Suara isakan dan sebuah genggaman hangat menarik kesadaran pria muda yang terbaring di atas kasur itu kembali. Matanya masih berat untuk terbuka, tetapi tangisan dari orang yang ia kenal membuatnya ingin cepat terjaga.
"Sky! Sayang ... kamu denger suara Mama?"
Semakin kuat tekatnya untuk membuka mata ketika mendengar namanya dipanggil. Perlahan, tidak ia paksakan dan mengikuti kemampuan tubuhnya hingga berhasil membuka matanya perlahan.
Mama, adalah orang yang pertama kali ia lihat. Wajahnya teramat gusar dan pipinya basah oleh air mata.
"Sayang! Ini Mama, Nak! Ini Mama!"
Sky ingin menjawab, tapi mulutnya pun susah. Ia hanya bisa mengamati orang-orang yang dia kenal sedang menatapnya khawatir.
Badan terasa sakit semua. Hingga rasa sakit itu berpusat pada tangan kanan yang ternyata sudah dibalut gips. Ia pun sulit menggerakkan kepala karena cevrical coral yang melingkar di leher.
Di antara perasaan khawatir yang terus diutarakan Papa dan Mama, Sky coba menarik ingatan apa yang membuatnya terbaring di rumah sakit.
Namun, ingatannya terpangkas oleh suara pintu ruangan yang terbuka. Dua pria yang ia kenali masuk dan mendekat ke arah brankar. Itu Aga dan Haris.
"Bagaimana?" Papa langsung mengajukan pertanyaan pada dua pria itu.
"Semua sudah saya urus, Pak. Namun, pihak kepolisian tetap ingin mendapatkan keterangan dari Pak Sky," jawab Haris, sekretaris sekaligus asisten pribadi Sky.
Papa ganti menatap Aga, menunggu sebuah jawaban dari anak angkat paman Sky yang juga menjadi rekannya dalam berbagai hal. Namun pria itu tidak kunjung menjawab. Ada sebuah keraguan tersirat di mata hitam Aga setelah menatap Sky.
"Apa kita perlu bicara di tempat lain?" tanya Papa.
Sky mengangkat sedikit tangan kirinya. "Omongin semuanya ... di sini ... Ga!" pinta Sky tertatih, berusaha mengeluarkan suaranya. Meski tidak jelas, ia melihat bagaimana Aga memahami keinginannya.
"Aku akan jelasin semuanya kalau kondisimu udah baikan," jawab pria itu.
Sky menggerakkan tangannya. "Bicara ... di sini," paksanya.
"Apa orang itu ... baik-baik saja?" tanya Sky. Suaranya mulai keluar meski tidak terlalu keras.
"Sayang ... jangan pikirkan itu. Biar Papa dan Aga yang urus semuanya." Mama membujuk tetapi Sky tidak mau melakukannya. Ingatan akan kejadian sebelum ia tidak sadarkan diri sudah didapat.
Sky mengendarai mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi sebagai bentuk luapan emosi. Sedangkan ia berada di jalan perbukitan dan saat mendekati wilayah perkampungan ia menurunkan laju kendaraan. Sayangnya, sebelum kecepatan berada di batas normal, sebuah angkot tiba-tiba memotong jalan dan tabrakan tidak bisa dihindarkan.
Tabrakan itu cukup keras, tetapi Sky masih sadar karena airbag yang mengembang. Namun, ia melihat angkot itu terbalik dan pengemudinya tergeletak di jalan. Setelah itu, ia tidak tahu apa yang terjadi dan terbangun sudah ada di atas brankar rumah sakit.
"Kamu bisa keluar dulu, Ga," perintah Papa pada Aga.
"Baik, Pak!" sahut Aga kemudian beranjak pergi.
Papa mengalihkan perhatian pada Sky yang tidak bisa menerima keputusannya. "Papa akan kasih tahu kamu nanti," ujar Papa kemudian beranjak pergi meninggalkan ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanskara Sky [END]
Romance"Menikahlah denganku, aku membutuhkanmu untuk bahagia." -Sanskara Sky