Garis yang terhubung

16 6 4
                                    


Sea memandang pria itu, pria yang kini ada dihadapannya, pria dengan tubuh tinggi dan terlihat proporsional yang Sea pikir seperti seorang atlet.

"Kalau boleh, bisakah kau tanda tangan di sapu tangan ini saja?" Ucap pria itu setelah sebelumnya sedikit kebingungan mencari benda yang bisa dijadikan tempat dibubuhkannya tanda tangan di saku kemeja dan celana dasar nya.

"Baiklah." Sea segera mengambil sapu tangan berwarna abu yang diserahkan kepadanya itu.

"Ah tidak, tapi aku tidak punya pena." Sesal pria itu kemudian "Sepertinya sekarang belum waktunya aku bisa mendapatkan tanda tangan anda-"

"Aku membawanya." Sela Sea

"Hm?" Pria itu sedikit terkejut.

"Aku membawanya, kau tidak perlu khawatir aku akan menandatanganinya." Kata Sea lalu tersenyum dan mengambil pena dari dalam sling bag nya.

"Maaf, mungkin ini terdengar tidak sopan, tapi jika anda kesulitan untuk membuat tanda tangan karena tidak ada alas-" Pria itu kelihatan ragu mengatakannya sehingga ia berdehem pelan untuk menghilangkan sedikit kegugupannya "Anda bisa menjadikan punggungku sebagai alasnya." Lanjutnya kemudian pada akhirnya.

"Oh." Sea mengangguk mengerti, sebenarnya taman tempat mereka berada saat ini tersedia beberapa kursi tetapi letaknya tidak disekitar sini, hanya ada pepohonan di kanan dan kiri mereka "Aku akan coba dulu dengan telapak tanganku." Katanya.

Sulit, ya ternyata sulit untuk menulis di atas sapu tangan yang berbahan kain tanpa alas yang keras.

Sea menghela nafasnya sejenak "Baiklah aku minta tolong bantuannya untuk menjadi alasnya?" Entah kenapa Sea juga jadi ikut ragu dan gugup disaat bersamaan ketika mengatakan hal itu.

Pria itu tersenyum lalu dia segera berbalik memunggungi Sea.

Sea kemudian menempelkan sapu tangan itu diatas punggung pria itu dan dia mulai menyadari kerasnya punggung pria itu, atau mungkin lebih tepatnya betapa terasa kuatnya punggung pria itu.

Diam-diam Sea menyembunyikan semburat merah yang menjalar di wajahnya dan buru-buru menggoreskan pena diatas saputangan.

"Sudah." Ucap Sea yang kemudian direspon oleh pria itu dengan membalikan tubuhnya kembali menghadap Sea.

"Mereka berdua pasti akan senang." Ucap pria itu dengan raut antusias saat menerima kembali sapu tangannya.

"Terimakasih banyak." Ucap pria itu setelah Sea memberikan kembali sapu tangannya.

"Ya..." Jawab Sea sembari tersenyum.

"Nona, sudah waktunya kita pergi, ayo." Pelayannya kembali membuka suaranya setelah mendekatinya.

"Baiklah Ayo." Ucap Sea setuju dan keduanya mulai beranjak pergi dari tempat itu.

Sementara itu, pria itu hanya mengembangkan senyumannya melihat Sea yang mulai menjauh dari pandangannya.

***

"Nona, lain kali jangan seperti itu." Kata pelayan pribadinya ketika keduanya sudah berada didalam mobil.

"Hm..." Sea yang duduk dikursi samping kemudi hanya mengangguk pelan sebagai responnya.

"Nonaa...." Pelayan pribadinya jadi gemas sendiri dengan tingkah laku atasannya itu, selalu saja bertindak semaunya tanpa berfikir panjang terlebih dulu.

"Iya kak Fina." Jawab Sea pada akhirnya sambil melihat Fina, pelayan pribadinya yang duduk dikursi kemudi. Walaupun Fina tipikal perempuan yang cerewet, tapi Sea mengerti bahwa perempuan itu hanya ingin yang terbaik untuk dirinya. Semenjak kakaknya pergi, Fina lah yang menemani dan seringkali membantunya dalam berbagai hal.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang