Family Dinner

32 4 15
                                    

Warning: I know nothing about engineering or companies stuff. It's all pure fictional with little research here and there. Feel free to correct me, though.

-------------

Myun Hee keluar dari kamar dan langsung disambut dengan pemandangan Jong Woon yang berada di dapur. Pria itu berdiri di depan mesin kopi dengan kemeja yang sudah melekat rapi di tubuhnya. Tiga bulan menjalin hubungan resmi sebagai kekasih, dan pemandangan seperti ini bukanlah hal yang aneh lagi bagi Myun Hee. Meski masih sering menunjukkan wajah dingin atau ketusnya dengan komentar pedas yang masih sering terdengar dari mulutnya, tetapi Myun Hee juga sudah melihat berbagai sisi dari Jong Woon.

"Aku sudah menyiapkan sarapan," ucap Myun Hee. Gadis itu memang telah menyiapkan jus buah dan sarapan sederhana sebelum ia mandi dan bersiap untuk berangkat.

Myun Hee berdiri di belakang Jong Woon. Gadis itu mencium pipi pria itu sekilas sebelum akhirnya meletakkan dagunya di bahu Jong Woon.

"Arra." Jong Woon membuka rak yang berada di atas lalu menjangkau sebuah botol minum. Pria itu memasukkan kopi yang baru keluar dari mesin ke dalam botol tersebut. Ia kemudian menyerahkannya pada Myun Hee.

"Agar kau tidak lagi minum kopi kalengan murahan itu," ujar Jong Woon dengan nada sinis. Myun Hee terkekeh pelan.

"Eiy... Kopi kalengan tidak seburuk itu."

Keduanya duduk di meja makan lalu mulai menikmati sarapan mereka. Jong Woon melirik ke arah Myun Hee sekilas. Gadis itu sekarang terlihat lebih berisi dari dua bulan yang lalu. Hasil latihannya selama ini sepertinya mulai terlihat. Meskipun secara penampilan dan berat badan tidak ada yang berubah, tetapi Jong Woon yang bisa merasakan langsung tubuh gadis itu jelas bisa menyadari perbedaannya. Beberapa ototnya mulai terbentuk, terutama di bagian lengan dan perut.

"Wae?" Myun Hee yang sepertinya sadar Jong Woon tengah memandanginya bertanya.

"Aku dengar dari Seung Woo-ssi kau sudah menyelesaikan pelajaran menembakmu dan mendapatkan lisensi."

Myun Hee mengangkat kedua alisnya. "I'm a good shooter." Ia kemudian mengarahkan jarinya tepat ke hadapan Jong Woon, persis sepertinya orang yang tengah menembak.

".... And I got you." Gadis itu tertawa pelan. Jong Woon hanya menggelengkan kepalanya.

"Seung Woo hyung juga bilang aku cukup bagus dalam bela diri meski menurutnya aku jelas masih di bawah Ki Bum atau kau." Kali ini ia mengerucutkan bibirnya. Sepertinya ia merasa kesal karena belum bisa menandingi Ki Bum.

"Tentu saja. Dia sudah berlatih bela diri sejak kecil." Jong Woon menjentikkan jarinya di dahi Myun Hee. "Kami memang baru diperkenalkan dengan senjata di usia 17 tahun.... Tidak seperti seseorang yang sudah memegang pistol padahal baru berumur 10 tahun."

"Aku hanya membantu membersihkan," gerutu Myun Hee. Ia tahu siapa yang dimaksud Jong Woon.

"Meski begitu, appa sudah meminta seseorang melatih kami bela diri sejak kecil. Dan Ki Bum termasuk anak yang cepat belajar."

"Seung Woo hyung?"

Jong Woon menggelengkan kepalanya. "Taka. Orang kepercayaan appa. Tetapi Seung Woo-ssi akhirnya mengambil alih pekerjaan sebagai pelatih saat kami remaja. Kurasa sebenarnya appa tidak meminta Taka menjadi pelatih bela diri kami, tapi lebih sebagai bodyguard."

"Dan kau!" Wajah Jong Woon tiba-tiba berubah sengit. Alisnya bertautan. "Kenapa kau sering sekali memanggil orang lain dengan sebutan hyung? Pertama Sung Joon lalu sekarang Seung Woo?"

Kedua bola mata Myun Hee membesar dan mulutnya sedikit terbuka. Ia tidak tahu Jong Woon terganggu dengan kebiasaan kecilnya itu. "Aku... hanya terbiasa memanggil semua laki-laki yang lebih tua dengan panggilan hyung... Kau ingin aku memanggil mereka dengan sebutan oppa?"

Not A CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang