I loved you dangerously
More than the air that I breathe
Knew we would crash at the speed that we were going
Didn't care if the explosion ruined me
Baby, I loved you dangerouslyCharlie Puth
.
.
.
.
Selama sisa waktu istirahat makan siang, Jimin dihubungi sebagai perwakilan murid untuk menghadiri rapat orang tua murid, berkumpul untuk berbicara dengan kepala sekolah tentang kematian Pak Seungjin dan rencana sekolah untuk membuat tugu peringatan. Fokus lainnya adalah menemukan guru pengganti dalam waktu singkat.
Masalahnya, siswa kelas tujuh masih membutuhkan guru IPA. Sudah ada guru IPA kelas tujuh tapi guru itu sudah dipesan juga mengajar IPA kelas delapan. Dan ada batasan jumlah siswa yang diperbolehkan dalam kebijakan.
Satu-satunya adalah menemukan guru baru.
Kepala sekolah berjanji dalam rapat bahwa mereka akan menemukan seorang guru pengganti Pak Seungjin secepatnya.
Jadi selama dua minggu terakhir ini, kelas Taehyun bebas dari IPA. Setidaknya mereka masih diberi tugas oleh guru lain. Namun Jimin tahu betul bahwa sebagian besar dari anak-anak itu tidak menggunakannya untuk belajar, untuk mengobrol dan bercanda.
"Sayang, santailah. Nanti juga bakal ada guru pengganti. Tenang saja," kata Jungkook sambil membantu Jimin menaburkan gula bubuk ke atas roti-roti panggang di piring.
"Aku tahu, hanya saja rasanya tidak adil bagi Pak Seungjin," katanya sambil mengeluarkan satu lagi roti panggang dari oven.
"Jimin, ini semua memang sudah takdirnya, kau tidak bisa menyalahkan siapa pun."
Jimin menggigit bibirnya. "Aku tahu," dia melepaskan sarung tangan ovennya. Lalu berpaling ke handphone di meja, ada satu pesan dari kepala sekolah.
"Apa itu?" Jungkook bertanya dari balik bahu Jimin.
"Kepala sekolah baru saja mengabariku, katanya sudah menemukan seorang guru yang lebih berkualitas," Jimin mendesah lega, tersenyum. "Dan gurunya akan mulai mengajar kelas Taehyun Senin depan."
"Syukurlah," Jungkook ikut tersenyum, mendaratkan ciuman di pipi kanan Jimin. "Kubilang juga apa. Kau tidak perlu khawatir, Sayang."
Jimin mengernyitkan hidung dan tersenyum. Tatapannya belum beralih dari pesan yang dikirim kepala sekolah.
Jung Hoseok...
Hoseok...
Kenapa nama itu terdengar familiar?
Jung... Hoseok?
Jimin mencoba mengggali lebih ke dalam ingatannya. Dimana dia pernah mendengar nama itu? Apa...
Yerin?
Astaga... Jung Yerin?! Kakak sepupu Yerin?!
Jimin seketika teringat pemuda di taman malam itu, pemuda yang berdiri di dekat Haejin dan asik berbincang dengan Haejin sebelum Haejin menawarinya pulang bareng. Pemuda yang tatapannya tidak lepas dari Jimin. Jimin memang jarang melihat wajah Hoseok secara langsung atau dari dekat, karena wajah itu tertutupi kaca mobil, selalu berada dibelakang kemudi, kalau sekedar mendengar nama sih sering, Yerin sering cerita.
Jimin menoleh ke sisi lain, hanya untuk mendapati Jungkook menatapnya penuh selidik. Stop, jangan memancingnya, Jimin. Berhenti mengkhayal dan lakukan tugasmu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't be scared I love you (Jikook)
FanfictionPark Jimin adalah psikiater berusia dua puluh delapan tahun yang bekerja di salah satu institusi yang menangani para 'kriminal gila'. Pekerjaannya memang tidak aman, namun Jimin menemui jenis ancaman baru yang lebih tinggi ketika dia dihadapkan pada...