ganti berarti? Padahal Galaxy sama Winner kan ikut."
"Taruhannya gak penting lagian."
Iya, taruhannya orang.
Gila ya? Jadi, yang kalah bakal jadi slave gitu. Kayaknya ini terinspirasi dari Fajar sama Rian. Emang terkutuk tuannya itu.
"Katanya manis. Lo gak doyan?"
"Nggak, kan udah punya lo."
Rian ngangguk-ngangguk ngerti sambil narik kedua sudut bibirnya, senyum buat beberapa detik sebelum matanya ngelebar.
Kok Rian senyum?
Kok dia seneng sih?
Rian balik masang tampang jutek dan ngabisin sup daging di mangkuknya.
Ngomong-ngomong, setelah kejadian seminggu yang lalu, waktu pertama mereka masak daging dan berakhir makanan Rian yang gak layak konsumsi karena asin melebihi air laut, akhirnya Fajar memutuskan buat masak. Ya, minimal merhatiin Rian kalo kepala batunya kambuh dan tetep mau masak.
"Dari lo siapa yang turun?"
"Tadinya mau Reza, tapi Panji kayaknya."
Fajar ngerutin keningnya, selama ini dia gak pernah liat Reza tanding sih. Gak tau tuh anak kenapa harus di simpen kayak jadi ACE mereka.
"Reza kenapa gak pernah turun?"
"Kepo lo."
*
Kalo temen kampus mereka gak heran sama mesra-mesranya Fajar-Rian, beda cerita kalo anak-anak di Arena.
Panji sama Firman malah pasang raut heran waktu Rian dateng bareng Fajar. Apalagi waktu Fajar ngusap muka Rian, terus ngecup keningnya sambil gak tau ngomongin apa. Yang paling aneh tuh reaksi Rian yang nggak marah sama sekali.
Paling cuman sesekali ngasih liat muka marah atau cemberutnya yang di bales cubitan Fajar di bibir atau pipinya.
"Kok gua makin ngerasa aneh ya sama mereka?" tanya Panji ke yang lain.
"Di kampus aja berani lumat-lumatan depan gua," jawab Anthony. "Jonatan mana sih?"
"Tumben gak bareng sama lo."
"Lagi ngambek." Anthony jawab pertanyaan Panji cepet sebelum matanya fokus sama dua motor gede yang di naikin Jonatan.
Satunya Clinton.
"Gue sampe lupa kalo Clinton masih di Jakarta."
Karena kalimat Anthony, empat orang yang lain jadi ngalihin perhatian ke Clinton dan Rian-Fajar yang sekarang lagi ciuman mesra.
"Sakit gua jadi Clinton." Rinov mukulin dadanya sendiri. "Perih. kayak judul lagu."
Rian jalan ke arah mereka, di sambut tatapan bingung semua temannya kecuali Anthony. Dia mah bodo amat, lagi fokus merhatiin Jonatan yang sma sekali nggak ngelirik ke dia. Definisi perih sebenernya juga Anthony rasain, gak Clinton doang.
"Jadian beneran sama Fajar?" tanya Rinov.
"Nggak lah. Ngapain jadian sama dia?" sautnya nyolot.
"Biasa aja dong."
.
Riuh suara dari sorakan orang-orang yang dukung jagoannya sampai sekedar ngobrol keras karena gak kedengeran sama yang lain.
Bukan Clinton yang ikut, tapi Jonatan. Lawan Rinov, Ade dan Tommy. Clinton ilang gak tau kemana dan Fajar gak bisa nutupin amarahnya.
Karena dia juga gak liat Rian di tempat sebelumnya.
Fajar yakin Clinton pergi sama Rian.
Brengsek.
Dia gak pernah seemosi ini.
Fajar ninggalin pertandingan itu dan mutusin buat balik ke apartemen mereka. Nunggu Rian pulang dan mastiin budaknya itu gak akan ngulang hal sama kedepannya.
.
"Kemana aja?" Rian ngejengit kaget waktu suara Fajar ketangkep inderanya tepat setelah dia tutup pintu kamar mereka. "Udah pacarannya?"
"Apaan sih, siapa yang pacaran? Cacing?"
Butuh kurang dari tiga detik badan Rian udah kebanting di kasur dan di tindih tubuh besar Fajar. Tangannya di tarik Fajar lagi sampe Rian sadar, suara Ctrek berpengaruh buat pergerakannya.
Rian terlalu fokus mikir dari mana Fajar dapet borgol itu, tanpa sadar kain yang juga ngunci badan bagian bawahnya.
"Fajar gila!"
Fajar smirk.
"Gua tunjukin segila apa gua sama lo sekarang."
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arena (FAJRI)
Fanfiction[REMAKE] Original story: 'Arena (Ongniel)' by Key Keyla @Kaevi_ Just Fajri!!! 18+++ Warning! Cerita ini mengandung unsur boyxboy, bagi yang tidak suka boyxboy atau homophobic, silakan menyingkir!