Langkah Kaki

15 5 28
                                    

Dia berlari dengan penuh kepanikan, rasa takut menyelimutinya, berbagai macam fikiran buruk sudah melayang-layang di benaknya dan hal itu membuatnya tersiksa.

Jalan yang dia lalui saat ini terasa seolah sangat jauh, bahkan begitu jauh sehingga ia tak kunjung menemukan ujungnya. Dimana kekuatannya yang selalu dibanggakan itu?

"Adrian, cepat, masuklah kedalam."

Seseorang berkata padanya dan dia mengangguk, bergerak cepat masuk kedalam ruangan yang ditunjukkan.

Ruangan bercat putih itu, dia sangat membencinya.

"Adrian..."

Dia mendekat kearah suara lirih itu, suara seseorang yang terbaring lemah di atas tempat pembaringannya.

"Aku, tidak akan bertahan-"

"Ck." Dia tidak ingin jika sosok itu berbicara sekarang "Diam dan istirahatlah."

"Kau harus cepat pulih, aku tidak suka kau jadi lemah begini."

"Benar-benar payah."

Dia bersungguh-sungguh saat mengungkapkannya, dia bahkan sangat marah melihat sosok yang selalu ia kagumi itu menjadi seperti ini, tak berdaya.

Seseorang itu tersenyum tipis "Aku menyayangimu, adikku yang bodoh."

"Tapi aku lebih bodoh."

"Aku bodoh karena akan menitipkan anakku padamu."

"Apa maksudmu ?!" Dia menggeram, kesal, sangat kesal.

"Ada apa denganmu, jangan bicara semaunya-"

"Tolong... Tolong jaga mereka... jaga mereka untukku, Adrian..."

"Aku mohon...."

Adrian tidak tahu sudah selama apa dia berada ditempat ini, duduk ditepi makam sang kakak seraya memandangi batu nisan yang berukirkan nama sosok yang sampai sekarang masih menjadi panutan dalam hidupnya.

"Aku akan melindungi Emily dan Elena, aku berjanji, jadi kau tenang saja, berbahagialah bersama kakak ipar diatas sana."

Setiap tahunnya, tepat pada tanggal peringatan kematian sang kakak beserta istrinya, dia akan mengenakan pakaian rapi, kemeja putih beserta celana dasar hitam dan tak lupa membawa sebuket bunga anyelir merah ke makam keduanya di pagi hari.

Dan setiap tahunnya pula dia akan mengatakan bahwa dia akan melindungi Emily dan Elena, kedua putri kembar kakaknya didepan makam sang kakak.

Dulu sekali dia berharap, sangat berharap untuk mendapatkan sebuah keajaiban, dia ingin sang kakak kembali hidup dan berbahagia bersama keluarga kecilnya.

Selama hidupnya, Kakaknya selalu dilimpahi kesulitan dan kemalangan, jadi dia ingin suatu saat Kakaknya bisa hidup bahagia, namun sepertinya itupun tak bisa terjadi sampai akhir nafasnya.

Karena itu dia ingin kali ini Kakaknya dapat memperoleh kebahagiaannya meski hanya dari akhirat.

Adrian terkekeh pelan, menertawai dirinya sendiri, kalau kakaknya tahu dia sekarang jadi melankolis begini, pria itu pasti akan memeriksakannya ke dokter.

"Dimana jasmu?"

"Kau seperti orang yang mau melamar kerja ketimbang ke pemakaman."

Cetus seseorang dari arah belakang yang tanpa melihatnya pun Adrian tahu siapa itu.

"Masalah denganmu?" Adrian bangkit dari posisi duduknya.

Seseorang itu tidak menjawabnya, dia justru mensejajarkan dirinya dengan Adrian kemudian menyulut sebatang rokok yang sudah berada dicelah bibirnya dengan pemantik api.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang