7. Gasoline

883 122 114
                                    

Are you insane like me?
Been in pain like me?
Bought a hundred dollar bottle of champagne like me?
Just to pour that motherfucker down the drain like me?

Do the people whisper 'bout you on the train like me?
Saying that you shouldn't waste your pretty face like me?

And all the people say
You can't wake up, this is not a dream
You're part of a machine, you are not a human being

Halsey

.

.

.

Hal berikutnya yang aku tahu, aku tersentak bangun sambil memuntahkan air sungai.

Seseorang berjongkok di sampingku dan mengusap-usap punggungku sementara aku gemetar dan muntah sampai perutku benar-benar tidak ada mampu mengeluarkan apa-apa lagi. Sisa-sisa air sungai terkuras habis dari dalam empedu, aku mengusap bibirku yang gemetar dan beku dengan tanganku yang dingin. Sorot mataku berkelana, mencoba memahami dimana aku berada sekarang dan bagaimana mungkin aku masih hidup. Aku mengalihkan pandangan ke sosok penyelamatku. 

Tolong jangan dia, ​​tolong jangan dia...

Wajah yang tidak asing menatapku. Kim Mihyun, salah satu teman SMA-ku. Dulu dia lebih sering kupanggil Mimi. Jika aku memiliki  banyak energi, aku akan terkesiap dan memeluknya, namun saat ini aku hanya bisa terkejut. Dia masih tinggi dengan rambut hitam yang ditarik kebelakang melalui topi bisbol biru, gadis itu mengenakan kaos perkemahan seperti yang dikenakan pengunjung lain. Dia menawariku seteguk botol mineral dan menggelengkan kepala seolah-olah iba melihatku minum. 

Kutatap dia. "Hai!"

"Hai, Jimin! Tidak kusangka akan bertemu denganmu di sini!" Dia sumringah. "Senang melihatmu! Lama tak jumpa. Aku baru memancingmu keluar dari sana, tahu." Mihyun menunjuk ke arah sungai. "Kau tidak sadarkan diri, jadi aku memberimu bantuan pernapasan, dan aku menemukan pisaumu juga." Dia menyodorkan senjata di tangannya, menawarkannya padaku.

Aku menggigil. "Mimi, dengar, jangan tersinggung, aku senang sekali bisa bertemu dan mengobrol denganmu. Tapi kita harus pergi dari sini. Tidak ada waktu lagi. Salah satu pasienku mengejarku dan dia sangat gila. Dia berbahaya. Kau bisa-bisa dibunuh olehnya."

"Jauh-jauh ke sini? Wah." Mihyun bangkit, menarikku bersamanya, melingkarkan lenganku di satu pundaknya. "Sepertinya itu menjelaskan mengapa aku menemukan kawan lamaku hanyut di air sedingin itu. Kita perlu menghangatkanmu dulu, Jimin. Sekitar satu jam perjalanan ke rumah sakit dan aku tidak tahu apakah aku bisa membawaku keluar hari ini."

"Tolong dengarkan aku, kau tidak mengerti—"

Mihyun mengeluarkan pistol dari pinggul, alisnya terangkat, tersenyum percaya diri. "Jangan khawatir, Jimin. Biar aku yang tangani."

Aku setengah mati memohon padanya dalam perjalanan kembali ke kabinnya, jalan terhuyung-huyung, setengah sadar, tapi dia tidak mau mendengarkan. Sama seperti keluarga tak berdosa yang terbunuh di tangan Jungkook, aku tahu ini akan berujung pada kematian lainnya.

Dari dulu Mihyun selalu berjiwa bebas. Dia tidak suka ditahan oleh apa pun dan memutuskan bekerja menjadi Penjaga Taman Nasional sejak lulus SMA. Aku cukup akrab dengannya, namun kami selalu berada dalam kelompok yang berbeda, tidak pernah benar-benar dekat untuk duduk-duduk bareng di akhir pekan. Aku memikirkannya sambil melangkahkan kaki, berharap dia mau mendengarkanku. Aku tidak dalam kondisi prima untuk menyetir sendiri atau berjalan kaki, jadi aku bergantung padanya.

Don't be scared I love you (Jikook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang