3

982 75 55
                                    


Kerlap-kerlip lampu dan hiasan yang cantik membuat suasana ruangan ini semakin indah. Diiringi musik yang mengalun syahdu, mata semua orang tertuju kepada wanita bergaun putih yang berjalan di karpet merah untuk bersanding dengan pria yang telah sah menjadi suaminya, dituntun oleh sang Ibunda. Senyuman manis dan tangisan haru berpadu di wajah cantiknya. Malam ini dia resmi mengganti status single-nya menjadi seorang istri.

Acara akad nikah yang dilaksanakan dua puluh menit yang lalu berjalan lancar. Sorak-sorai dan tangisan haru memenuhi ruangan yang luas ini. Siapapun pasti akan iri melihat kemesraan mereka saat mempelai pria mencium kening istrinya untuk yang kedua kali. Seolah tak percaya dirinya berhasil menikahi wanita di hadapannya kini.

"Aku sangat bahagia telah menjadikanmu istriku, Sayang."

Si mempelai wanita menunduk saat tamu undangan bersorak-sorai. Dengan wajah merona, ia mengangguk singkat dan menjawab, "Aku juga sangat bahagia menjadi istrimu."

***

Seorang pria dengan jas hitam dan jam tangan warna senada berjalan santai memasuki ruangan resepsi dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celana. Menatap sekeliling yang sangat ramai, sebelum bola matanya terfokus ke tempat pelaminan, tempat di mana mempelai pria wanita bersanding untuk menjadi raja dan ratu dalam pesta ini.

Melihat wanita di ujung sana yang tersenyum bahagia, rasanya sudah cukup untuk sedikit mengobati kerinduan yang tersimpan rapi dalam hatinya selama 6 tahun. Tetapi, untung apa dia datang ke mari? Bukankah wanita itu jauh lebih bahagia tanpa dirinya? Bahkan, kehadirannya mungkin dapat merusak kebahagiaan wanita itu.

Dia kembali menatap ke arah pelaminan sebelum menarik nafas panjang dan mengangguk. Benar, lebih baik gue pergi.

"Raf! Mau ke mana lo?"

Panggilan itu sontak saja membuat kepalanya tertoleh, menatap pria berjas senada dengannya yang mengandeng seorang wanita, sejenak sebelum menjawab, "Pulang."

Sontak saja Rangga —pria yang tadi memanggil— tertawa pelan. "Gila lo! Baru datang sudah ingin pulang saja," sahutnya. Wanita di sampingnya, Lissa, ikut terkekeh.

"Gue sibuk," jawab Raffa sekenanya. Bola matanya berusaha menghindari tatapan Rangga dan Lissa yang menyudutkannya.

"Ah, sombong! Kita juga sibuk, kali," cibir Rangga. Raffa hanya membuang muka tanpa berujar. "Ngomong-ngomong lo datang sendiri, Raf? Nggak menggandeng cewek gitu? Kasihan, jomblonya ketara sekali! Hahaha!"

Sial, dalam situasi seperti ini sahabatnya itu sempat-sempatnya mengejek. Tidak tahukah pria itu jika Raffa mati-matian menahan kerinduannya?

Lissa ikut menyahut, "Memang, kamu sudah bertemu pengantinnya?"

Bertemu ... pengantin?

Raffa tak merespon. Kedua bola matanya justru kembali menatap ke arah pelaminan dengan serius. Cukup lama sebelum membuang muka dan menarik nafas berat. "Gue ... ada urusan. Besok saja," elaknya.

"Oh, gue tahu! Lo ... belum move on dari Alicia, kan? Mengaku saja!" Rangga mengangkat sudut bibirnya, menatap Raffa dengan tatapan menyudutkan. Membuat yang ditatap meneguk saliva. "Iya, kan, Raf?"

"Bukan urusan lo!" sentak Raffa sambil menatap Rangga tajam. Kembali melirik Alicia lalu melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.

Tetapi, baru berjalan beberapa langkah, Rangga sudah menarik tangannya menuju pelaminan. Persetan dengan tepisan dan amukan yang menghujamnya, Rangga terus menarik tubuh pria beraura dingin yang menjadi sahabat terbaiknya hingga berdiri tepat di hadapan pengantin. Bahkan, kedua pengantin, keluarga, dan beberapa tamu undangan menatapnya binggung.

"Rangga?"

"Ah ... Happy wedding day, Bang. Semoga cepat diberi momongan yang lucu dan menggemaskan seperti saya." Rangga mengucapkan perkataan itu dengan menyengir lebar. Usianya yang beranjak dewasa membuat kepercayaan dirinya bertambah juga.

"Thanks, Bro. Semoga lo cepat menyusul."

"Oh, tentu, Bang!" seru Rangga. Melirik tunangannya yang berada di belakangnya dengan senyum menggoda, lalu berujar, "Iya, kan, Sayang?"

Dengan wajah merah merona, Lissa menyahut, "Apaan, sih, malu tahu!" Sontak saja banyak yang tertawa melihat aksi malu-malu kucing mereka. Setelahnya, Lissa melangkah maju, bersalaman dengan pengantin sembari mengucapkan selamat.

"Di mana Raffa?" Rangga menoleh ke belakang saat mengingat melupakan Raffa. Melihat Raffa yang mematung dua langkah belakangnya, membuat Rangga menyikut perut pria itu. Mengisyaratkan untuk berbicara, sekedar mengucapkan selamat kepada kedua pengantin.

Sialnya, yang disikut justru terpaku pada wanita cantik bergaun putih di depan mereka. Jangankan menghiraukan isyarat Rangga, untuk berkedip saja rasanya sulit. Ekspresi wanita itu pun tak kalah berbeda dengan Raffa, terkejut dan ... sendu.

Raffa ... dia menatapku?

"Ssst, Raf?" Raffa tetap tak menggubris. "Raffa! Antrian di belakangmu panjang, tuh!" Seruan itu membuat Raffa berkedip kaget dan reflek menatap ke belakangnya. Banyak tamu undangan ––yang hendak bersalaman dengan mempelai—— mengomelinya karena menghalangi jalan dan terdiam melamun. Tersenyum kuda singkat sebelum akhirnya menatap sang mempelai.

"Selamat menempuh hidup baru, Bang. Dan ... " Ucapannya sengaja digantungkan. Kedua matanya menatap dalam manik mata wanita yang juga menatapnya. Menghela nafas, tersenyum kecil sebelum melanjutkan ucapannya. " ... Alicia."

★★★

Vote dan komentarnya mana nih?

Kira-kira, siapa yang menikah, ya?
•Alicia-Kiki
Alicia-Juna
Alicia-Willy
Alicia-cowok bule
Atau, pembantu rumah Alicia

Next kah?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let's Open the MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang