Rafina | 12

19.7K 207 4
                                    

Waktu berjalan. Namun tidak berjalan sesuai harapan Rafi. Nyatanya Fina terlalu banyak menghabiskan waktunya dengan Renaldi. Dari pagi, sampai malam hari. Jarang sekali ada waktu untuk Rafi. Selain itu, Fina juga masih sering makan siang dengan Renaldi di kantin. Membiarkan Rafi makan seorang diri. Membiarkan Rafi makan di kantin dan memandanginya dari jauh.

"Fin. Ke mal yuk, nonton." Kata Rafi yang baru tiba di rumah Fina, di hari sabtu siang.

"Kapan?"

"Sekarang?"

"Kok mendadak banget, Fi?"

"Dari dulu juga kalo mau kemana-mana kita dadakan, Fin."

"Iya, sih."

"Yuk?"

"Yah gue udah ada janji sama Renaldi. Nanti sore gue mau pergi sama dia."

"Renaldi lagi?"

Fina mengangguk.

"Terus kalo lu pergi sama Renaldi terus, pergi sama guenya kapan?"

"Nanti deh diatur lagi jadwalnya. Gue enggak enak, soalnya Renaldi udah ngajak dari kemaren."

"Lu sadar, enggak, sih, Fin?"

"Sadar apa, sih, Fi?"

"Ya sadar lu ini kaya gimana sekarang."

"Emang gue kenapa? Kayanya gue enggak kenapa-napa, deh."

"Lu tuh udah bener-bener sibuk. Pacaran terus. Seolah hidup lu cuma berdua sama Renaldi. Seolah lu enggak punya temen. Seolah lu enggak punya gue."

Fina terdiam.

"La bayangin aja. Dari dulu gue yang anter-jemput lu ke sekolah. Dan udah beberapa bulan ini gue enggak pernah anter-jemput lu lagi. Waktu gue ngobrol sama lu udah enggak ada. Gue udah kaya orang bego berangkat ke sekolah sendirian, pulang juga sendirian tanpa temen ngobrol. Terus di jam istirahat? Biasanya kita makan bareng. Tapi akhir-akhir ini, lu sering banget makan siang bareng cowok lu. Sedangkan gue? Makan sendirian. Lu kira enak? Di jam istirahat lu makan sendiri ngeliatin temen-temen lu makan sama temen-temennya.

"Kan gue bilang, lu bisa makan sama Intan?"

"Lu enggak ngerti. Gue enggak mau makan berdua Intan."

"Kan lu bisa makan sama temen-temen lu yang lain."

"Siapa?"

"Ya siapa aja."

"Lu yang paling kenal gue, Fin. Lu yang tau kalau gue kurang suka main sama temen-temen di sekolah. Dari dulu, gue cuma main sama lu. Lu yang paling tau kalo gue susah untuk bergaul sama orang lain."

Fina terdiam menunduk.

"Lu inget, kan? Bulan lalu lu pernah bilang kalau gue ini sahabat lu dari kecil. Dan enggak ada yang bisa ngehalangin lu untuk main sama gue. Enggak ada yang bisa ngelarang lu untuk ngabisin waktu bareng gue. Tapi nyatanya apa? Lu enggak ada waktu buat gue. Entah, dilarang atau enggak sama Renaldi. Tapi, yang jelas, lu enggak nyisihin waktu buat gue."

"Enggak, kok. Renaldi enggak pernah ngelarang."

"Kalo Renaldi enggak pernah ngelarang, kenapa lu selalu enggak ada waktu buat gue?"

Fina terdiam. Dan di saat yang bersamaan terdengar suara motor Renaldi.

"Sebentar." Fina segera melangkah keluar, ia mendapati kekasihnya sudah berdiri depan pagar rumahnya. Ia tahu, bahwa ini waktunya untuk ia pergi dengan kekasihnya.

"Sebentar ya, Di!" Fina teriak dari depan pintu rumahnya. Lalu kembali ke dalam untuk mengambil tasnya.

"Gue pergi dulu, ya, Fi. Nanti kita omongin lagi soal itu." Ucap Fina sebelum ia pergi meninggalkan Rafi di rumahnya.

Rafi hanya terdiam memandangi sahabatnya dengan wajah yang terlihat marah. Rafi marah, namun marahnya seolah tidak dianggap ada oleh Fina. Ia merasa tidak dihargai. Ia merasa tidak dianggap ada oleh sahabatnya. Hingga, saat sahabatnya dan kekasihnya sudah pergi dari rumah itu, Rafi ikut pergi meninggalkan rumah sahabatnya. Ia rasa, sudah waktunya untuk sementara berhentu berhubungan dengan Fina. Ia rasa sudah waktunya untuk membiarkan Fina menjalankan hidupnya dengan Renaldi. Laki-laki yang sudah memberi warna di hidup Fina. Laki-laki yang sudah memberikan kebahagiaan yang selama ini tidak pernah Rafi berikan.

Rafi pergi ke mal seorang diri. Ia memesan tiket biskop dan pergi makan seorang diri di sebuah restoran jepang. Ia memanjakan dirinya yang sedang kesal hari itu. Ia ingat lagi perkataan Fina soal makan siang dengan Intan.

Rafi kesal. Sebab selama ini Fina seolah tidak sadar bahwa Rafi tidak senang dengan Intan. Ada beberapa hal yang Rafi tidak sukai di diri Intan. Namun Rafi masih bingung mengapa Fina tidak menyadari hal-hal itu. Dulu, awal masuk SMA, Fina seolah sayang sekali dengan Intan, Fina mengajaknya untuk makan siang bersama setiap hari. Sehingga Rafi harus ikut mengenal dan bermain dengannya. Dan sampai sekarang, Rafi menyesali hal itu.

--

21+ | RAFINA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang