Chapter 9

2.2K 290 50
                                    

Arrien membuka matanya dan menatap langit-langit kamar. Kemudian air matanya mengalir begitu saja dan menutup matanya dengan lengan sambil terisak.

"Pangeran, apa ada yang sakit? Kenapa kamu menangis?" Terdengar suara lembut di samping Arrien.

Arrien menoleh ke kiri dan kaget mendapati Chelra berdiri menatapnya khawatir. "Kenapa kamu di sini?"

"Pangeran ditemukan pingsan di luar istana. Tabib istana bilang kamu kelelahan. Sekarang kamu menangis, apa ada yang sakit dan mungkin itu yang membuatmu pingsan?"

Arrien menghela nafas tapi tidak bisa membendung tangisnya. "Maaf, apa kamu bisa keluar dulu. Aku ingin sendiri."

Chelra mengangguk. "Aku akan menunggu di luar."

Arrien membenamkan wajahnya ke bantal saat Chelra sudah keluar. Melepas rasa sakit dan berat di dadanya dan menangis tanpa suara.

"Sakit sekali... Lucean... apa yang harus aku lakukan... aku tidak tau apa masih bisa melanjutkan sandiwara ini... kenapa aku kembali ke istana? Aku pikir dengan cara ini bisa membuatmu luluh dan mengajakku pergi. Tapi kamu malah membuatku pingsan... kamu memang tidak menginginkanku? Kenapa? Astaga..." Arrien meremas rambutnya dengan frustasi.

"Bagaimana ini... aku ingin pergi... aku ingin mencarinya..." batin Arrien mencoba duduk dengan pelan. Dia melirik sarung tangan rajut yang diletakkan di meja dekat tempat tidurnya.

"Apa yang sebenarnya ada di pikiranmu Lucean? Kamu menolakku tapi kamu datang ke istana dan memberikan sarung tangan ini padaku. Lucean.. aku tidak mengerti... aku tidak mengerti..." bisik Arrien meremas sarung tangan itu.

"Aku lelah sekali... apa aku menyerah saja? Entah aku bisa melupakanmu atau tidak... aku tidak tau cara apalagi yang akan aku lakukan untuk bisa mendapatkanmu..." ucap Arrien mengusap air mata di pipinya dengan kasar.

###

"Apa kamu sedang jatuh cinta?" Tanya Chelra saat Arrien mengajaknya berjalan di tepi telaga di belakang istana.

Arrien menoleh pada Chelra dan tersenyum. "Kenapa kamu bertanya begitu?"

"Seorang lelaki jarang menangis kecuali yang tersentuh adalah hatinya. Kalau perasaannya sangat tulus, air mata bukan hal sulit baginya," ucap Chelra dengan lembut.

Arrien berhenti menatap Chelra takjub. Tepat sekali apa yang dia katakan. Arrien tidak akan menangis kalau bukan benar-benar hatinya yang disentuh Lucean.

"Siapa orangnya?" Tanya Chelra.

Arrien terdiam. "Aku tidak mungkin mengatakannya pada calon istriku."

"Tidak apa. Bahkan kalau kamu ingin memutuskan pertunangan kita hari ini aku akan menerimanya. Karena bagiku senyummu adalah hal yang paling berharga. Aku tidak sanggup melihatmu menangis. Pasti orang yang bermata hijau itu adalah orang yang sangat kamu cintai."

Arrien tak bisa menyembunyikan rasa takjubnya memandang Chelra. Kenapa bisa dia memiliki perasaan setulus ini pada lelaki yang baru dia temui beberapa hari.

"Kenapa... kamu bisa berkata begitu?" Tanya Arrien tak percaya.

"Karena aku mencintaimu, Pangeran Arrien. Namun aku bisa melihat, bukan aku di matamu. Jadi, apapun keputusanmu. Aku akan menerimanya."

Arrien menggenggam jemari Chelra dengan lembut. "Aku tidak akan meminta maaf atas perasaanku padanya. Namun aku juga tidak ingin melukaimu. Kenapa kamu menyerahkan keputusannya padaku?"

"Karena, hanya itu yang bisa aku lakukan untukmu. Aku bisa memberikan hatiku. Tapi aku sudah terlambat. Jadi aku berikan kesetiaanku. Misalkan kamu tetap ingin kita menikah, walau bukan aku di hatimu, aku akan tetap mencintaimu sampai nafas ini berhenti..." Chelra tersenyum menatap Arrien yang terus terkejut dengan kata-katanya.

Hearts Of A Prince and An Enchanter (Yaoi) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang