Pagi ini Meilin mengantar Rara dan Angga ke stasiun untuk kembali ke Surabaya. Sehingga ia harus bertukar shift pelayanan pasien dengan dokter spesialis jantung yang lain.
Satu koper dan tas ransel telah bersandingan di teras kos. Meilin juga membelikan banyak makanan oleh-oleh untuk dimakan di perjalanan.
Melihat tas tenteng berisi makanan itu, Rara pun menggerutu, "Cici ih, kasih duit aja harusnya!" Angga hanya tertawa.
"Gak mau ya udah, Cici buat stok di kulkas aja!" jawab Meilin matanya menatap layar ponsel memantau gerak laju mobil pesanannya.
"Itu mobilnya!" tunjuk Angga langsung membopong ransel di atas punggung dan menyeret koper untuk berjalan terlebih dahulu. Rara juga ikut menyusul dengan tangan menenteng tas berisi makanan.
Rara dan Angga memasukkan semua barang ke dalam bagasi dibantu driver. Setelah barang tertata rapi mereka masuk ke dalam mobil siap menuju stasiun.
Beberapa menit di perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Meilin ikut turun menemani sang adik menunggu aba-aba kereta sudah tiba terdengar.
"Ci. Jangan terlalu beban ya. Santai aja. Maaf juga udah bikin Cici jadi bingung. Kalau misal Cici gak dapetin Kak Chandra dan Cici belum siap buka hati ke orang lain. Gak papa, Rara sama Angga bakal nunggu. Semoga aja Mamanya Angga panjang umur." Angga menepuk pundak Rara dan tersenyum simpul.
"Makasih, ya. Kita berdoa semoga semua berjalan sesuai harapan," ucap Meilin menunjukkan garis lengkung di bibir merah mudanya. Jika dalam keadaan seperti ini Meilin mengingat anjuran Kiyya tentang sholawat. Meskipun masih tetap terbesit kegelisahan tapi ada rasa menenangkan di dalam sisi hatinya yang lain.
Rara memeluk Meilin cukup lama. Dua gadis keturunan Chinese itu saling menguatkan dalam kehangatan. Tak lama aba-aba kereta akan datang mulai terdengar. Meilin melepas pelukan Rara dan mencium kedua sisi pipi adiknya penuh kasih sayang. Kemudian beralih menepuk pelan pundak tegap kekasih adiknya memberi semangat. "Makasih ya, udah jenguk Cici. Hati-hati di jalan, salam ke Mama Papa."
Keduanya mengangguk dan pergi meninggalkan Meilin menuju petugas boarding pass. Setelah memeriksakan tiket pada petugas boarding, Rara menoleh dan melambaikan tangan sembari menunjukkan senyum khasnya. Meilin membalas lambaian itu hingga punggung sepasang kekasih itu tidak terlihat.
***
Chandra kembali masuk kerja setelah mengambil dua hari cuti. Ia menyesal, gara-gara izin dua harinya, Meilin semakin sering menghabiskan waktu berdua bersama Azri. Namun tak elak kedekatan Meilin dengan Azri berhasil membuatnya lupa adegan dimana ia menolong Nahla di ruang operasi, dan kini otaknya sibuk memikirkan; kenapa Meilin seharian tidak bisa dihubungi.
Chandra sudah mondar-mandir tidak jelas di dekat ruang poli jantung. Ia sudah mendengar dari Bima jika Meilin hanya masuk di sesi kedua. Akan tetapi ia masih saja tidak bisa tenang dan ingin buru-buru menanyakan banyak hal pada Meilin.
"Chandra?"
Pria itu menoleh. "Ngapain kamu di sini?" tanya Meilin. Akhirnya gadis itu memunculkan diri.
"Baru nyampek? Rara udah balik?" serbunya. Meilin mengangguk menjawab dua pertanyaan Chandra. "Maaf, ya. Aku gak tepat janji, harusnya aku nganter Rara balik—"
"Udah gak perlu. Lagian dia udah beli tiket kereta pulang pergi," potong Meilin tersenyum sesaat. "Aku mau check clock dulu," pamitnya. Bukannya kembali ke ruangan Chandra malah ikut membuntuti langkah Meilin.
"Kamu kenapa sih?" tanya Meilin setelah sadar jika Chandra mengikutinya. "Gak masuk dua hari lupa sama letak ruangan kamu dimana?" dengus Meilin langkahnya terhenti di depan ruang administrasi. Sudah jelas Chandra pun juga ikut berhenti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Mom [END]
RomanceJulian Chandra Zahrawi berubah status menjadi seorang Ayah karena membawa bayi dari tempatnya bekerja. Pria berprofesi dokter itu mengira jika orang tuanya mau menjadikan sang jabang bayi sebagai adiknya. Nyatanya, kedua orang tua Chandra tidak mau...