Karena yang paling penting bukan tentang siapa yang menjaga, tetapi di bumi inilah kamu berada.
—Muhammad Ihda HLZ
Di kantor, Sena mengambil berkas milik Farhan dari lemari khusus guru sementara.Selagi para petugas TU tengah istirahat, Sena duduk di sofa dekat telepon. Dia membuka map kuning lalu melihat data diri Farhan. Yang lebih mengagetkan dari sekadar tanggal lahir yang sama, tempat lahir mereka pun sama. Di Lombok, tentu saja. Maka Sena rasa ini bukan lagi sebuah kebetulan, mungkin dia harus mengatakan bahwa barangkali mereka memang saudara kembar?
Sena menggeleng. Di antara banyaknya fakta yang ditemui, tak ada satu pun Sena dapati sebuah pernyataan bahwa dia memiliki saudara kembar. Dan ya, mungkin Sena masih harus memperhitungkan banyak hal lain. Masih banyak sebuah kemungkinan bahwa mereka bukanlah saudara.
Gadis itu menutup map tersebut, lalu meraih gagang telepon dan menekan beberapa nomor milik Elang. Sebelum jam masuk kerja tiba, dia harus sudah berbicara pada Elang semuanya.
Kedua kakinya dientak-entakkan di lantai saat beberapa detik berselang tak ada tanda-tanda jawaban dari seberang. Ke mana Elang?
"Ya hallo." Sebuah suara akhirnya menyapa.
"Bang, aku punya kembaran kah?" tanya Sena. Dia tak mengerti kenapa harus bertanya seperti itu. Dia hanya ingin memastikan bahwa dia dan Farhan tak memiliki hubungan.
"Entahlah. Sena, kamu bisa pulang sebentar? Mungkin bukti ini udah kuat dan kamu akan tahu secepatnya siapa yang menyuruh Musa membunuh orang tuamu."
Sena terperanjat. Namun, bukannya dia senang tetapi dia merasa ada hal ganjil dari suara Elang. Dia terdengar tak bersemangat. Seperti tengah menyembunyikan sesuatu dan Sena tak tahu.
"Siapa, Bang?" tanya Sena.
"Musa dan istri udah di Jakarta kok. Semuanya hampir selesai. Setelah dipaksa, akhirnya dia mau membuat pengakuan dan mungkin kamu nggak akan menduga siapa yang menyuruh mereka," kata Elang.
"Jadi, dia udah dipenjara? Aku baru tahu dia ada di Jakarta. Setahuku Gus Hamdan baru akan menandatangani suratnya tiga bulanan lagi," lirih Sena. Sesekali dia menoleh ke arah pintu dan memastikan semua baik-baik saja dan aman pastinya.
"Belum, tentu saja. Tapi Abang nggak ngerti kenapa tiba-tiba dia mau menjawab semuanya. Mungkin dia mau bertaubat? Tapi ini terlalu buru-buru, dan lebih dari itu orang baru terlibat di dalamnya," kata Elang.
"Abang nggak suka kalau kasusnya terungkap?"
"Nggak ada yang bicara kayak gitu. Kamu pulanglah sebentar kalau mau tahu. Atau ya terserah kamu mau pulang kapan. Besok akan ada sidang dan Sena, doakan saja semoga berjalan lancar. Kamu datang atau tidak, jadwal sidang sudah ditetapkan.
"Mungkin kamu bisa ke sini setelah pembunuh orang tuamu sudah menjadi tahanan. Udah dulu, ya, Abang mau istirahat. Kamu jaga diri baik-baik dan selamat beraktivitas kembali."
Telepon ditutup. Sena terdiam.
Demi apa pun ada banyak kejanggalan dan ini memang terlalu cepat. Elang bertindak bak kilat mengumpulkan banyak bukti tetapi dia tak menceritakan detailnya. Bagaimana akhirnya dia berhasil mengungkap fakta atau apakah di belakang Elang ada seseorang yang membantunya. Seperti sekelompok bayaran misalnya, dan Sena tak paham.
Elang seolah merahasiakan semuanya.
Besok, dia pun tak bisa ke Jakarta. Tiket dari sini ke Jakarta barangkali sudah penuh dan Sena semakin terlihat bodoh oleh permainan Elang yang seolah membuatnya tak bisa berbuat apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[6] Kilometer 14 (Completed)
Spiritual#Ibnu Rusyd Wajibnya mengabdi satu tahun di pesantren sebagai syarat pengambilan Syahadah, membawa gadis 18 tahun bernama Avicenna terjebak di pesantren khusus Putra, Ibnu Rusyd. Di sinilah keberanian serta ketegasan Sena diuji bagaimana dia harus...