Bab 6 Permintaan Maaf

196 36 2
                                    

Aku tidak pernah memohon apapun pada siapapun, tapi kali ini izinkan aku melakukannya untuk mendapat maaf mu.

***

Seorang gadis yang tengah terlelap dalam tidurnya kini mulai mengerjapkan mata kala cahaya matahari menerobos melalui celah-celah jendela yang sedikit terbuka.

Gadis itu-Lily, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk dalam retinanya. Mulai mengumpulkan nyawa, kemudian berjalan menuju kamar mandi.

Setelah selesai dengan ritual mandinya, Lily melangkah ke arah walk in closet mengambil seragamnya kemudian memakainya.

Ia menatap pantulan dirinya dalam cermin di hadapannya. Menatap tepat di matanya yang sarat akan kesedihan.

"Sampai kapan lo bisa bertahan, Ly?"

"Sampai kapan lo harus pura-pura kuat?"

"Sampai kapan takdir terus perlakukan lo gak adil?"

"Sampai kapan?"

Pertanyaan bertubi Lily layangkan pada pantulannya. Tidak lama, ia menatap pantulan dirinya yang mengeluarkan air mata. Dia, menangis lagi.

Sejujurnya, Lily lelah dengan semua keadaan yang terus menuntutnya untuk terlihat baik-baik saja bahkan di saat ia tengah di ambang kehancuran. Lily hanya gadis biasa yang ingin bahagia tanpa tekanan.

"Gue pengen bebas," gumam Lily lirih.

Tok tok tok ... ceklek.

"Ly!"

Lily menghapus air matanya dengan cepat. Memoleskan sedikit bedak ke pipinya untuk menyamarkan bekas air mata.

"Iya, Bu."

"Sarapan dulu terus berangkat ke sekolah, yuk!"

Lily tersenyum seraya mengangguk. Meraih tasnya, kemudian mengikuti langkah Ibu Lastri ke arah ruang makan. Sarapan yang selalu sama di setiap paginya ... sepi.

***

Lily berjalan seraya menunduk melewati gerbang SMA Labschool. Saat berbelok ke arah koridor menuju kelasnya, langkahnya terhenti karena sepasang sepatu menghalangi langkahnya. Lily mendongakkan kepalanya menatap pria yang tersenyum padanya.

"Ly-"

"Gue buru-buru!" tegas Lily. Berjalan melewati lelaki itu.

Lian yang melihat Lily akan berlalu dengan segera menarik tangan gadis itu membuat Lily bergeming.

"Sorry, gue—gue gak bermaksud...."

Lily menarik napas dalam berusaha menormalkan jantungnya yang berdebar. Ia tidak ingin pingsan lagi hanya karena lelaki itu. Sekali lagi ia menatap Lian yang memandangnya dengan rasa bersalah, lantas berlalu meninggalkannya.

"Lo kenapa?"

Lily menggelengkan kepalanya pelan membalas pertanyaan Karin. Ia sedang tak ingin membahas hal yang tidaklah penting.

Philophobia✓ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang