[O2] A Policewomen.

35 11 0
                                    

Hari berikutnya, Arga menjalani kehidupannya seperti biasa. Ia datang ke kampus dengan membawa barang yang disuruh dosennya itu kemarin.

Semuanya berjalan semestinya tak ada yang curiga dengan darah yang ia bawa, atau lebih tepatnya belum.
Dikarenakan Arga tak memiliki kelas berikutnya, ia langsung pulang ke rumah.

: :

Malam hari, pukul 19.00
Saat ini Bimo sedang disibukkan dengan kegiatan memisahkan organ-organ korbannya. Ia sedang menata organ-organ itu di tempat semestinya.

Arga datang berkunjung ke rumah abangnya, dulu, tetapi sekarang Bimo yang menempatinya. Itu sudah menjadi kesepakatan mereka, agar tak ada yang curiga.

Jarak rumahnya dan abangnya tak begitu jauh. Daerahnya juga sepi, awalnya ramai hanya karena Abang serta teman-temannya itu yang menjadi pereman didaerah ini.

Sesampainya didalam ia malah dikejutkan dengan banyaknya organ-organ juga mayat yang sepertinya masih baru.

"Dari mana kamu mendapatkan ini semua?"

"Aku membunuh orang-orang yang bergosip tentang dimana keberadaan Abang mu itu."

"Bagaimana kamu melakukannya sekaligus dengan orang sebanyak ini?"

Bimo menoleh sebentar ke arah Arga dan kembali fokus kepada kegiatan awalnya kemudian ia berkata "aku yakin kamu tidak akan mau mendengarkannya."

"Baiklah, kalau kamu berkata seperti itu."

"Tenang saja. Aku akan berusaha untuk main bersih."

Arga hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan kemudian pamit undur diri.

: :

Arga berjalan dalam diam menuju rumahnya. Di perjalanan Arga melihat seorang polisi wanita yang sedang berlari sambil membawa senter.

Saat polisi wanita itu melewatinya, sempat terjadi kontak mata antara dirinya dan polisi itu.

Setelahnya, Arga bergegas pulang dan langsung bersiap untuk tidur. Disaat ia hendak memejamkan matanya, ia mendengar suara ketokkan yang tak beraturan dan cenderung tergesa-gesa dari luar.

"Brengsek, mengganggu saja" dumel Arga sambil berjalan menuju ke arah pintu.

Saat membuka pintu, ia dikejutkan dengan kehadiran Bimo. Dengan raut wajah ketakutan serta cemas, diiringi oleh keringat yang membujur keseluruh tubuhnya.

Bimo langsung masuk kedalam rumah Arga dan berkata "aku akan bersembunyi disini."

"Hey, hey, tenangkan dirimu, apa yang terjadi?" Tanya Arga setelah ia menutup pintu rumahnya.

"Aku ketahuan oleh polisi yang sedang berpatroli."

Disaat bersamaan mereka dikejutkan dengan suara ketokan dari luar disertai suara seseorang "apakah ada orang di dalam?"

Arga langsung berjalan ke arah pintu, membukanya dan ia mendapati sosok polis wanita yang tadi sempat berpapasan dengannya.

"Apa kamu melihat seseorang yang mencurigakan?"

"Tidak, saya tidak melihatnya" jawab Arga sambil memperhatikan tanda pengenal polisi itu.

"Baiklah, tetapi jika kamu melihat seseorang yang mencurigakan langsung melapor ke pihak berwajib" kata polisi itu dan kemudian melanjutkan pencariannya.

Saat Arga membalikkan badannya, ia dikejutkan dengan Bimo yang sedang membawa sebuah pisau dapur.

"Dimana polisi itu? Akan ku bunuh dia dan kemudian aku ambil organ-organnya" kata Bimo.

"Tenangkan dirimu. Dia juga sudah pergi."

"Aku belum pergi, bangsat" sahut polisi wanita itu sambil menodongkan pistol ke arah mereka berdua.

"Jatuhkan pisau itu dan angkat tangan kalian!"

Kemudian polis wanita itu menoleh kebelakang untuk mengambil walkie-talkienya. Melihat ada kesempatan, Bimo mendekat kearah polisi itu untuk menyerangnya. Disaat bersamaan dengan pisau yang sudah tertancap di jantung polisi itu, ia mendapati lengannya yang juga tertembak.

"Akh..." rintih Bimo.

Arga masih speechless dengan adegan barusan, itu terlihat nyata seperti didalam film-film.

"Pukul dia!" Bentak Bimo.

Arga yang tersadar langsung memukul polisi itu dengan  tongkat baseball yang ada di belakang pintu.

"Kamu segeralah menuju ke kamar dan istirahat."

"Apa yang akan kamu lakukan dengan salah satu tangan yang tertembak itu?"

"Tenang saja, aku sudah profesional dalam hal ini."

: :

Pagi harinya, Arga melihat rumahnya yang begitu berantakan. Dengan darah yang berceceran dimana-mana serta bau yang begitu menyengat, juga sosok Bimo yang sedang menyusun stoples yang berisi organ-organ.

Bimo menoleh kearah Arga, dengan watadosnya ia berkata "kerja bagus tadi malam" sambil mengacungkan jari jempolnya.

"Apakah tanganmu baik-baik saja?"

"Yah lumayan, tetapi rasa sakit ini terbayar dengan organ-organ ini" jawab Bimo sambil mengangkat stoples itu.





— to be continued.

Nobody KnowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang