Ten.

726 111 7
                                        

  
  
  
"Jumat kemaren di sekre BEM emang gaada orang ya? Sekitar jam 5 mepet maghrib gitu?" tanya Dira pada salah satu temannya yang lain yang merupakan pengurus BEM fakultas.

Dira tidak sengaja bertemu dengan temannya itu—Lia, di kantin saat makan siang. Meskipun Dira menganggap kejadian dua hari lalu itu hanyalah kesalahan penjaga kampus yang mengira sudah tidak ada orang lagi di studio sehingga menguncinya begitu saja, Dira masih ingin tahu bagaimana keadaan sebenarnya di luar saat itu.

Lia mengerutkan dahinya, "Bentar, Jumat..." gumam Lia. "Jam 3an sih gue ke sana abis kelas terus langsung balik, sendirian. Abis itunya juga gue rasa gaada anak BEM yang ke sekre deh, soalnya kita semua rapat di luar, jadi sekre kita kunci."

Dira mengangguk mendengar penjelasan Lia.

"Emang gimana ceritanya deh Dir lo bisa kekunci gitu? Kekunci sama penjaga?" tanya Lia heran. "Tapi penjaga kan biasanya keliling fakultas jam 9an, masih jauh lah kalo jam segitu studio lo udah dikunci?"

"Orang gue rapat sama BEM di sekre sampe jam 9 lebih aja kadang masih belum ada yang keliling," tambahnya.

Dira tertegun, benar juga apa yang dikatakan Lia tadi. Penjaga kampus hanya akan keliling jika sudah melewati jam 9, seluruh mahasiswa tidak boleh ada yang masih berkegiatan di kampus di atas jam itu.

Lalu siapa yang mengunci studio di luar jam penjagaan keliling?

"Dir, gue cabut duluan ya! Ada kelas, nih!" ucap Lia membuyarkan lamunan Dira. Dira lalu tersenyum dan melambaikan tangan pada Lia.

Tak lama sejak Lia pergi, Doyoung muncul dari arah berlawanan dan mata keduanya saling bertautan. Langsung saja Dira membuang tatapannya agar Doyoung tidak sadar kalau dirinya ada di sana, walaupun sia-sia karena Doyoung segera mendekatinya dan duduk di hadapannya.

"Ngapain buang muka gue tau lo di sini," ucap Doyoung.

Dira mendengus. "Ketauan deh. Jangan marahin gue lagi ya, udah tiga hari yang lalu," balasnya.

"Siapa juga," balas Doyoung lagi dengan ketus.

"Barangkali, kan lo khawatir banget sama gue."

Doyoung menaruh tatapannya pada Dira. "Emang kenapa kalo gue khawatir sama lo? Gak boleh?"

"Lainkali jangan kayak gitu, bikin gue panik aja." ucap Doyoung malah memarahi Dira lagi.

"Tuh katanya gak mau marahin gue lagi?" protes Dira sambil menunjuk wajah laki-laki di hadapannya itu.

"Ck. Iya gue gak marah, Andira!" Doyoung menurunkan jari telunjuk Dira. "Tapi lo beneran gak kenapa-napa kan?"

"Fisik sih ngga. Panik doang. Panik banget, deh." balas Dira.

"Siapa sih ngunci-ngunci studio segala? Masa gak tau masih ada orang di dalemnya?" tanya Doyoung dengan nada sedikit ngegas. "Satpam fakultas ya?"

 
Dira menggeleng pelan. "Gak tau. Gue juga gak tau siapa, yang bikin aneh juga kenapa cuma studio comers doang yang mati lampu sedangkan lorong sama ruangan lain ngga?"

Doyoung mengernyit. "Loh? Cuma studio doang yang mati lampu?"

"Heem. Apa lampu studionya emang harus diganti ya?" gumam Dira lalu menyeruput teh manisnya. "Ah gatau deh,"

"Btw lo ngapain kesini? Gak kelas?" tanya Dira mengganti topik.

"Lo ngapain di sini?" ucap Doyoung malah bertanya balik.

"Gue nungguin Mark, baru abis ini kelas," balas Dira.

Doyoung berdiri lalu memakai tasnya. "Yaudah gue duluan ya, ada kuis," ucapnya sambil berlalu.

Radio • DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang