Paginya, saat Rafi sudah berada di depan gerbang rumah Fina. Sudah menjadi kewajiban baginya untuk datang ke rumah sahabatnya itu setiap pagi, untuk menjemput dan mengantarkannya ke sekolah. Seperti biasa, Fina selalu membuat Rafi menunggu agak lama di gerbang rumah.
"Maaf ya lama." Fina buru-buru ke luar dari rumahnya.
"Justru kalo lu cepet keluarnya, gue heran."
"Ih!"
"Iyalah, selama ini kan lu lelet, enggak pernah tepat waktu. Hahaha."
"Namanya juga perempuan, Fi. Wajarlah."
"Iya, gue tau, kayanya semua perempuan emang begitu."
"Halah, sok tau. Kaya udah pernah jemput perempuan lain aja."
"Udah pernahlah! Gila kali gue belum pernah jemput cewe lain?!"
"Siapa coba?"
"Ada."
"Sebut aja namanya, siapa?" Fina menantangnya.
"Adalah pokoknya, lu enggak kenal."
"Heh kita temenan dari kecil, dan selalu satu sekolah, mana mungkin gue enggak kenal perempuan mana yang deket sama lu!"
"Iya,iya. Enggak pernah." Balasnya, ia terlihat tidak semangat.
"Hahaha. Lu kan cuma untuk gue, Fi."
"hahaha." Rafi tertawa.
"Sampai suatu hari nanti, lu udah jadian sama perempuan lain. Baru, deh, gapapa lu lebih fokus ke perempuan itu."
"Iyalah, kalo gue punya cewek, ngapain gue jemput lu. Mendingan gue jemput dia. Hahaha."
"Hahaha, yaudah. Siapa juga yang mau dijemput lu lagi, orang gue bisa minta jemput sama Renaldi. Wlee!" Balas Fina dengan sombongnya.
"Yaudah, ayo. Naik. Nanti telat."
Fina mengikuti perintah Rafi, Ia segera duduk di belakang sahabatnya itu. "Ayo." Katanya setelah merapikan posisi duduknya. Rafi segera menjalankan sepeda motornya.
Perjalanan pagi itu, tidak terlalu macet. Sebab, keduanya sudah terbiasa berangkat saat matahari belum terlalu terlihat dari bumi. Sehingga, jalanan terlihat sedikit gelap, dan mobil-mobil atau sepeda motor di jalanan tidak terlalu banyak yang berlalu-lalang.
Fina memang selalu bangun saat adzan subuh, sehingga ia sudah bisa berangkat saat sebelum jam enam pagi. Sedang Rafi, awalnya sulit sekali untuk bangun pagi, tapi lama-kelamaan, setelah terbiasa mengantar jemput sahabatnya, Rafi mulai terbiasa bangun lebih pagi, dan datang menjemput sahabatnya tanpa pernah telat sekalipun.
"Emang Renaldi mau jemput lu ke sekolah?" Rafi memecah hening saat sedang mengendarai sepeda motornya.
"Menurut lu?"
"Ya gue enggak tau. Makanya gue tanya lu."
"Ya orang kalo udah jatuh cinta, biasa mau ngelakuin apa aja, sih, Fi."
"Emang lu udah yakin banget kalau Renaldi udah jatuh cinta sama, lu?"
"Dia yang bilang sendiri, kok, dia suka sama gue."
"Demi apa?"
"Pake demi-demi segala. Emangnya gue pernah bohong, apa?"
"Kok bisa dia bilang suka sama lu secepat itu?"
"Enggak tau, deh. Yang jelas kemaren dia bilang begitu. Enggak tau juga dia bercanda apa serius."
"Bercanda kali?"
"Ah kayanya serius."
"Tapi, Fin. Dia kan belajar aja males, apalagi bangun pagi-pagi untuk jemput lu? Gue rasa dia enggak bakalan mau."
"Jangan sok tau, gue yakin dia mau, kok."
"Yaudah, coba aja ya, Fin. Suatu hari lu minta jemput sama dia."
"Kalau dia mau?"
"Enggak bakal."
"Kalau seandainya dia mau?"
"Entahlah, mungkin emang dia bener-bener suka sama lu."
"Hahaha, oke nanti kapan-kapan gue minta jemput sama dia."
--
KAMU SEDANG MEMBACA
21+ | RAFINA (END)
RomanceRenaldi mulai mendekat, posisi tangannya mulai ia pindahkan hingga dapat memeluk kekasihnya dari samping. Fina hanya terdiam, Dengan perasaan yang sedikit panik, dengan jantung yang berdegub mengencang, ia tetap menikmati hangat tubuh Renaldi. Kedua...