Chapter 01 : The Dancing Girl

11.5K 834 55
                                    

Decit sepatu yang mengesek lantai seirama dengan ketukan musik terdengar memenuhi ruang latihan yang cukup luas. Pada arah depan terdapat cermin lebar yang menampilkan enam orang yang sedang menggerakkan tubuh mereka. Mengekspresikan lagu yang di putar melalui gerakkan dan mimik wajah.

Hari ini adalah hari evaluasi rutin setelah seminggu berlatih. Mereka harus menguasai choreo secepat mungkin mengingat waktu yang semakin menipis serta masih ada gerakkan dari lagu lain yang harus di pelajari.

Satu bulan bukanlah waktu yang lama. Mereka harus pandai-pandai membagi waktu menyampatkan diri untuk berlatih setiap harinya, belum lagi mereka harus berbagi waktu untuk memakai ruang latihan dengan grup lain. Padahal setiap dari mereka memiliki kesibukkannya masing-masing.

Hal lain yang membuat mereka harus latihan habis-habisan yaitu karena pelatih mereka yang sangat disiplin. Ketika seorang saja melakukan kesalahan tidak perduli besar atau kecil musik pasti akan di matikan seperti sekarang misalnya.

Musik di hentikan secara tiba-tiba membuat gerakkan keenam orang tersebut berhenti dengan bahu turun naik – mencari nafas. Gerakan intens yang mengisi kurang lebih empat menit dari lagu utama mereka begitu banyak menguras energi ditambah lagi beberapa atraksi yang harus di lakukan pada bagian break dance cukup membuat mereka bengek ketika lagu selesai.

"Apa ini yang akan kalian tampilkan di depan banyak orang nanti? Gerakkan belum kompak! Mimik wajah belum ada! Apa yang ingin kalian sampaikan pada penonton nanti? Ingat dua hari lagi kita akan mengadakan street dance, lalu setelahnya fokus pada perlombaan."

Pelatih bangkit dari kursi yang ia dudukki di depan cermin untuk mengamati anak didiknya. Berjalan memutari mereka sembari memberikan beberapa masukkan. Ia memang tipe pelatih yang tegas, ia tidak akan membiarkan anak didiknya terus melakukan kesalahan dan berprinsip lebih baik di hentikan di awal daripada terus di lanjutkan dengan kesalahan. Maka tidak heran musik akan sering di hentikan secara tiba-tiba dan jika saat itu tiba anak didiknya sudah tahu pasti ada yang melakukan kesalahan. Jika tidak mereka tentu saja teman sekelompok mereka. Yang pasti telah terjadi kesalahan.

"Karin gerakkanmu kurang tegas, Sina ingat posisimu baik-baik kau dapat mengganggu konsentrasi temanmu yang lain bahkan bisa membuat kalian terjatuh karena bertabrakan satu sama lain, dan Naku ingat lagu utama ini sedang menceritakan bahwa kalian berhasil move on dari mantan kalian jadi berhentilah tersenyum seperti sedang jatuh cinta."

Dawin, pria berusia dua puluh delapan tahun yang bekerja sampingan sebagai pelatih dance itu terus menasehati anak didiknya. Ia tidak marah, hanya memberikan beberapa nasehat membangun walau terdengar galak namun percayalah bahwa cara mengajar Dawin yang bertindak sebagai guru itu sangat ampuh dibanding jika ia bertindak sebagai teman. Dawin sebenarnya orang yang ramah namun ia sangat prefesional di luar mereka berteman, namun di tempat latihan ia adalah guru.

Ponselnya berbunyi, Dawin meronggoh kantong celananya. Sang Ibu menelponnya maka dengan segera ia angkat sembari keluar dari ruangan. Sementara anak-anak hanya menunduk dan menepuk pundak satu sama lain.

"Aku pamit pulang terlebih dahulu. Ada hal darurat yang tak bisa ku jelaskan. Miana tolong kendalikan Ineffable. Saat gladi ku harap kalian sudah ada peningkatan dan satu lagi,"

Dawin menghentikan ucapannya sembari menunduk beberapa detik lalu kembali menatap keenam gadis yang masih menanti perkataannya.

"Ku harap kalian tidak lupa dengan nama grup kalian. Aku pergi. Bye."

Dawin pergi dengan ransel di sisi kiri bahunya. Sebenarnya ia masih mau mengajar serta memberikan beberapa contoh. Anak didiknya tidak bodoh, mereka hanya perlu di berikan sedikit saran serta contoh maka zimzalabim pada hari H mereka sudah jago semua.

Psycho #MILER2 (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang