Lima

703 74 1
                                    

Bianglala berputar lambat. Berbanding terbalik dengan wahana di seberang sana yang sangat cepat dan menimbulkan keriuhan dari orang yang menaikinya. Lea memandang ke arah dua wahana itu, memilih wahana mana yang akan dipilihnya. Belum sempat Lea menentukan, tangannya sudah diraih dan digandeng menuju ke wahana kora-kora. Menyelinap diantara orang-orang yang berdiri di sekitar wahana, hingga akhirnya sampai ke pintu masuk. Lea tidak mengatakan apapun, dan hanya menatap tangannya yang digenggam erat Benny. Bahkan, sampai mereka berada di wahana kora-kora yang bergerak cepat, Benny masih tidak melepaskannya. Lea tersenyum sendiri melihat Benny yang berteriak-teriak saat kora-kora melambung tinggi. 

Selesai bermain kora-kora, Benny tampak bahagia. Dia bahkan mengabaikan rambutnya yang acak-acakan karena terkena angin. Entah hal apa yang menggerakkan tangan Lea untuk menyentuh rambut itu dan merapikan dengan jarinya. Benny langsung terdiam dan satu tangannya mencengkeram pergelangan tangan Lea.

Jeda. Mereka saling menatap lagi.

“Jangan sembarangan menyentuh rambut orang. Bagaimana kalau orang itu jadi jatuh cinta padamu?”

Pupil mata Lea membulat. Detak jantungnya berdetak tidak terkendali lagi. Dia merasakan aliran darahnya bergerak cepat. 

“Dan kamu sudah membuat orang itu jatuh cinta.”

Setiap ucapan Benny menambah kecepatan detak jantung Lea per bpm. Dia sampai menyentuh dadanya untuk menenangkan jantungnya sendiri.

“Ben, kenapa kamu membuatku jadi seperti ini?” Lea mengatakannya pelan, nyaris berbisik.

“Kamu yang membuatku seperti ini, Lea. Kamu membuatku tidak bisa berhenti memikirkanmu.”

Lea terdiam. Bagaimana bisa pertemuan-pertemuan singkat itu bisa menumbuhkan cinta? Dia bahkan tidak terlalu mengenal Benny. Dimana rumahnya? Apa pekerjaannya? Siapa keluarganya? Tapi apakah cinta mensyaratkan itu? Cinta lebih sering muncul tanpa alasan. Tanpa perlu penjelasan tentang latar belakang. Cinta datang sesukanya. Dia bahkan sering tanpa permisi menerobos ke hati dan menetap di sana, tidak mau pergi.
Cengkeraman tangan Benny melonggar. Dia merubah posisi tangannya. Sekarang, dia menyelipkan jari-jarinya di antara jari-jari Lea. Kedua tangan mereka saling menggenggam.

“Ijinkan aku mengenggam tanganmu seterusnya seperti ini. Dan jangan memintaku melepaskannya.”

Lea mengangguk. Dia memilih membiarkan Benny menggandengnya kemanapun mereka berjalan. Lea seolah lupa dengan hal yang selama ini memberatkannya. Statusnya. Benny berhasil membuatnya melupakan statusnya sebagai Ibu dari satu anak. Dengan Benny, Lea merasa menemukan kehidupannya lagi. Hati yang selama ini terasa dimiliki seseorang, dengan mudahnya juga menjadi milik Benny, seakan memang sudah disiapkan untuk menjadi miliknya. Tanpa perlawanan. Dia hanya pasrah saat Benny meminta hatinya.

Langit sore indah hari ini. Jingganya senja juga menjadi pewarna paling indah di langit. Semburat-semburatnya yang tidak menentu justru menambah keindahannya. Terkadang, memang tidak perlu menjadi sesuatu yang pasti dan tentu. Karena ketidakpastian terkadang membawa kita pada kepastian yang ditunggu-tunggu. Cinta juga bukan sesuatu yang pasti dan bisa ditentukan. Kemunculannya yang tidak pasti malah akan membawa sepasang kekasih pada kepastian hati bahwa cinta sudah memenuhi hati mereka.

-00-

Hal pertama yang dilihat Lea saat membuka mata adalah guling berwarna abu-abu. Dia selalu tidur miring dan memeluk guling ini. Otaknya kemudian membawanya pada peristiwa yang sangat melekat di otaknya. Dia kemudian mengangkat tangan kanannya dan melihatnya. Apakah genggaman tangan yang dirasakannya itu nyata? Atau dia baru saja terbangun dari mimpi yang indah.
Lea terkejut saat ponselnya tiba-tiba berbunyi. Lamunannya buyar. Dia langsung mengambil ponsel yang diletakkan di nakas. Ada sebuah pesan masuk. Benny.

Bagaimana tidurmu nyenyak? Mau jalan-jalan lagi?

Berkali-kali Lea membacanya, pesan ini nyata. Benny mengatakan kata ‘lagi’. Apakah itu berarti mereka benar-benar jalan-jalan kemarin? Dan semua kenangan indah itu bukan mimpi? Lea mengusap wajahnya. Lalu, mengacak-acak rambutnya yang sudah panjang. Bagaimana dia bisa menjadi semudah itu ditaklukan bersama Benny?

Ponselnya berbunyi lagi. Benny lagi? pikir Lea. Dia mengambil lagi ponselnya yang tergeletak di tempat tidur. Andrew.

Kamu libur? Bagaimana kalau kita jalan-jalan?

Jari Lea membeku seketika. Dua orang laki-laki mengajaknya keluar di saat yang hampir bersamaan. Siapa yang akan dipilihnya?
Lea kemudian memilih untuk menarik selimutnya dan menutupi seluruh tubuhnya. Mungkin, lebih baik dia tidur saja daripada harus memilih satu. Sebenarnya, dia bisa saja pulang ke Bandung karena dia juga merindukan Narayan. Tetapi, Ibu pasti akan bertanya karena dia tidak libur di akhir pekan. Bukankah pekerja kantoran akan masuk di hari Rabu seperti ini? Lea memeluk gulingnya lagi dan memejamkan matanya.

-00-

“Bento?”

Andrew sudah berdiri di depan pintu kamar kost Lea dengan dua box bento di tangannya. Senyumnya sangat lebar, seolah dia baru saja menang undian. Lea membuka pintu kamarnya lebar dan membiarkan Andrew masuk ke dalam kamar kostnya yang sempit.

Ini bukan pertama kalinya Andrew masuk ke sini. Dia bahkan adalah orang yang membantu Lea memindahkan barang-barangnya ke tempat kost ini.

“Kenapa kamu tidak membalas pesanku?” tanya Andrew sembari duduk di karpet bulu. Dia meletakkan dua box bento di meja depannya.

“Aku baru saja bangun. Jadi belum sempat membacanya.” Lea memilih berbohong, meski dia tahu kalau Andrew akan mengetahui kebohongannya. Pesan di whatsapp akan berubah menjadi centang biru kalau sudah dibaca. Tetapi, Andrew memilih untuk tidak memperpanjangnya.

“Ayo makan. Kamu pasti juga belum makan.” Dia membuka bungkusan plastik dan membagi kotak bento nya. Sementara Lea mengambil dua botol air mineral dari lemari pendingin dan mengulurkan satu untuk Andrew.

“Kamu sendiri tidak bekerja?” tanya Lea seraya duduk di depan Andrew. Dia menyilangkan kedua kakinya supaya lebih nyaman, lalu membuka kotak bento miliknya.

“Tahu sendiri kan, pengusaha sepertiku bebas.” Andrew terkekeh saat mengatakannya dan membuat Lea tersenyum sinis. Enak sekali pasti menjadi Andrew. Lahir dari keluarga kaya dan memiliki keistimewaan karena kuliah di luar negeri. Membangun bisnis bukan sesuatu yang sulit baginya.

Andrew mengambil ponselnya lalu tidak lama kemudian terdengar suara musik dari speaker ponsel. Suara Anthonio Lazaro langsung menggema di kamar berukuran 3x4 ini.

Today we’ll be fine
Somewhere we’ll be right
Cause
We are flying on the road laughing
Moving at the speed of hundred miles
The blue of the horizon is all we see
Fly with me

Are you teasing me?” Kelopak mata Lea menyipit menatap Andrew yang masih sibuk mengunyah. Dia tersenyum mendengar pertanyaan Lea.

“Kalau saja menggodamu semudah memutar lagu ini, Lea.” Balasnya.

Lea langsung tertawa. Dia tahu kalau dia menjadi perempuan yang angkuh dan sulit didapatkan jika sedang bersama Andrew.

-00-

Remember Me (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang