Kesiur angin lembut membelai dedaunan. Hujan tadi malam ternyata turut menyisakan pagi yang dingin, awan gelap yang masih bergelayut di kaki langit, dan genangan air di berbagai tempat. Jalan, bahu jalan, teras gedung, bahkan ruang-ruang yang tidak disangka pun tidak luput olehnya. Hujan deras selalu saja membawa tempiasnya ke mana-mana.
Stasiun kereta api masih lengang. Hanya tampak beberapa petugas yang hilir mudik berpatroli, memastikan keamanan gerbong kereta yang sedang terparkir di atas rel. Petugas kebersihan juga telah memulai pekerjaannya, menyapu lantai dan menghapus jejak hujan tadi malam yang masih tertinggal.
Selain di hari kerja, tidak banyak yang menumpang kereta untuk keberangkatan menuju kota sepagi ini. Namun, tetap saja pihak stasiun menyediakan jadwal kereta pukul 6 pagi, disamakan dengan hari-hari lain. Suatu kebijakan yang cukup baik. Sebab, akan tetap ada para calon penumpang yang membutuhkannya di akhir pekan.
Waktu berjalan cepat. Sepuluh menit sebelum keberangkatan, telah banyak para penumpang yang menginjakkan kakinya di peron. Beberapa telah masuk ke gerbong, merapikan barang bawaan, kemudian duduk di bangku yang telah dipesan. Bersiap memulai perjalanan.
Menjelang keberangkatan kereta, petugas memastikan seluruh penumpang telah memasuki gerbong dan duduk di bangku masing-masing.
Namun, saat detik-detik terakhir sebelum pintu kereta ditutup, tampak seorang laki-laki berlarian, tergopoh-gopoh mencapai gerbong yang ditujunya sembari memikul ransel abu-abu besar dan membawa kardus yang berisi buku-buku. Petugas berseru-seru, menyuruh laki-laki itu lebih cepat lagi. Beberapa penumpang di dalam kereta bahkan ikut menoleh ke luar, berseru tertahan melihat laki-laki itu kesusahan memburu waktu.
Tepat setelah menarik masuk kaki kirinya dari pintu, gerbong berdesing pelan dan pintu tertutup otomatis. Nasib baik bagi laki-laki tersebut bisa tepat waktu. Terlambat sedikit saja memasuki gerbong penumpang, akan panjang sekali urusannya.
***
Laki-laki yang memasuki gerbong di detik-detik terakhir keberangkatan itu akhirnya menemukan bangku yang sesuai dengan kode tiketnya. Dia sedikit terkejut melihat penumpang yang duduk di sebelah bangkunya, seorang perempuan asing, namun tampak seperti tidak asing baginya. Laki-laki itu terlihat ragu-ragu hendak menyapa, sebab yang ingin disapa justru sedang menatap ke luar jendela.
Usai menyusun barang bawaan dan memastikan tidak ada yang berserakan, dia akhirnya menghempaskan punggung ke sandaran bangku dan menghela napas.
"Perkenalkan, aku Pram."
Lelaki yang menyebut dirinya sebagai Pram itu akhirnya bersuara, berusaha memperkenalkan diri. Hening beberapa detik, perempuan itu masih bergeming, sibuk menerawang ke luar jendela.
Kereta bergerak meninggalkan stasiun yang mulai ramai, bersamaan dengan cahaya matahari yang berusaha menyibak awan kelabu. Dari jendela kereta, terlihat pasar pagi yang terletak di sebelah stasiun. Pasar ini cukup jauh dari rel kereta, juga terdapat pagar besi yang menjulang tinggi sebagai pembatasnya.
Setelah melewati pasar, kini kereta melintasi rel yang berseberangan dengan taman yang dipenuhi pohon pinus. Dibatasi pagar besi tinggi berwarna coklat tua dan banyak sulur yang merambat. Kanopi-kanopi yang tinggi seolah menentang awan kelabu agar lekas berlalu. Pram mengangguk takzim. Pemandangan yang cukup bagus dan sayang untuk dilewatkan.
Melihat tidak ada reaksi dari perempuan di sebelahnya, yang justru masih saja menerawang ke luar jendela, Pram memutuskan untuk tidak mengganggu. Dia takut niat baiknya untuk berkenalan dan menjadi teman yang baik selama perjalanan panjang ini, justru dianggap buruk oleh perempuan tersebut. Ada banyak laki-laki modus di dunia ini, Pram tahu itu. Biasanya mereka akan mengajak berkenalan perempuan cantik yang baru dijumpai, lanjut dengan cerita basa-basi, dan berujung dengan meminta nomor whatsapp. Pram sama sekali tidak berniat seperti itu dan tidak ingin dianggap begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sedalam Angkasa (Berlanjut)
RomantizmAda banyak orang yang menyukai hujan. Menyukai rintik yang memesona saat berduyun-duyun turun ke bumi, menghempas di tanah-tanah kering. Bagi mereka, hujan dapat memberikan ketenangan dan perasaan damai. Terlebih lagi setelah hujan reda, kala aroma...