Masih dengan Rasa yang Sama

3 1 0
                                    

Hari ini adalah hari sabtu, itu tandanya hari libur untuk para siswa yang sudah lima hari dicekok i pelajaran di sekolah. Lea setelah sarapan tadi juga belum keluar dari kamarnya, bukan tidur melainkan video call an dengan Rasya.

Eh Le, lo nyadar gak sih kalo Dinda tuh makin kesini makin pendiem ujar Rasya.

"Dari dulu dia emang anaknya pendiem Sya, aku juga pendiem kok" balas Rasya setelah menelan keripik kentang dimulutnya. Dia dan Rasya sudah ber video call an sekitar sepuluh menitan. Dan percakapan mereka malah menggibah sahabat mereka sendiri.

"Iya gue paham dia anaknya pendiem, tapi setidaknya tuh kalo kita ngobrol dia ya nimbrung tapi ini sama sekali engga Le. Dulu juga gue sama Disya mau main kerumahnya aja kaya gak dibolehin gitu, emang anaknya juga tertutup banget" ujar Rasya di seberang telepon. Berteman selama hampir tiga tahun membuat mereka sudah mengenal sifat dan karakter masing-masing termasuk aib mereka.

"Masa iya sampek segitunya sih Sya? Padahal kita temenan dari kelas sepuluh lo, masa belum cukup sih untuk membuat persahabatan kita makin erat?" tanya Lea tak habis pikir. Memang dari mereka berempat, rumah Dinda lah yang belum pernah mereka singgahi.

Dulu pernah ada rencana untuk menginap di rumah Dinda, tapi kata Dinda orang tuanya itu terbilang galak. Orang tuanya tak suka jika ada kerusuhan ataupun keributan di rumah mereka. Tau sendiri jika mereka berempat kumpul, pasti sudah heboh dan tingkat kewarasannya menurun.

"Terus kemaren juga gue ngelihat Dinda sama anak ips di mall, waktu gue sama nyokap makan"

"Cewek apa cowok?"

"Cowok lah, ya lumayan ganteng tapi gue ga kenal sama tu cowok. Bukan dari anak basket deh kayaknya, dia tuh tinggi terus pake kacamata. Gue pernah liat orangnya tapi gatau namanya" jelas Rasya sambil menjelaskan kejadian beberapa waktu lalu yang ia lihat di mall.

"Apa mungkin pacarnya kalik ya?" tebak Lea, sebenarnya ia juga tak yakin kalau Dinda itu pacaran tanpa bilang pada mereka bertiga.

" Ya gatau juga sih, gue sebenarnya ya sayang sama tu bocah kaya gue sayang ke lo sama Disya. Tapi dia itu ih gimana ya tertutup banget, diajakin jalan juga susah. Ada masalah hidup apa sih tu bocah, heran gue" memang dari mereka berempat Rasya lah yang paling peka dan juga care, walaupun diluar kelihatan sangar dan galak tapi Rasya termasuk orang gang overprotective jika menyangkut sahabantnya.

"Mungkin ada sesuatu hal yang ga bisa diceritain sama kita Sya"

"Mungkin kalik ya, ya udah deh gue mau mandi dulu ntar kita video call an lagi sama Disya sama Dinda. Assalamu'alaikum" pamit Rasya lalu mematikan sambungan telepon setelah mendapat balasan salam dari Lea.

"Kak asa" ujar bocah berusia 3 tahun dengan dress batik berwarna coklat, yang sedang berjalan kearah Lea sambil membawa kue ditangan kanannya.

Lea yang mendengar seruan bocah tadi pun terlonjak kaget, menoleh kearah pintu mendapati adiknya, Arsy tengah berjalan kearahnya lalu Lea turun dari ranjang dan merentangkan tangannya meminta untuk dipeluk

"Arsy kok bisa ke kamar kakak? Sama siapa kesini?" tanya Lea, lalu mencium pipi gembul milik adiknya.

"Sama abwang" ujar gadis kecil itu sambil mengunyah kue dimulutnya.

Garis TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang