Chapter 9 : Yang tak diharapkan

2 0 0
                                    

Tiara bodoh.

Seharusnya ia paham sejak awal kalau Ashila juga menyimpan perasaan pada Arsen.

Sakit.

Sungguh.

Ini cinta pertamanya, dan langsung dihadiahi patah hati yang disebabkan sahabatnya sendiri.

Egois.

Ashila egois.

Dia merebut semuanya dari Tiara, padahal ia tau kalau Tiara tak mempunyai apapun. Sekarang Ashila menjauh, merebut seorang Arsenio August dari Tiara. Sekarang, satu satunya harapan Tiara pun sudah lenyap.

Dia hidup sebatang kara. Satu satunya orang yang peduli padanya kini malah mengkhianatinya, menusuknya dari belakang. Jahat. Tak tahu diri. Tiara tak henti hentinya menyerapah Ashila. Berharap ia mati dimakan buaya.

Jahat, ya?

Setelah sekian banyak yang Ashila berikan padanya, Tiara malah punya pikiran buruk seperti itu.

Ternyata~

Patah hati itu memang sesakit ini?

Kalau begini caranya, buat apa Ashila menolongnya dari kecelakaan maut waktu itu? Buat apa selama ini Ashila melindunginya dari semua orang yang membullynya? Buat apa waktu waktu Ashila untuknya selama ini?

Semua hanya kedok, topeng.

Tiara tersenyum lebar saat satu ide nyalang terlintas di benaknya.

Mati, tak apa kan?

Tiara rindu keluarganya. Sekarang satu satunya orang yang Tiara harapkan juga sudah menkhianatinya. Buat apa lagi dia masih berpijak di dunia ini?

Tiara mengambil cutter di loker mejanya, menggenggamnya erat. Setelah ini, tak ada lagi Ashila yang tepat waktu menolongnya. Kali ini Tiara yakin ia akan mati karena perbuatan dirinya sendiri.

Karena itu..

Tanpa ragu Tiara menggores pergelangan tangannya sendiri cukup dalam.

Sakit, nyeri, perih.

Semua itu tak ada bandingannya dengan sakit di hatinya karena dikhianati sahabat sendiri. Tiara mengukir senyuman samar, melihat darah segar yang terus terusan mengalir. Padangannya mulai buram.

"Selamat tinggal, Shil. Aku. Sayang. Kamu."

Ia jatuh tak sadarkan diri.
__________________***_________________

Mata itu terbuka.

Nafas Ashila memburu. Mimpi macam apa itu?

"Lo gakpapa?" Arsen mengernyit heran melihat Ashila yang berusaha menormalkan nafasnya. Keringat dingin mengakir dari pelipisnya. Sepertinya ia mimpi buruk? Merka masih dalam perjalanan ke rumah Ashila setelah cukup lama berbicara tadi. Sayangnya jalanan macet, karena bosan menunggu, akhirnya Ashika terlelap.

"Tiara.." cicit Ashila. Feelingnya memburuk. Perasaannya campur aduk. Kenapa mimpi mengerikan itu datang?

"Lo mimpiin Tiara?"

"Arsen!" Refleks Ashila menggenggam lengan Arsen. Matanya menyorot penuh harap. "Ijinin aku yang nyetir mobil kamu."

"Hah?" Arsen tidak mengerti. "Ini masih agak macet, Shil. Emangnya lo mau ngapain nyetir mo,-" omongan Arsen terputus saat Ashila memberi tatapan memohon.

"Perasaanku gak enak. Kita harus secepatnya kerumah Tiara. Ada jalan pintas biar gak kena macet. Aku tau jalannya. Plise, Arsen."

Menghela nafas pasrah, Arsen akhirnya mengangguk. Mereka pindah posisi. Ashila memejamkan matanya sejenak menunggu Arsen memakai seatbeltnya.

FAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang