Mengenai Kutukan

108 23 2
                                    


Sifat manusia, pada dasarnya selalu ingin menang.

Manusia tidak suka kalah

Apa lagi dengan yang mereka anggap tidak pantas.

Pepatah bilang 'tak kenal maka tak cinta.'

Dalam sisi buruknya, tak kenal maka tak ada rasa saling perduli.

Tak ada hal yang mau di bagi, tak ada yang di anggap.

Dan ingat.

Kamu tidak akan mendapatkan apa-apa kalau kamu bukan siapa-siapa.

Manusia itu serakah.

Hati-hati.

Banyak yang ingin berteman denganmu untuk mendapat keuntungan itu.

.

     Robi sudah berada di ruang tamu kediaman Adnan. Hari ini hari sabtu dan tidak ada kegiatan belajar mengajar sekolah, hanya ada kegiatan ekstra yang baru akan di mulai jam 9 nanti di sekola. Sekarang baru pukul 07:30 pagi, masih ada satu setengah jam lagi untuknya berbincang bincang dengan Adnan, pamannya.

    Seminggu sudah dia pikirkan tentang kejadian di perayaan ke 60 sekolah mereka, dan mengingat perkataan Fani di kantin waktu itu benar-benar membuatnya lebih kepikiran. Baginya, hanya Adnan yang paling tahu soal masalah ini. Adnan juga lah yang menyuruhnya berhati-hati. Dia ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi, dia benar-benar ingin tahu tentang sekolah ini di masa lalu. Bukan, baginya, semua teman-temannya harus tahu tentang ini. Karena bagaimana pun, Robi tetap menyayangi teman-teman seperjuangannya.

     "Kamu tumben loh Bi pagi-pagi ke sini. Mau ngomongin apa sih sama om?" Tantenya, Marisa, membawakan kudapan kecil ke hadapannya.

     Robi benar-benar bisa melihat luka di dekat dahi Marisa. Bukti kecelakaan yang di alaminya 30 tahun lalu, kecelakaan di tahun 88 yang di ceritakan Adnan padanya. Itu salah satu alasannya benar-benar mempercayai Adnan. "Mau ngomongin soal perayaan kemarin mungkin Ma. Robi kan masuk kelas Seni, dia pasti ikut andil dalam kepanitiaan perayaannya dong." Adnan yang duduk di sebrang Robi menatap istrinya dengan senyuman. Kemudian melirik Robi di depannya, memberikan kode agar Robi mengikuti alur permainannya.

     Robi mengangguk cepat. "Iya tan, Robi ikut tim kreatif. Karena acaranya juga sekalian sama acara reuni makanya Robi ke sini. Mau nanyain pendapat Om soal perayaan kemarin buat di jadiin referensi tahun depan." Robi menggaruk hidungnya. Kebiasaannya saat sedang gugup, dan berbohong selalu membuatnya gugup. Entah Marisa tidak memperhatikan atau berpura-pura tidak tahu, tapi dia hanya mengangguk dan tersenyum.

     "Sepenting itu ya, Bi? Kalau Tante sih, malas aja sampai ngurusin secepat kamu ini." Marisa duduk di samping suaminya, kemudian membenahi kudapan yang berantakan. Kebiasaanya sejak SMA yang tidak pernah betah melihat benda-benda berantakan. "Iya kan, Pa?"

     Robi buru-buru menjawab. "Tahun depan Robi lengser Tan, jadi mau buat acara sebagus mungkin sebelum lulus. Sekalian mau ketemu Om juga kok Tan, biasa obrolan cowok." Marisa cemberut saat Robi menekan kata cowok di kalimatnya, yang berarti perbincangannya dan Adnan tidak mau di ganggu siapa pun, termasuk dirinya.

     "Ya udah, tante mau main sama Ana aja." Marisa buru-buru menghampiri Ana yang ada di kamar cukup jauh dari ruang tamu tapi masih bisa terlihat. Sepupu Robi yang baru berusia 4 tahun itu sudah menunggu mamanya sambil mengelus-elus rambut boneka Barbie miliknya. Yang entah kenapa, membuat Robi merinding karena wajahnya.

     Adnan buru-buru membetulkan posisi duduknya dan sedikit memajukan tubuhnya ke arah Robi agar suaranya yang sengaja dia buat pelan terdengar. "Jadi, ada yang terjadi sama kelas kamu?" Robi lega, omnya bahkan paham sebelum dia memberitahunya.

Siapa Yang Kesurupan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang