Bagaikan seorang ksatria penunggang kuda yang gagah perkasa menyelamatkan seorang putri dari tawanan penjarah
~~~~~Pagi yang indah. Para burung berkicau di angkasa yang cerah, terbang meliuk-liuk diantara jajaran awan. Sinar cahaya mentari hangat menyinari bumi hingga sampai di rumah melewati kisi-kisi jendela. Tetes demi tetes embun jatuh dari pucuk-pucuk dedaunan. Jalanan depan rumah mulai ramai dengan kendaraan. Sayup-sayup terdengar nyanyian lagu nasional dari SD depan rumah. Tubuhku menggeliat, sedikit tersadar mendengar lengkingan suara kak Aish dari dalam dapur.
"Zaa, ayo bangun! Mau berangkat sekolah jam berapa kamu, heh? Ini sudah jam setengah tujuh, makin besar makin gak karuan, males-malesan, sudah SMP juga, kamu itu sudah bukan anak kecil lagi," omel kak Aish sambil berjalan menuju kamarku. Derab langkah kakinya sampai terdengar saking cepatnya dia berjalan.
Astaghfirullah!!! Setengah tujuh?? Aku kelabakan. Dengan mata yang masih memicing sebelah, aku langsung bangkit dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi. Hari ini adalah masa orientasiku di SMP baru, aku tidak boleh datang terlambat. Selain itu, kak Aish akan terus mengomel sebelum aku bangkit dari tempat tidur. Asal kalian tahu, kak Aish lebih cerewet dari pada ibu.
Selepas mandi aku sarapan dengan tergesa-gesa kemudian berangkat ke sekolah. Jarak sekolah dengan rumah lumayan jauh. Hamparan padi yang mulai menguning terlihat elok di sepanjang jalan. Warung-warung pinggir jalan yang mulai dibuka sang pemilik memunculkan aroma-aroma khas masakan. Langit biru cerah terlihat menawan. Sentuhan sang mentari menambah kehangatan. Sayangnya, aku tidak sempat menikmati keindahan semesta pagi ini. Aku harus fokus dengan jalanan dan mempercepat kayuhan sepedaku. Keringat mulai bercucuran di badanku.
"Huh! Akhirnya sampai juga," kataku sambil memarkir sepeda.
Para siswa sudah memasuki kelasnya masing-masing. Aku berlari-lari kecil menuju kelas. Aku sudah terlambat beberapa menit. Banyak berita yang beredar bahwa ketika masa orientasi sering terjadi pembullian oleh senior. Mereka mencari-cari kesalahan agar bisa menghukum para siswa baru. Bagaimana kalau itu benar? Dan bagaimana kalau itu terjadi padaku?
Dengan perasaan yang was-was dan jantung yang bedegup kencang karena terlalu banyak berlari, akhirnya aku sampai di depan pintu kelas. Dengan hati-hati kuketuk pintu kelas yang terbuat dari kayu tersebut. Hingga terdengar suara mempersilakan masuk. Aku membuka pintu tersebut dan mengucapkan salam kemudian duduk di salah satu kursi yang masih kosong.
"Eh dek isi absen dulu, sini tanda tangan!" perintah salah satu senior.
Aku membalik badan dan berjalan menuju meja guru untuk mengisi absen. Kukira disana sudah disediakan alat tulis untuk mengisi absen, ternyata nihil.
"Mana ballpointmu?" tanya senior.
"Eh, sebentar kak," jawabku.
Dengan tergesa aku kembali ke tempat dudukku untuk mencari alat tulis di tas. Bodohnya diriku!! Karena aku terburu-buru, aku tidak membawa satupun alat tulis dalam tas. Tapi aku tidak menyerah. Aku terus mengutak-atik isi tasku, mungkin saja disana terselip sebuah keajaiban berupa ballpoint. Ditengah kegiatanku mengubrak-abrik isi tas, kakak senior itu mulai tidak sabar.
"Ayo, dek. Segera! Kasihan teman yang lain nungguin," perintahnya. Aku rasa saat itu semua mata melihatku.
"Eh, maaf kak. Saya tidak bawa ballpoint," jawabku dengan kepala tertunduk.
"Terus gimana mau tanda tangan kalau nggak ada ballpointnya? Ada yang mau minjemin ballpoint?" tanya senior itu sambil berdecak kesal.
Aku melirik ke arah teman satu SD-ku yang kebetulan satu kelas denganku. Dia tidak bergeming. Entah pikiranku saja yang jelek, kurasa dia merasa senang aku dalam situasi ini. Okeh, mungkin dia juga takut dengan kakak senior. Namun, terdengar sebuah suara dari bangku belakang.
"Ini, pakai aja ballpointnya," katanya.
Aku menoleh ke asal suara tersebut. Tanpa berdiri, seorang siswa laki-laki menyodorkan sebuah ballpoint ke arahku. Dia meletakkan ballpoint tersebut dipojok depan mejanya. Bangkunya berada di sebelah bangkuku dan berjarak satu bangku kebelakang. Sempat kuperhatikan sebentar wajahnya. Dia tersenyum tipis padaku.
.............
Mari tebak kelanjutannya😆
KAMU SEDANG MEMBACA
Utuh
RastgeleKeluargaku memang belum berada Tapi bersama mereka aku merasa sempurna Lalu dengan hadirnya kamu Hidupku menjadi utuh ~