Bukannya Allah tak akan merubah nasib suatu kaum kalau bukan dia sendiri yang merubahnya?
***
Lian menatap bangunan sekolah bertuliskan SMA Labschool di hadapannya. Ia tersenyum penuh kemenangan. Setelah beberapa hari yang lalu ia meminta mamanya memindahkannya ke sekolah ini, akhirnya ia benar-benar bisa menginjakkan kakinya.
Baru saja Lian akan melangkah memasuki gerbang sekolah, teriakan seseorang yang tak asing tengah memanggil namanya. Ia berbalik menatap seorang pria di hadapannya yang nampak ngos-ngosan.
"Lo tega banget, gue panggil gak nengok dari tadi," ucap pria itu dengan masih berusaha mengatur pernapasannya.
"Lo ngapain di sini?" tanya Lian pada pria yang tak lain adalah sahabatnya, Haris.
"Gue pindah sekolah."
Lian menatap Haris kaget. Pasalnya ia tidak pernah mengatakan niatnya pindah sekolah pada sahabatnya itu, tapi 'kenapa Haris pindah juga?'
"Lo-"
"Gue ngikutin lo. Kata Tante Rika, lo pindah sekolah," jawab Haris dengan cengiran khasnya.
"Bosen sama lo mulu," ucap Lian sambil berlalu meninggalkan Haris yang memberengut kesal.
"Tungguin gue, woy!"
***
Lian menatap plakat bertuliskan 12 Mia 3 di hadapannya. Setelah mendatangi pihak kesiswaan, akhirnya ia di tempatkan di kelas ini dan bersama Haris tentunya.
"Ayo, masuk!" ajak Pak Bimo-guru biologi yang tengah mengajar di kelas tersebut.
"Baik anak-anak, kalian kedatangan dua teman baru. Silahkan perkenalkan diri kalian!"
Lian tersenyum sambil mengangguk patuh pada Pak Bimo. 'Ia tidak mungkin bersikap onar di hari pertamanya sekolah di sini kan?'
"Assalamualaikum. Halo semuanya-" Lian menjeda ucapannya membuat semua siswi menatapnya kagum, bahkan ada yang terang-terangan memujinya. Bagi Lian, ini adalah hal yang biasa.
"-nama gue Alian Dava Mahendra, panggil saja Lian," lanjut Lian singkat kemudian disusul oleh Haris yang juga memperkenalkan namanya. Perkenalan Haris juga membuat siswi-siswi nampak heboh meskipun tidak seheboh saat Lian mengenalkan dirinya. Lagi pula Haris ini cukup menawan dengan lesung pipinya.
"Ada yang ingin ditanyakan pada kedua teman baru kalian?" tanya Pak Bimo yang mendapat banyak acungan tangan dari para siswi.
"Lian, alamat hatinya dimana?" tanya salah seorang siswi yang sedikit 'centil' membuat Lian menggelengkan kepalanya. Andai saja Lian tidak mengingat misinya pindah ke sekolah ini, tentu ia sudah memanfaatkan situasi mempermainkan gadis-gadis itu.
"Sudah-sudah kalian ini! Baik, Lian dan Haris kalian bisa duduk di bangku kosong di pojok."
Lian mengangguk diikuti Haris yang berjalan di belakangnya. Bagi Lian, duduk di pojok belakang seperti ini adalah anugrah. Tempat ternyaman untuk tidur.
.
.
Lian berulang kali menatap jam di pergelangan tangannya, rasanya ia sudah duduk terlalu lama mendengarkan celotehan Pak Bimo. Ia mengacungkan tangannya dan meminta izin ke toilet.
![](https://img.wattpad.com/cover/237890482-288-k227964.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Philophobia✓ [Sudah Terbit]
Dla nastolatkówSudah Terbit! Bagi Lily, jatuh cinta sangatlah menakutkan. Rasa itu hanyalah kesuraman yang terdiri dari hitam dan putih. Dia telah hidup baik-baik saja tanpa berhubungan dengan laki-laki. Namun, monokromnya terusik saat tuntutan yang tak terduga m...