Peraturan Baru Kelas

78 22 5
                                    

.

.

Kini pukul 10:30. Sudah 1 jam lebih sejak kejadian April terjatuh tadi.

Suasana di ruang seni benar-benar tegang saat ini. Mereka terdiam seribu bahasa sejak di lihatnya April meraung-raung kesakitan di ruang UKS dan perkataan Robi tentang pembicaraannya bersama Om Adnan tadi, bagi mereka semua ini terlalu tiba-tiba dan berlebihan untuk di cerna dalam waktu yang singkat.

Mereka tidak sepenuhnya percaya dengan Robi, tapi jika melihat keadaan April sekarang, bukankah seharusnya mereka mulai percaya dan mengambil tindakan?

Tapi sekali lagi, semuanya terlalu berlebihan.

Pintu tiba-tiba terbuka, memperlihatkan wajah ketua kelas mereka ─Dimas─ dan Robi yang mengikutinya dari belakang. Semua mata menuju ke arahnya, berharap ada kabar bagus yang akan mereka dapatkan "Ok, gua mau ngomong." Ucap Dimas.

Nana menatap ke arah Devi dengan cengiran lebarnya. "Kok gua deg degan ya?" Devi yang paham pun ikut menyengir dengan lebar. "Apakah ini yang di namakan cinta?"

Mereka terkikik berdua, berpkir kalau perkataannya barusan akan membuat suasana yang tadinya tegang menjadi lebih cerah. "Gak lucu ego bercanda pas kaya gini!" Cindy yang geram dengan cepat memukul kepala mereka dengan buku paranada yang di pegangnya. Membuat dua orang tadi hanya cemberut dan diam.

"Jangan serius-serius banget juga dong!" Risma menimpali, di balas anggukan oleh dua orang korban pukulan tadi. "Emang suasananya lagi serius, Ris. Yaampun." Rika mencubit lengan Risma dengan kencang, di balas dengan perkataan 'aduh' darinya.

"Udah lah Dim, to the point aja, banyak banget tugas." Intan mencebik sebal saat di rasanya topik perbincangan akan melencang jauh ke hal-hal yang tidak di inginkan. "Gua sih udah ga mikirin tugas, Tan." Tasya membetulkan ikat rambutnya sambil menatap Intan malas.

Dahlia melihat Tasya tidak terima. "Lu merasa mau mati gitu Tas? Jadi gak ngerasa wajib ngerjain tugas?"

Rakha yang merasa suasana bisa saja memanas mulai menengahi. "Udah jangan berantem, kita tuh harusnya sekarang makin deket bukan kaya gini."

"Ok, stop. Gua mau ngomong." Dimas menggaruk kepalanya, pusing dengan tingkah teman-temannya ini. Di lihatnya April yang masih duduk sambil menunduk di pojok ruangan, di temani Udin yang terlihat merasa sangat bersalah di sebelahnya. Robi sudah menceritakan semuanya tadi di depan anak-anak yang lain, dan mereka (Dimas dan Robi) sudah berbicara secara 4 mata tentang apa yang harus mereka lakukan. Karena sama seperti yang lainnya, dia juga benar-benar kaget dan tidak tahu harus apa.

Sela mengangkat tangannya, kebiasaannya setiap menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. "Please cepet ngomong, gua gak mau keluar topik." Dan Dimas hanya mengangguk paham.

"Pril, kaki lo?" tanyanya pada April yang kakinya sudah terbalut perban di pojok ruangan sana. "Gua gak apa kok, paling jalannya pincang aja besok." Yuni yang ikut duduk di sebelahnya cemberut dan menggandeng tangannya. "Cepet sembuh ya, Pril." Bisiknya. Dengan raut wajah yang..... Tidak bisa diartikan.

Dimas menghela nafanya sebelum memulai. "Jadi gini, gua mutusin buat bikin peraturan baru untuk kelas kita." Dan terdengarlah hembusan nafas kasar dan lontaran-lontaran tidak setuju dari teman-temannya yang lain.

"Ribet banget sih." Fajar menaikan satu kakinya ke meja, alisnya bertaut tanda dia tidak terlalu suka dengan apa yang di lontarkan Dimas barusan. "Kita emang butuh aturan kalau mau kejadian kaya gini cepet selesai." Kini giliran Rama yang menghadiahkan Fajar pandangan tidak sukanya. "Asal jangan ngeribetin pas ulangan aja." Sambung Sela.

Siapa Yang Kesurupan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang