2

572 41 0
                                    


Hari ini Alicia sibuk sekali, menyiapkan dekorasi untuk pesta pernikahan yang akan dilaksanakan tiga hari lagi. Merasa badannya lelah, Alicia berpamitan hendak beristirahat di kamar kepada semua orang yang ada di ruang tamu.

Tetapi tetap saja, ia tak bisa bersantai. Ia bangkit dari posisi berbaringnya lalu berjalan menuju meja belajar. Tangannya mengangkat sebuah kotak berpita biru muda dengan senyuman lebar. Rasanya tidak sabar melihat reaksi seseorang yang akan menerima kado ini.

"Semoga suka."

Berbicara tentang kado, Alicia menjadi teringat sosok itu, Raffa. Dulu saat lelaki itu berulang tahun, Alicia memberikan kado yang isinya ... ah! Alicia meringis. Memalukan sekali kalau diingat.

"Bagaimana bisa aku memberikannya fotoku dan boneka matahari sebagai kado ulang tahun? Terlebih aku memberinya surat yang isinya ... Ah, memalukan! Kamu, benar-benar aneh, Alicia!" Alicia menutup wajahnya lalu bergidik. Membayangkan reaksi 'mantan pacarnya' dulu, saat membuka kado darinya.

Bagaimana kalau Raffa mengingat kado itu? Apakah kado itu masih disimpan olehnya?

Alicia menggeleng tegas. Jari telunjuknya mengetuk dahinya, berharap dapat melupakan kejadian memalukan itu. "Memalukan! Bagaimana kalau dia ... tunggu! Kenapa aku malah ... memikirkannya?" tanyanya heran. Kepalanya menggeleng berkali-kali.

"Ingat Alicia, kamu bukan siapa-siapanya lagi. Dia pun bukan siapa-siapamu! Dia hanya ..." Alicia menghela nafas, meletakkan benda persegi di tangannya lalu menghembuskan nafas kasar. "hanya masa lalu yang sulit dilupakan," gumamnya pelan. Lagi, rasa sesak itu memenuhi hatinya ketika mengingat sosok itu.

Ada apa ini? Apa aku ... masih mencintainya?

Bibir gadis itu kembali menghela nafas panjang. Tatapannya menyapu setiap sudut kamarnya hingga terarah pada boneka hello kitty yang berada di atas nakas. Tanpa disuruh, tubuhnya menghampiri benda itu lalu memeluknya.

"Aku mungkin masih mencintaimu, Raffa. Bagaimana denganmu? Apa kamu masih ... mencintaiku? Atau sudah memiliki pacar seperti yang Lissa katakan?" lirihnya bermonolog. Air matanya mengalir semakin deras kala otaknya memutar kenangan dengan lelaki itu.

Ini kemauannya bukan? Jelas-jelas ia yang meninggalkan lelaki itu tanpa berpamitan. Lantas, kenapa rasanya sakit dan berat sekali?

"Maafin Alicia, Raffa ...." Isak tangisnya semakin keras. Dadanya semakin terasa sesak. "Maaf ...."

"Dek? Kamu di dalam?"

Panggilan itu sontak membuat Alicia menghentikkan isak tangisnya. Setelah menghapus air mata yang masih tersisa dan menyembunyikan kado berpita biru ke bawah meja, barulah pintu dibukakan oleh Alicia.

"Kak Vero? Ada apa?" tanyanya sambil tersenyum lebar. Bola matanya memandang binggung lelaki di depannya yang terdiam. "Ada apa, Kak?"

"Kamu habis menangis?"

Seperti dugaan, pertanyaan tajam itu yang dilontarkan kakaknya. Alicia hanya menunduk tanpa menjawab sepatah kata pun. Percuma saja ia berbohong, kakaknya yang sangat peka itu pasti tahu.

"Ah, lupakan saja. Kak Vero hanya mau ngintip kamar Adiknya Kakak, masa tidak boleh?" Tanpa menunggu izin dari Alicia, Vero sudah mendudukkan dirinya di kasur. "Udah lama banget Kakak nggak masuk ke sini. Tidak banyak sarang laba-labanya ternyata."

"Apa-apaan, sih, Kak Vero Ini! Mana mungkin ada sarang laba-labanya. Kan kamar aku selalu bersih dan wangi." Alicia menyahut dengan ketus, duduk di sebelah Vero.

"Iya-iya," jawab Vero malas. Mereka lantas terdiam.

"Apa itu?" Vero menunjuk ke arah meja belajar Alicia. Alicia spontan mendelik, tidak mungkin! Kakaknya menemukan kado itu!

"Bukan apa-apa, Kak. Itu cuma -Kak!" Alicia berteriak. Dengan mata melotot, dia terburu menghampiri kakaknya. "Kak, jangan! Itu ..."

"Daftar bahan dekorasi?" Kening Vero menyernyit, menatap adiknya dengan bingung. "Kenapa kamu nggak mau Kakak melihat ini? Kakak kira ada apa tadi. Ternyata hanya ini," gerutu Vero kecewa.

Alicia spontan menghembuskan nafas lega dan mengucapkan syukur. Ternyata kado itu aman.

"Dek? Jangan-jangan, kamu mau beli pakai uang kamu, ya?" Vero menghela nafas, menepuk pundak Alicia. "Enggak usahlah, Dek. Biar Kakak saja."

Alicia mendengus. "Enggak, Kak. Aku cuma ingin memastikan kalau semuanya sudah sempurna. Itu aja kok, hehe."

Vero tak tahan untuk tidak mengacak rambut Alicia yang tengah menyengir kuda. Adiknya ini ada-ada saja. "Kamu ini, nggak berubah, ya? Masih polos."

"Alicia kan bukan power rangers dan doraemon kesukaan Kakak, mana bisa berubah!"

Vero terkekeh geli. Tangannya terangkat untuk mencubit pipi adik kecilnya yang beranjak dewasa. "Uh! Kakak pasti kangen banget sama kamu. Cuma kamu yang tahu film kartun favorit Kakak."

"Aduh, sakit!" gerutu Alicia. Kedua tangannya dilipat di dada, matanya memelototi kakaknya dengan ekspresi angkuh. "Bodo! Aku nggak akan kangen Kak Vero tuh. Wleee ...!"

"Pinter bohong, ya, kamu!" Vero tanpa aba-aba langsung menggeliti pinggang adiknya. Meski sudah bukan remaja lagi, mereka tetap bercanda dan bertengkar layaknya anak kecil. Bunda sampai dibuat pusing dengan tingkah mereka.

"I'm sorry, hahaha! Sudah, Kak! Hahaha!"

"Ampun!"

Vero akhirnya menghentikkan ulah tangannya. Bibirnya tersenyum puas melihat adiknya yang cemberut.

"Bilang kangen ke kakakmu yang ganteng ini!"

Alicia melongo dan berkedip-kedip binggung. "Apa?"

"Bilang kangen sama Kak Vero!" paksa Vero. Kali ini sambil berkacak pinggang.

"Enggak mau!"

Vero mengangguk singkat. "Oh, jadi mau dikelitikin lagi, nih?"

"Eh, enggak-enggak!"

"Jadi?"

Alicia menarik nafas panjang lalu tersenyum manis. Kedua matanya menatap Vero dengan berkaca-kaca. "Pasti. Aku pasti kangeeen banget sama Kakak Alicia yang paling jelek ini!" Setelah itu, dia memeluk pria itu dengan erat. "Jangan pernah melupakan Alicia ya, Kak. Nanti, kita pasti jarang bertemu. Semuanya akan terasa berbeda tanpa Kak Vero. Tetap sayang Alicia, ya!"

"Alicia pasti sangat merindukan Kak Vero ...." lirihnya lalu terisak. Rasanya benar-benar berat berpisah dengan orang yang sangat disayang. Terlebih jika orang itu menjadi sandaran dan tempatmu berkeluh kesah, rasanya ... sulit sekali. Ah, ia dan Vero memang tidak berpisah, hanya jarang bertemu saja mungkin. Tetapi tetap saja, Alicia akan kehilangan seseorang yang selalu memberikan semangat dan pelukan ternyaman.

"Kakak juga, pasti sangaaat merindukan adik Kakak yang paling imut ini ...., tapi ...." Alicia semakin mempererat pelukannya, menangis tersedu-sedu. "bohong! Kak Vero hanya becanda, hahaha!"

"KAK VERO ...!"

Kalian tahu? Sebenarnya, yang paling dirindukan Alicia adalah kejahilan kakaknya yang sangat menyebalkan dan cara aneh saat menghiburnya. Bukan dengan nasehat yang berisi kata-kata bijak, tetapi ejekan yang menjatuhkan dirinya. Kakaknya memang aneh dan istimewa.

Kak Vero, Alicia pasti sangat merindukan Kak Vero, nanti.

Let's Open the MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang