8. OLIVIA - FLASHBACK: PERMINTAAN SI RAJA MATAHARI

23K 1.3K 5
                                    

"Bukan karena keluargaku, tapi itu adalah karena kamu, Pandji Ardiona Malik."

JAKARTA, JUNI 2009

“Sudah tahu mau kuliah di mana?”

Pertanyaan Laila yang tiba-tiba membuatku membeku sesaat. Aku bingung, jujur saja ketika ditanya menyoal kuliah. Aku bahkan tidak sedikit pun berpikir ke arah sana. Aku sedang dirundung pilu ketika melihat kecemasan kedua orang tuaku tentang kuliah. Terutama ketika kakakku berada di luar kota dan sedang sibuk dengan praktek lapangan. Beberapa waktu belakangan banyak keperluan yang dibutuhkannya tanpa tahu kalau Ibu mencemaskan posisi ayah yang bahkan bisa terkena ancaman PHK. Baru-baru ini si CEO baru perusahaan tempat ayahku bekerja tengah sibuk merombak segalanya. Dia tiba-tiba saja memiliki kebijakan yang membuat ayahku masuk daftar ancaman PHK.

Ayah sudah mengatakan padaku untuk tidak mengatakannya pada bang Dzikra. Tanpa ayah perintah pun, aku tak akan melakukannya. Aku tahu bagaimana sifatnya. Dia pasti akan memilih keluarga ketimbang pendidikannya yang sudah setengah jalan. Ayah juga menghiburku dengan mengatakan kalau aku pasti akan kuliah. Pilih saja, maka ayah akan membayar segalanya. Aku disuruh untuk tidak khawatir, walau kenyataannya tidak begitu. Aku tahu beliau takut dan aku tentu saja bukan anak durhaka yang pura-pura tak tahu.

“Entahlah,” jawabku seadanya pada Laila.

“Hei, lo tuh kenapa? Sudah tiga universitas negeri bergengsi lho yang meminang lo untuk jadi mahasiswi mereka," ungkap Laila yang langsung gue balas dengan gelengan kepala.

Memang benar, sudah ada tiga universitas negeri bergengsi yang meminangku, tapi tak ada satu pun yang menjaminku untuk mendapat beasiswa utuh. Lagipula, posisi universitas ketiganya cukup jauh. Itu berarti akan banyak yang akan dikeluarkan.

“Gue baik-baik saja. Gue harus pulang, La. Ketemu besok lagi, ya!”

Laila tidak menjawab, hanya mengangguk. Dia tahu bagaimana aku. Jadi, dia tak akan memaksa, jika memang aku tidak dapat menjawab apa-apa. Tanpa banyak ucapan perpisahan, aku pun melangkah keluar kelas. Lebih baik cepat pulang dan membantu Ibu di rumah. Namun, ketika baru keluar gerbang, tiba-tiba saja ada sebuah mobil mewah tepat berhenti di hadapanku. Karena merasa tidak memiliki kepentingan, aku pun coba untuk berjalan ke pinggir. Siapa tahu saja ternyata badan kecilku ini menghalangi jalan masuk mobil tersebut. Namun, ketika aku hendak melangkah ke pinggir, seorang pria dari pintu kemudi keluar dan berlari ke arahku, membuatku bertanya-tanya dalam hati akan keperluannya.

“Nona Olivia Malika Wibowo?” tanya seorang pria paruh baya padaku ketika dia telah sampai tepat dihadapanku.

Aku terbengong. Pria dengan seragam safari itu terlihat tersenyum manis padaku, membuatku waspada. Jujur, aku takut sekali. Bisa saja dia ini penjahat yang berniat buruk.

“Tenang saja, saya bukan orang jahat. Saya sopir dari MLK Group. CEO MLK Group, Bapak Aditya Arganta Malik mengirim saya untuk menjemput anda untuk bertemu dengannya di kantornya,” jelas si pria paruh baya.

Aku yang makin saja curiga pada pria ini langsung mengerutkan keningku. Ada banyak pertanyaan di benakku. Membuatku makin enggan mengikutinya. Lagipula untuk apa CEO MLK Group, tempat ayahku bekerja selama ini ingin bertemu denganku?

“Anda berbohong ya? Untuk apa beliau ingin bertemu dengan saya?”

“Maaf, nona. Saya juga tidak tahu. Saya hanya diperintah,” ucapnya sopan.

Dia lalu meraba kantongnya dan mengambil sebuah benda yang aku ketahui sebagai ponsel. Dia terlihat sibuk memencet tombol dan tak lama mendekatkan ponsel tersebut kepada telinganya. Sebelum panggilan benar-benar diangkat, ia mengawasiku. Mungkin takut kalau-kalau aku kabur.

Pacar PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang