"Praaam. Woi, Pram. Banguuun!"
"Praaam ..."
Teriakan seorang perempuan menggema di sebuah ruangan berukuran 4m x 8m. Ruangan dengan dinding bercat hijau dan daun pintu berwarna putih itu merupakan sebuah sekretariat. Ada palang bertuliskan Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tergantung di sebelah pintu masuk. Di dalamnya, tampak sebuah lemari berukuran besar berisi berkas-berkas dan piala yang tersusun rapi, sebuah meja kerja yang disertai 3 buah kursi, dan karpet berwarna coklat yang terbentang luas. Di situlah kini Pram sedang bergelung bersama ransel abu-abunya, tidur membelakangi pintu masuk.
"Praaam. Bangun woooi. Astaga, ni anak udah kayak kebo."
Perempuan yang membangunkan Pram tersebut tengah berkacak pinggang di depan pintu, menatap kesal ke arah Pram yang baru saja membuka mata.
"Eh, ada Hanna. Silau nih, tolong tutup pintunya dong."
"Lagian siapa suruh kamu tidur di sini? Tidur tu di kontrakan, jangan di sekre!"
Hanna mencelus ke dalam ruangan dan membuka pintu lebih lebar. Dia juga berjalan ke arah jendela, menyingkap gorden yang sejak tadi tertutup, mempersilakan cahaya matahari memasuki ruang yang pengap.
"I-iya. Aku cuma numpang tidur siang doang, Na. Kalau malam aku selalu tidur di kontrakan kok. Sumpah. Lagian sekre juga lagi sepi."
Pram yang kini sudah sempurna terbangun, patah-patah berjalan menuju kursi. Dia turut membawa ransel yang tadi digunakannya sebagai bantal.
"Begadang lagi?" tanya Hanna yang sudah melunak, dibalas oleh Pram dengan anggukan kepala.
Hanna memberi Pram sebotol air mineral. Tanpa diberi aba-aba, Pram sudah membuka tutup botol dan langsung meneguk setengah airnya. Rasa simpati Hanna tiba-tiba muncul usai melihat wajah kusam Pram yang disertai dengan lingkaran hitam di bawah mata. Kemeja biru Pram yang serupa dengan kemeja yang dikenakan Hanna terlihat kusut. Pram terlihat sangat kacau.
"Kamu belum salat Asar, kan? Udah azan sejak tadi loh, Pram. Jamaah di maskam juga udah pada bubar."
Mendengar itu, Pram langsung beranjak dari kursi dan berjalan ke luar ruangan, menuju masjid.
"Ingat, Pram. Kita ada janji sama ketua perpustakaan kota, 30 menit lagi. Setelah salat, jangan mampir ke mana-mana! Jangan ngobrol ngalor ngidul sama mahasiswa lain yang kamu jumpai di jalan, atau kita akan terlambat. Seharusnya kita sudah berangkat 10 menit yang lalu." Hanna memperingatkan Pram. Paham betul tabiat Pram yang selalu ramah kepada semua orang. Bahkan, saking ramahnya, Pram suka lupa waktu kalau sudah bertegur sapa dan bertukar cerita.
Pram berhenti di tepi pintu dan menoleh ke arah Hanna yang kini sudah beralih memainkan ponsel.
"Terima kasih sudah membangunkanku, Na. Pertemuan dengan ketua perpustakaan kota sangat penting untuk keberhasilan acara kita. Kamu memang PJ yang the best." Pram mengacungkan jempolnya, kemudian melesat menuju masjid.
Hanna tersenyum memandangi pintu. Dia merasa senang saat bisa diandalkan oleh Pram.
Sembari menunggu, Hanna membereskan berkas-berkas yang ditinggalkan Pram di atas meja. Ada beberapa surat penting yang sudah dicetaknya tadi pagi, hendak di bawa ke perpustakaan kota. Namun, suasana hati Hanna yang senang usai dipuji Pram seketika berubah. Lihatlah, surat yang disiapkannya tadi belum satupun ditandatangani. Kekesalan Hanna kemudian memuncak saat melihat salah satu bagian surat ada yang terlipat, tidak rapi lagi.
"Awas kamu, Pram!"
***
Kepadatan jalanan kota mulai terlihat saat matahari berangsur condong ke arah barat. Dari anak sekolah, mahasiswa, karyawan, pegawai, dan penduduk kota lainnya rata-rata sudah beringsut pulang, mengakhiri aktivitas hari ini. Pram dan Hanna memutuskan menaiki bus dan meninggalkan motor mereka di parkiran kampus. Mengendarai motor di tengah kemacetan kota akan memperlambat perjalanan mereka. Terutama bagi Pram, dia selalu meminimalisir penggunaan motor saat berpergian ke suatu tempat. Jika tempat itu masih bisa dijangkau menggunakan kendaraan umum, maka dia akan meninggalkan motornya dan beralih menaiki kereta, bus, atau bahkan naik angkot sekalipun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sedalam Angkasa (Berlanjut)
RomanceAda banyak orang yang menyukai hujan. Menyukai rintik yang memesona saat berduyun-duyun turun ke bumi, menghempas di tanah-tanah kering. Bagi mereka, hujan dapat memberikan ketenangan dan perasaan damai. Terlebih lagi setelah hujan reda, kala aroma...