08. Where Did Jeno Go? (2)

155 19 2
                                    

Siders jerawatan
.
.
.

Siders jerawatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Clover, maaf." Dari sana Jeno berucap dengan lirih. Suaranya seperti menyatu dengan angin-angin kencang, Jeno berada di tepi pantai. Mata Jeno sedari tadi menangkap layar pipih berwarna hitam itu. Sejak beberapa jam lalu, ponselnya terus bergetar dan menampilkan nama 'Keberuntungan Jeno', Clover menelpon Jeno sudah seratus lima kali dan bahkan sampai sekarang ini. Jeno tidak mengangkatnya, ia justru membiarkan panggilan itu berbunyi nyaring. Oh ya, seseorang juga menelponnya nya puluhan kali, tulisan dilayar nya adalah 'Dr.Lee'.

Jeno duduk di salah satu bebatuan, menikmati suasana pantai di jelang sore. Hari ini ia sudah bolos sekolah---dia juga sudah bolos untuk pergi ke rumah sakit. Sekarang adalah jadwal kontrol Jeno di rumah sakit, namun Jeno tidak datang. Tidak ada yang tahu jadwal Jeno hari ini adalah jadwal yang terpenting. Bahkan orang tuanya pun tak tahu itu.

"Mungkin sekarang udah enggak ada harapan lagi buat nama Lee Jeno." Lelaki itu menunduk melihat pakaian bawahnya yang masih memakai seragam sekolah. Jeno kan pamit pada orangtuanya untuk pergi sekolah.

Tatapannya sendu beradu dengan terjangan angin. Suara ombak menabrak bebatuan lain terdengar ditelinga sang lelaki yang memiliki kulit putih dengan rahang tegas tersebut. Ponsel yang ia genggam, kini bergerak jatuh ke hamparan pasir dibawahnya karena tak kuasa menahan beban lagi.

"Bahkan legenda untuk memperpanjang usia pun rasanya enggak ada. Termasuk Semanggi berdaun empat." ucapannya sangat melirih. Jeno berusaha kuat untuk menahan tangisnya yang mungkin akan keluar, belum lagi kuatnya angin membuat mata Jeno pedih.

Ia memejamkan matanya, beralih duduk di atas pasir dengan batuan tadi sebagai sandarannya. "Aku bohong Clo, Semanggi itu hanya mitos yang enggak bisa ngabulin permohonan. Semua legenda dan mitos yang pernah aku baca itu tetap kebohongan belaka Clo. Maaf, aku bilang karena aku membutuhkan kamu."

"Seandainya kamu tau, aku suka sama kamu. Bahkan di dunia ini, enggak ada persahabatan cewek cowok yang udah temenan bertahun-tahun tapi enggak nyimpan perasaan. Pasti diantara mereka ada--termasuk aku." Jeno mulai tersenyum miris, ia menekuk lutut dan menenggelamkan wajahnya disana.

"Kamu tau enggak? Ibu kamu, Dokter Lee. Mendiagnosis hidup ku cuma sekitar 5 bulan lagi kalau belum dapat tranplantasi jantung. Dan itu Ibu mu bilang sekitar hampir 5 bulan lalu. Aku minta Ibu kamu rahasiain ini dari orang tua aku---dan juga kamu." Air mata Jeno sudah tidak bisa di bendung lagi, Jeno menangis dalam diam disana. Ia terlalu takut meninggalkan semuanya. Mengingat usianya tinggal beberapa hari lagi. Tidak ada semangat atau apapun yang akan membuatnya berjuang terus melawan penyakitnya.

"Walaupun aku nyatain perasaan aku, semuanya udah terlambat, Clover." Jeno menjeda ucapannya, "Pacaran sama orang kayak aku cuma bisa buat kamu sakit hati. Aku takut kamu benci aku. Aku takut kamu nangis karena aku. Aku takut kamu ninggalin aku. Dan aku takut--kamu lupain aku saat aku udah meninggal nanti." Lelaki itu berucap dengan penuh emosional. Air matanya terus mengalir jatuh ke hamparan pasir putih disana. Suara yang parau membuat kesan hidupnya seperti tidak lama lagi.

❲✓❳Clover HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang