Labirin (4)

5 4 0
                                    


Seorang anak laki-laki berdiri memandang hamparan rerumputan hijau yang berada tak jauh didepannya, ada banyak anak-anak yang bermain bola disana, mereka memperebutkan bola itu dengan antusias, terdengar teriakan-teriakan semangat dari anak-anak itu.

Mereka semua sepertinya bahagia.... tetapi mengapa mereka bahagia hanya dengan hal sederhana itu? Apakah mereka lupa bahwa mereka hanyalah anak-anak panti asuhan yang tak memiliki keluarga?

Berbeda dengannya, dia mempunyai keluarga, kedua orang tua, saudara, harusnya dia yang lebih bahagia bukan?

Tetapi tidak, kenyataannya dia justru selalu merasa sangat buruk. Hampa. Hidupnya hampa.

Lantas kenapa?

"Tuan muda, apakah anda ingin bergabung dengan mereka?"

Salah seorang pria berjas hitam yang bertugas untuk mendampingi anak itu bertanya ketika ia memerhatikan bahwa sang tuan muda terlihat tertarik dengan anak-anak yang sedang bermain dilapangan itu.

"Tidak." Jawab anak laki-laki itu singkat dengan pandangan yang masih fokus memandang kearah yang sama, anak-anak itu.

"Baik Tuan muda." Pria itu tak lagi berkata-kata, ia hanya menerima perkataan Tuan mudanya dan kembali berdiri disamping sang tuan dengan posisi tegak.

Selama beberapa menit keheningan mengambil alih keadaan sampai seorang pria lain menghampiri anak laki-laki itu dan menepuk bahunya.

"Tuan Ansell, bagaimana jika anda bermain dulu dengan anak-anak yang ada disini?" Tanya pria itu kemudian.

"Tidak perlu paman, aku akan menunggu ayah saja."

"Ayahmu masih lama, urusannya belum selesai."

"Tidak apa-apa." Anak laki-laki Itu tetap keukeuh dengan keputusannya.

Dalam hati pria itu mengeluh, sifat anak laki-laki itu persis Ayahnya yang selalu berpegang teguh pada apa yang ia katakan.

"Paman akan bawakan seorang teman untuk menemanimu disini."

Disaat anak-anak lain diusianya yang masih delapan tahun bermain, Tuan mudanya justru harus mempelajari prihal pekerjaan yang dikerjakan sang Ayah karena kelak akan dijadikan sebagai penerusnya.

"Paman, tidak perlu-" ucapan anak laki-laki itu terpotong ketika melihat pria yang disebutnya Paman telah pergi meninggalkannya.

Pada akhirnya dia hanya bisa menghembuskan nafas pendek karena perkataannya tidak didengar.

Tak lama kemudian pria yang sebelumnya pergi telah kembali, namun ia tak sendiri, anak laki-laki itu melihat sang paman bersama dengan seorang anak laki-laki lain yang lebih tinggi darinya.

"Tuan Ansell, perkenalkan, namanya Adrian." Kata pria itu ketika dirinya dan seorang anak disampingnya sudah berada tepat didepan sang Tuan muda.

"Hallo, aku Adrian." Kata Anak laki-laki dihadapannya sambil menundukkan kepalanya sejenak.

Anak laki-laki lainnya hanya menatap anak laki-laki yang berbicara itu dengan raut menyelidik.

"Ansell." Namun pada akhirnya anak laki-laki itu menyebutkan namanya sebagai balasan.

***

Adrian memandang pria bersurai coklat dengan setelan jas biru tua bergaris vertikal putih yang duduk di salah satu Sofa berukuran besar diruangan itu.

"Duduklah dulu." Kata pria itu yang kemudian dituruti Adrian yang memilih duduk di Sofa berukuran besar lainnya yang letaknya berhadapan dengan pria itu sementara meja kayu berlapis kaca sebagai pembatas diantara keduanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang