Bagian empat; Anindita

108 18 1
                                    

Sekitar pukul 7 malam, pemuda bernama lengkap Aksara Sansekerta itu berpamitan kepadaku, tak lupa juga kepada bunda serta ayahku. Katanya sih buru-buru. Sebab, ia harus pergi kerumah nenek nya diluar kota.

Sedikit sedih karna pemuda itu hanya sebentar singgah dirumah. Tapi, aku tidak boleh egois. Ayo bersyukur, kak Sansekerta sudah mau mengantarkanmu pulang kerumah.

Pemuda itu menaiki mobil hitam miliknya. Ia membuka jendela mobil lalu tersenyum kepadaku dan tidak lupa hasta nya melambai.

"Sampai jumpa, Jingga. Terimakasih untuk teh nya juga," ujar nya.

"Iya kak, terimakasih kembali."

Aku melihat ia serta mobil hitam nya mulai menghilangkan jejak. Aku melamun sambil berpikir, "masih tidak percaya bahwa 'dia' bertemu denganku, sampai-sampai mengantarkanku pulang," pikirku.

Sebuah suara mengangetkan lamunanku. Segeralah lha aku menoleh ke sumber suara. Ternyata ia adalah Jay, sahabat masa kecilku yang sangat berharga. Kenapa berharga? karena dialah salah satu sahabat yang mengisi hari-hari ku.

"JAY!"

"Maaf ya Jingga, gak ada maksud ngagetin. Tapi kamu yang emang suka kagetan kan, terus suka melamun," tutur pemuda berusia 18 tahun itu.

"TAU AH! Aku mau masuk kerumah dulu," jawabku sedikit kesal.

Jay menarik tangan ku, "eh Jingga, aku kesini mau minta tolong. Anterin beli makan nya si Kiko."

Sungguh, Jay itu anak yang suka sekali merepotkan orang, terutama aku. Tapi tetap saja akan ku bantu, ya karna dia merupakan sahabatku. Kalian perlu tau, Jay itu pemuda yang sangat ambisius. Dia juga merupakan anak yang lincah, alias sifatnya seperti cacing yang kepanasan.

Ditambah lagi dia mempunyai motto yang unik, mottonya ialah 'menjaga dan melindungi Jingga', ujar dia saat kita masih berumur 10 tahun. Lucu bukan? Pemuda ini punya 1001 cara untuk membuatku serta orang terdekatnya tersenyum.

"Perginya naik vespa ya, Jay?" ujarku sembari mengangkat kedua alisku.

"Yaiyalah"

"Tapi, nanti sepulang beli makan Kiko. Ayo buat puisi diksi lagi," kataku.

"Siap Jingga!"

Aku tersenyum. Segeralah lha Jay mengambil motor vespa nya dirumah. Rumahku dan rumah Jay berdekatan.

"Jingga, ayo naik!" Aku mengangguk tanpa berkata apapun pada Jay.

                ⋆                  ⋆                 ⋆

"Makasih Jingga. Lain kali nanti ikut aku pergi lagi ya," ujar Jay sembari menampakkan senyum nya.

"Siap."

Aku membuat gestur hormat kepada Jay. Pemuda itu tertawa ringan melihat perilaku ku.

Aku membalikkan tubuh, hasta ku membuka sedikit demi sedikit gerbang rumah. Sedangkan Jay kembali kerumahnya.

Kulihat ruang tamu serta ruang keluarga sudah nampak sepi. Mungkin Ayah dan bunda sudah terlelap. Sementara aku merasa lapar.

Aku berjalan kearah ruang makan. Perutku belum diisi sejak tadi pagi. Yang kulakukan hanya minum air putih saja. Tidak ada rencana diet, tapi memang sedang tidak mood makan. Biasanya sehari aku bisa makan banyak, ditambah lagi nyemil.

                   J E E S S U F F L Y
                     Proudly Present
      

TITIK PULANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang