16. Namsan, Jeno and I

187 18 3
                                    

"Kamu serius mau ke Singapur?" Aku bertanya dengan Jeno sambil menyuapinya makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu serius mau ke Singapur?" Aku bertanya dengan Jeno sambil menyuapinya makan. Ekhem.. Kami sudah baikan tadi saat Jeno mengatakan ingin pergi ke Singapura untuk mendapatkan donor jantung disana. Aku senang, tentu, karena akhirnya Jeno masih ada semangat untuk sembuh.

Walaupun kami akan terpisah nanti,

Tapi tak apa, hanya sementara.

Ku lihat Jeno mengangguk pelan dengan tersenyum sampai matanya pun juga sama-sama tersenyum. Lucu. "Hmm, buat kamu." katanya sambil sesekali menatap ku.

Aku memiringkan kepala, bingung. "Buat aku? Maksudnya?" tanya ku kembali menyuapi sup rumput laut, kesukaan Jeno.

"Iya, aku mau kesana itu karena kamu. Aku capek sama penyakit ini. Setiap harinya waktu aku ngaca, aku selalu liat bekas luka jahitan di dada aku. Jelek, aku enggak suka itu." Laki-laki itu berucap dengan mengeluh, aku gemas dengannya. Ini sifat asli Lee Jeno yang ku kenal. "Bekas luka itu pasti bakal ada seumur hidup kamu." pungkas ku.

Jeno diam, seperti aku salah bicara. Dengan sedikit merasa bersalah aku mengalihkan topik. "Hmm.. Terus kapan kamu bisa pulang kerumah terus berangkat ke Singapur?" tanya ku. Omong-omong, sekarang kami masih ada di rumah sakit–tepat di ruangan Jeno tentunya.

"Aku pikir kamar di rumah aku sama kamar ini sama aja. Ini tempat tidur aku dari kecil sampe sekarang. Liat tuh, mainan aku. Boneka kucing." jelasnya. Aku melihat apa yang Jeno tunjuk di belakang ku. Sebuah lemari berwarna coklat dan hijau dengan jajaran boneka kucing dan mainan robot lainnya. Semua itu adalah milik Jeno saat ia masih kecil, dan sampai sekarang masih tetap ia simpan disini.

"Disini banyak orang, Lee Jeno. Lama-lama disini juga enggak baik." tutur ku menasehati Jeno.

Ini suapan terakhir sup rumput lautnya,tapi Jeno mengambil alih sendok dan menyuapi ku. Ah dasar. "Apaan sih?! Aku udah makan" protes ku masih menghindari suapan Jeno. "Aaa ayo makan lagi." Hanya satu suapan, aku memakannya jelas. Malas berlama-lamaan nantinya dan malah membuat masalah baru jika tak menuruti kemauan Jeno.

"Sebentar lagi pasti aku mau ke Singapura, kita bakalan pisah nanti." Muram, Jeno menatap ku dengan wajah sendunya. Dia memegang kedua tangan ku sambil sesekali mencium punggung tanganku.

"Cuma sebentar, yang penting waktu kamu pulang kesini kamu udah sembuh." kataku. Aku tersenyum, membalas genggaman tangan Jeno. Lalu kami berpelukan.

"Janji ya kamu pulang harus udah sembuh, jaga diri kamu disana." Air mata ku mengalir begitu saja saat memeluk tubuh Jeno. Yang ada di bayang ku adalah saat kepergian Jeno nanti, aku akan sangat merindukannya pasti. "Pokoknya jangan pulang kalo kamu belum sembuh!" lanjut ku lagi dengan terisak menangis.

"Lho kok nangis sih?" Jeno melepas pelukannya, kemudian dia menghapus air mata ku. Sangat lembut, aku menatapnya sambil sesekali air mataku masih jatuh menetes lagi. "Jangan nangis dong.. Keberuntungan Jeno enggak boleh nangis, ya." Aku terkekeh, dalam tangis ku. Aku suka Jeno yang ini.

❲✓❳Clover HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang