2. Tugas

27 6 1
                                    

"Apabila sesuatu yang kau senangi tidak terjadi, maka senangi lah apa yang terjadi,".   

-Ali bin Abi Thalib.

🌸🌸🌸

Alma berjalan menyusuri koridor dengan setengah berlari. Waktu menunjukkan bahwa kelas akan dimulai setengah jam lagi. Belum terlambat memang, tetapi karena kabar yang di beritahukan Shasha di WhatsApp tadi, Alma jadi agak tidak enak hati karena sudah membuat dosennya menunggu.

Alma sampai di depan kelas. Kini enam pasang mata tertuju kearahnya yang sedang berusaha mengatur nafasnya.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumussalam," jawab ketiganya dari dalam kelas.

"Kamu kenapa, Al ?" Tanya seorang gadis cantik mengenakan gamis marunnya.

Gadis cantik itu bernama Nadhira Azmi Falisha, yang biasa orang memanggilnya Dhira. Seorang gadis muslimah dengan postur badan yang agak tinggi, selisih 15 cm dengan Alma.

Wajahnya yang anggun dengan senyuman berpadu gingsul kecilnya, bulu matanya yang lentik, serta suara yang agak nge-bass.

Karena pastur tubuhnya yang agak tinggi, membuatnya terlihat sangat dewasa. Padahal, usut punya usut Dhira lebih muda dari pada Alma. Gadis 19 tahun itu kini kuliah di fakultas ilmu kedokteran. Sehingga, membuatnya harus berpisah kelas dengan kedua teman dekatnya tersebut.

"Buru-buru aku tuh," Jawab Alma yang masih menyesuaikan ritme nafasnya.

"Permisi, Pak. Tadi katanya Shasha Bapak nungguin saya ya, Pak?, Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Alma dengan sopan bertanya kepada dosen mudanya itu.

"Begini Alma, saya mau meminta bantuan kamu, apa kamu bisa bantu saya?"

"Oh, dengan senang hati, Pak. Insyaallah,"

"Baik, kalau begitu silahkan ikut keruangan saya," perintah Rikky, sembari berjalan menuju keluar kelas.

Alma yang hendak mengikutinya dari belakang, sebelumnya memberi isyarat kepada kedua teman dekatnya itu untuk menemaninya. Walaupun nantinya Shasha dan Dhira akan menunggu di luar juga.

▫️▫️▫️

Rikky menapakkan alas kaki pada ruangan ber-AC yang isinya sangat tersusun rapi, sehingga membuat Alma terperangah seketika.

"Kenapa?" Tanya Rikky, yang heran ketika melihat fakusnya Alma.

"Hah, ouh nggak apa-apa, Pak. Saya cuma kagum aja sama design nya, sangat rapi dan menarik untuk di pandang," jelas Alma, sambil gugup ketika dirinya tiba-tiba di tanya dengan dosen muda itu.

Rikky yang mendengar penjelasan dari Alma hanya terkekeh kecil. Dosen muda 27 tahun itu tak hentinya mencuri pandangan untuk melihat wajah Alma.

"Silahkan duduk," perintah Rikky.

"Baik, Pak. Terimakasih," jawab alma lalu bergegas duduk di kursi yang ada dihadapan Rikky.

"Jadi begini, Alma," ucap Rikky, mengawali pembicaraan.

"Langsung to the point aja. Jujur Alma, saya begitu sangat mengagumi kamu sejak beberapa bulan awal kamu menjadi mahasiswi di Universitas ini. Saya selalu memperhatikan kamu dari jauh, saya selalu mencoba mencari tahu berita tentang kamu, bahkan saya mencurahkan isi hati saya kepada Allah bahwa saya ini mencintai kamu," bahas Rikky dengan sikap yang salah tingkah.

Tak kalah dengan salah tingkahnya Rikky, Alma pun merasakan hal yang sama. Kini jantungnya berdegup tiga kali lebih cepat, pipinya mulai memerah, bahkan tangannya yang mulai bergetar.

Yang benar saja, ini kali pertama Alma mendengar bahwa ada seorang lelaki yang mencintai dirinya. Dan kini yang mengatakan pertama kalinya adalah dosen kampusnya.

"Maaf, Pak. Tapi tadi bukannya Bapak bilang ke Shasha kalau saya mau dikasih tugas ya, Pak?" tanya Alma, mengalihkan pembicaraan. Berusaha bersikap setenang mungkin tanpa terlihat gugup. Tapi nihil, Alma sulit melakukannya.

"Memang benar, saya akan memberikan tugas ke kamu. Tugasnya adalah menjadi istri saya untuk kelak menjadi ibu dari anak-anak saya," ucap Rikky, membuat ritme pada jantung Alma bertambah lebih cepat. Kini Alma sangat sulit untuk mengaturnya.

"Bolehkah saya menjadi imam hidupmu, Alma?, Insyaallah saya bersedia menerima segala kekurangan yang ada pada diri kamu. Dan saya akan mencoba memaklumi serta selalu bersyukur atas segala kekurangan yang ada dalam diri kamu," pinta Rikky, seraya mengeluarkan kotak merah pekat yang ada di saku jasnya.

Alma yang kini semakin salah tingkah dibuat Rikky, tak tau lagi harus bagaimana, harus menjawab apa, pun Alma tak tau apa yang sedang dilakukan dan apa yang ada dalam pikirannya sekarang.

"Maaf, Pak jika saya lancang dan mungkin tidak sopan. Tapi saya harus pergi, karena sepuluh menit lagi kelas akan dimulai," sanggah Alma, bergegas untuk keluar ruangan yang membuatnya seperti orang yang tekena serangan jantung mendadak.

"Tapi Alma,"

"Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Saya harus permisi," Selak Alma, sembari bangkit dari kursi panas itu.

"Tung..."

"Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam" jawab Rikky lemas.

▫️▫️▫️

N.p: jumpa lagi para pembaca Almaira, gimana? Deg-deg gak sih kalo dilamar dosen sendiri?

Ok tunggu kelanjutannya yah. See you next part Guys,.

AMAIRA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang