14. PANDJI - PULANG!

27.5K 1.4K 9
                                    

"Kamu adalah rumahku untuk pulang."

CANBERRA, AUSTRALIA, AGUSTUS 2013

"Dia sangat mencintaimu. Melarikan diri adalah tindakan paling bodoh yang pernah dilakukan oleh seorang Pandji Ardiona Malik. Kemana perginya biang onar sekolah? Kemana perginya Pandji yang suka iseng ke semua orang?"

Gue hanya dapat terdiam begitu melihat sahabat gue satu-satunya memasuki pintu masuk kedai kopi. Lebih kaget lagi ketika dia menghampiri gadis tomboy yang sejak tadi duduk di hadapan gue ini dan mencium pipinya lembut. Astaga! Sudah sehebat inikah perubahan dari seorang Nayaka Yudhistira? Dia bahkan tampak tak enggan memeluk pingang seorang gadis dan menatap gadis itu sayang. Terang-terangan pula. Oh, tidak Nayaka sekali!

"Gue lagi ngomong. Mikir apa sih?" gerutu Nayaka kesal sambil kembali meneguk kopinya.

Dari sekitar lima menit yang lalu, kami memang duduk agak jauh ke sudut kedai untuk bicara. Gadisnya Nayaka sengaja ditinggal di depan bar kedai. Katanya agar tidak mengganggu reuni dua sahabat lama.

"Sudah berapa lama sama cewek itu?" tanya gue sambil mengendikkan dagu ke arah bar di mana gadis itu sedang sibuk dengan laptopnya. "Sudah waras sekarang?" tambah gue lagi sambil menoleh kembali ke arah Nayaka yang kini hanya tersenyum sinis. Senyum khas dinginnya.

"Gue capek-capek ngomongin soal Olivia, lo justru lebih tertarik sama tunangan gue. Maaf, bro... Dia milik gue!" ucapnya sinis.

Gue hanya terkekeh pelan. Benar kata Olivia, sahabat gue ini benar-benar sudah berubah. Dia bahkan sudah mulai menampakkan emosi di wajahnya yang dulu terkenal datar. Ternyata tak bertemu hampir satu setengah tahun membuat perubahan yang begitu signifikan. Nayaka begitu berbeda dan bahagia.

"Gue masih cinta gadis itu." Gue menghela napas sesaat. Lalu memandang kosong ke luar jendela kedai. Di luar gerimis tengah turun. Mengingatkan gue kalau Olivia menyukai suasana seperti ini. Suasana menenangkan menghitung rintik gerimis sambil menyeruput kopi hitam panas. Akh! Betapa sesaknya merindukan gadis itu. "Tapi... Dia bahkan nggak cinta gue."

"Gue bilang dia sangat mencintai lo. Lo sepertinya budeg. Sudah berapa lama sih lo tinggal di sini, sehingga lupa sama bahasa Indonesia?" ketus Nayaka dingin. Dia ikut menghela napas. Dari sudut mata gue, gue melihatnya ikut menatap tumpukan gerimis. "Dia sedang menunggu lo. Dari hampir setahun lalu. Dia sangat mencintai lo. Sejak dulu gue rasa. Namun, egonya jauh lebih tinggi untuk menyadari semuanya. Dia cuma bingung. Cinta pertamanya yang jelas-jelas menyatakan mencintainya, tiba-tiba memutuskan untuk menikah dengan gadis lain. Itu yang membuat dia secara tidak sadar menyegel perasaannya. Dia takut kecewa lagi. Terutama dengan pria seperti lo!"

Gue langsung menoleh padanya. Dia pun ikut menengok ke arah gue. Tatapannya kini tajam. Menyatakan bahwa ia serius. Keseriusan yang bahkan tak dapat disangkal oleh pikiran gue.

"Pria seperti gue? Maksud lo?"

"Pria tampan yang disukai banyak gadis. Kaya dan memiliki kekuasaan. Urakan dan terlihat tak serius. Bisakah seorang gadis baik-baik dan terkenal berprestasi mempercayai cintanya pada seorang pria seperti itu? Terlebih abang gue yang memiliki kesempurnaan pun bisa menyakitinya. Apalagi lo yang terkesan begitu suka mempermainkan hidup. Apakah iya, dia bukan sekadar mainan buat lo?"

Gue terhenyak sesaat akan fakta itu. Ya! Gue tak pernah sempat memikirkannya. Diri gue adalah sumbernya. Diri gue yang bodoh ini ternyata malapetaka. Kenapa gue tidak pernah berpikir sebaik Nayaka? Kenapa gue tidak pernah sadar kalau ketidakseriusan hidup yang gue jalani membuat seseorang seperti Olivia yang terkenal jenius jadi merasa bimbang? Oh!

"Baru sadar?"

"Tapi... Gue sudah berusaha. Tiga tahun lebih! Apa dia tidak pernah merasakan ketulusan itu? Apa dia tidak pernah merasakan kejujuran dari perasaan gue? Apa dia buta kalau gue selalu menempatkan dia di posisi teratas? Di posisi yang bahkan lebih penting dari kakak gue sendiri. Keluarga kandung gue satu-satunya," ucap gue menggebu-gebu seakan yang sedang berbicara di hadapan gue adalah Olivia. Nayaka tampak mendengus sebal. Dia meneguk kopinya lagi kali ini hingga tersisa setengah.

Pacar PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang