07 ll Undangan Mantan

48 10 1
                                    

Vote! Comment! WAJIB!
SELAMAT MEMBACA!

Beberapa bulan ini, hidup Rinjani terasa aman dan tenteram, namun semua berubah saat masa lalunya kembali ke dalam hidupnya.

Rinjani sedang melangkah keluar dari pintu putar apartemennya, hendak menuju supermarket terdekat untuk membeli bahan makanan sebagai pengisi kulkasnya ketika langkahnya membeku di trotoar.

Mobil warna hitam itu dengan pelat nomor yang sangat dikenalinya.

Itu mobil Bastian ....

Dan benar saja, lelaki itu melangkah keluar dari mobilnya dan berdiri tepat di depan Rinjani.

“Hai Rinjani," sapanya seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka. “Apa kabarmu? Aku kemari untuk mengunjungimu, aku merindukanmu,” bisiknya lembut.

Bisikan itu dulu pernah membuat hati Rinjani hangat. Tetapi sekarang tidak lagi, dia menggertakkan giginya dengan marah.

“Apa yang kamu lakukan di sini?”

Bastian mengangkat bahunya. “Mengunjungimu tentu saja, kau pikir apa? Aku harap setelah kamu kabur dengan tingkah kekanak-kanakanmu kita bisa bercakap-cakap dengan kepala dingin.”

Tingkah kekanak-kanakan, katanya?

Rinjani menahan dirinya untuk maju dan menampar Bastian. Berani-beraninya lelaki itu muncul di depannya seolah tidak bersalah dan mengganggu ketenangan hidupnya lagi.

“Aku tidak mau bercakap-cakap denganmu. Minggir!" teriak Rinjani marah, ketika Bastian dengan sengaja menghalangi jalannya di trotoar yang sempit itu. Tetapi Bastian tidak bergeming, dia malahan semakin sengaja menghalangi Rinjani lewat.

“Kita harus bicara Rinjani. Ayolah hentikan sikap kekanak-kanakanmu itu dan berbicaralah dengan dewasa.”

“Aku rasa aku sudah mengambil keputusan dewasa dengan mengakhiri pertunangan kita. Menyingkirlah Bastian dan biarkan aku lewat!”

Rinjani berusaha mencari jalan melewati Bastian, tetapi karena lelaki itu menghalangi jalannya, dia merengut kepada Bastian dengan tatapan menghina, “Ah ... sudahlah!” gumamnya marah lalu membalikkan tubuhnya, hendak berbalik dan meninggalkan Bastian.

Sayangnya gerakannya kurang cepat, Bastian sudah meraih lengannya dan mencekalnya, “Dengarkan aku dulu Rinjani. Mereka menjebak aku, dia sudah merencanakan pernikahanku dengan Bella,” seru Bastian mulai emosi. Lelaki itu bahkan tidak peduli akan lirikan orang-orang di sekitar mereka.

Rinjani mendengkus, "Lalu apa peduliku, huh?!"

"Aku masih mencintai kamu, Rinjani. Ayo kita pergi dari sini, kita menjauh dan melupakan semua yang pernah terjadi. Kita bisa menikah, bukankah kamu juga masih mencintaiku, iya 'kan?"

Rinjani malu, sungguh-sungguh malu. Dengan sekuat tenaga dia berusaha melepaskan cekalan tangan Bastian di lengannya, berusaha melepaskan diri dari Bastian. Dia jijik, dia benci, dan dia sangat muak kepada laki-laki itu.

"Kamu terlalu percaya diri. Dengan sikapmu hari ini sudah mencerminkan kalau kamu itu hanyalah pria brengsek. Aku menyesal telah menjatuhkan hatiku kepada kamu, Bastian. Aku membenci kamu!"

Ternyata kalimatnya telah melukai harga diri Bastian. Emosi lelaki itu tersulut dengan cepat. "Bohong! Kamu masih mencintai aku Rinjani." Bastian semakin mencekal tangan Rinjani dengan sekuat tenaga, membuat Rinjani meringis kesakitan.

"Lepaskan! Atau aku teriak di sini."

"Silakan, aku tidak peduli!" Bastian semakin menarik tangan Rinjani untuk mengikutinya menaiki mobil.

Coffee RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang