Chapter 11: Bogo Shipda

0 0 0
                                    

Rindu itu berat.

Berkali kali Ashila meyakinkan dirinya. Tapi dia tak bisa membantah. Seminggu tanpa berbicara dengan Tiara membuatnya menyadari jika ia merindukannya.

Merindukan tawa sedihnya, merindukan senyuman palsunya, merindukan-genggaman tangannya yang hangat dan nyaman.

Kapan semua itu terulang lagi?

Ashila mendesah kecewa ketika Arsen menggeleng padanya. Tidak. Dia blum berhasil membuat Tiara bahagia. Atau sedikitnya, belum berhasil memunculkan tawa riang Tiara-walau dipaksakan.

"Tiara makin hari makin rapuh. Dia gak mau ngomong sama siapapun kecuali gue sama Zehra. Lo gak kasian? Dia cuma butuh elo." Arsen berkata pelan di samping bangku Ashila.

Ini jam istirahat. Ashila malas ke kantin. Dia hanya sibuk memperhatikan gerak gerik Tiara sedari tadi. Tampak galau, gelisah, kecewa, terluka, semua bercampur menjadi satu.

Dalam hati, ia tak tega.

Tapi dia harus bagaimana?

"Dia cuma butuh elo, Shil. Mana mau dia sama gue." Arsen mengigit bibir bawahnya. Bingung bagaimana caranya memunculkan sedikitnya suara Tiara. Pasalnya, diajak mengobrol pun Tiara tetap diam. Itu mulut di gembok atau gimana ya? Sepertinya sudah 2 hari terakhir ini Tiara membungkam mulutnya rapat rapat.

"Kamu harus bisa, Arsen." Ashila menatap Arsen redup. Semangatnya sedikit menghilang. Ia kira Arsen bisa membuat Tiara bahagia, nyatanya sama saja.

"Bingung gue harus gimana lagi."

"Walaupun sama aku pun dia gak bakal bisa bahagia. Senua yang dia lakuin cuma topeng. Aku penasaran. Selama ini sebenarnya Tiara mendam apa sampai dia berubah gini?"

Ashila memainkan memutar mutar pulpen di jarinya, berfikir. Terakhir kali Ashila melihat Tiara tersenyum tulus itu  3 tahun silam. Lama sekali. Setelahnya, Tiara memasang wajah palsu. Senyumannya menghilang. Tak ada lagi kata tulus di dalamnya.

"Jadi kalian berdua,-" Zehra tercekat. Dia benar benar tak menyangka. "Kalian sengaja ngelakuin ini buat Tiara?"

Arsen dan Ashila terdiam. Zehra sedari tadi menguping pembicaraan mereka berdua. Ragu, Ashila mengangguk pelan. Tak ada lagi yang bisa ia tutupi karena Zehra sudah mengetahui kebenarannya.

"Jangan kasih tau Tiara, please." Ashila menyorot sendu manik Zehra.

Zehra masih diam dengan pandangan sulit diartikan. "Tiara,-3 hari lalu bilang sama gue. Dia kangen elo, Shil. Lo tau, seminggu ini dia gak bisa tidur nyenyak. Dia kepikiran lo terus. Wajahnya makin pucet gitu gara gara dia belum makan minum 3 hari. Intinya, dia coba cara ringan buat bunuh diri, kan?"

Wajah Ashila langsung pias. Tiara tidak makan 3 hari? Dia menoleh pada Arsen. Tapi Arsen mengendikkan bahu, tidak mengerti.

"Lo tau Shil? Dia udah kayak mayat hidup. 3 hari gak makan harusnya suhu tubuhnya naik. Tapi ini suhunya dingin banget. Gue takut Tiara kenapa napa.." Zehra menatap Ashila memohon.

Ashila bangkit dari kursinya, berjalan menuju bangku Tiara karena seminggu ini dia pindah bangku. Tanpa basa basi, Ashila langsung menarik halus tangan Tiara lalu menyeretnya ke kantin. Tiara tak menolak. Pasrah saja saat dibawa Ashila.

Benar.

Tangan Tiara dingin sekali.

Arsen dan Zehra menatap Ashila cengo.

"Makan." Kantin sekolah. Ashila sudah membeli nasi goreng, batagor dan teh hangat untuk Tiara.

Tiara menyorot makanannya hampa. Dia menggeleng pelan, beranjak berdiri lagi namun Ashila menahannya.

FAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang