13 ll Rasa Rindu

29 8 16
                                    

Vote! Comment! WAJIB!
SELAMAT MEMBACA!

Pintu coffee shop kembali terayung, lagi dan lagi membuat Reynald menoleh—entah sudah keberapa kalinya untuk pagi ini. Ahh ...  bukan. Lebih tepatnya hampir setiap hari dia melakukan kegiatan itu—mengambil alih mesin pembuat kopi. Mengamati setiap pelanggan berharap ada 'dia' datang dan menjadi salah satu pelanggan mereka.

Amanda dan Rio saling melirik, saat raut wajah kecewa bosnya tampak terlihat sangat jelas. Tanpa berkata banyak, Reynald menjauh, ke tempat kesukaannya beberapa hari ini.

"Rio, tolong handle ini, ya!" pinta Reynald sebelum mendekati kaca jendela yang menghadap ke jalan raya.

"Baik, Bos." Rio kemudian memakai apron cokelat, lalu memosisikan diri di area mesin kopi, gelas, dan perlengkapan tempur lain. Sedangkan Amanda berdiri di depan mesin kasir.

Mereka berdua melayani pelanggan mereka yang baru saja datang. Pelanggan yang bersetelan rapi itu memesan satu cup kopi untuk dibungkus dan dengan cepat Rio meracik pesanan laki-laki itu.

Reynald kembali melakukan kegiatan yang sudah beberapa hari ini dia lakukan. Mengambil alih mesin pembuat kopi, lalu berpindah ke depan jendela besar yang mengarah tepat ke arah jalan raya, dari situ dia bisa melihat dengan jelas bangunan itu ... bangunan yang beberapa hari ini tertutup rapat dan tidak pernah terbuka lagi. Wanita itu tiba-tiba menghilang dari peredarannya—wanita itu tidak terlihat lagi berlalu-lalang dalam toko bukunya. Entah di mana Rinjani sekarang?

Setelah bertahan dalam posisinya selama 10 menit. Reynald akan kembali ke ruangannya dengan rasa kecewa yang menumpuk. Mempercayakan coffee shop dan semuanya kepada Rio dan Amanda. Semangatnya redup tak bersisa, seiring menghilangnya Rinjani dari pandangannya.

"Seharusnya aku meminta nomornya hari itu," gumamnya dalam keheningan. Bersandar di kursinya dan menutupi wajahnya dengan tangan.

Kemudian dia kembali teringat dengan foto itu ... foto yang ikut ke cuci oleh Rinjani. Reynald membuka laci meja kerjanya dan menarik selembar foto yang sudah kusut dan pudar di beberapa bagian karena terkena air. Namun, senyum wanita dalam gambar itu masih terlihat jelas. Senyum yang memperlihatkan kepada dunia dan semua orang kalau dia bahagia dan baik-baik saja. Tetapi yang Reynald tahu senyum itu adalah senyuman palsu.

Seketika Reynald merindukan wanita itu dan ... Rinjani.

Di luar ruangan Rio dan Amanda yang menyadari kekalutan bosnya juga ikut merasa sedih. Dia adalah saksi bisu kehidupan Reynald sejak dahulu, rahasia Reynald meninggalkan coffee shop mereka terdahulu dan berpindah ke kota ini.

"Aku merasa kasihan sama bos Reynald." Amanda memulai membuka pembicaraan. Pelanggan tidak terlalu banyak pagi ini, jadi mereka punya kesempatan untuk mengobrol.

"Aku takut kejadian dulu kembali terulang dan menimpa Reynald," balas Rio dengan nada khawatir.

Amanda mengangguk. "Reynald beberapa tahun ini sudah mulai bangkit dan berusaha mengikhlaskan Erika. Aku takut kejadian dulu kembali terulang kepada Reynald, dan membuatnya kembali bersedih."

"Husshh ... pelan-pelan, Amanda." Rio mengangkat jari telunjuknya untuk ditaruh di bibir. Lalu, menengok ke sana kemari, jangan sampai orang yang mereka bicarakan mendengar obrolan keduanya. "Kalau sampai Reynald dengar, bisa mampus kita."

Amanda menutupi mulutnya dengan takut-takut. "Astaga ... apa yang baru saja aku lakukan," ucapnya. Ikut menoleh mencari keberadaan Reynald, yang untungnya pria itu masih berada dalam ruangannya. Aman, batinnya dalam hati.

Nama Erika memang sangat tabu untuk diucapkan. Terlebih lagi kalau ada Reynald di antara mereka. Nama Erika sangat haram untuk disebut, karena itu bisa menimbulkan kesedihan yang mendalam bagi Reynald.

Coffee RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang