Sepuluh

663 73 3
                                    

“Temani dia terus dan jangan biarkan dia terlalu banyak melamun. Kamu bisa membuat dia sibuk dengan sesuatu.” Pesan dokter Martin pada Andrew siang itu saat mereka berdua berjalan menyurusi halaman rumah sakit. Sementara Lea sudah berjalan lebih dulu. Dia sedang mencari bunga Azalea yang ditanamnya dulu saat masih dirawat di rumah sakit ini.

“Menurut dokter, apa yang membuatnya tiba-tiba seperti itu? Satu setengah tahun ini, dia sudah membaik.”

Dokter Martin menggeleng. “Tidak ada yang tahu dengan kondisi psikologis seseorang. Lea tidak hanya menderita secara psikologis, tetapi juga retrogade amnesia karena peristiwa itu. Mungkin, ada sesuatu yang membangkitkan ingatannya kembali.”

"Dia bisa saja berhalusinasi karena kondisi psikologisnya. Mungkin dia stres. Ditambah, dia memiliki ingatan bawah sadar. Apa yang dia lihat atau merasa dialaminya adalah kembalinya ingatan lamanya yang tercampur dengan keadaan sekarang." tambah dokter Martin.

Andrew memikirkan segala sesuatu yang mungkin saja membangkitkan kembali ingatan masa lalu Lea, tetapi dia tidak menemukan apapun. Dia dan ibunya Lea sudah membuang semua hal yang akan mengingatkan Lea pada masa lalunya.

“Kalaupun pada akhirnya dia benar-benar mengingatnya, dia hanya butuh pendampingan untuk menerima kenyataan.”

Andrew mengangguk. Dia sudah bertekad untuk terus bersama Lea dan tidak akan meninggalkannya sendiri.

“Terima kasih, dokter.”

Dokter Martin tersenyum. “Datanglah kapan saja Lea membutuhkan bantuan.”

Andrew kemudian berjalan pergi meninggalkan dokter Martin, menyusul Lea yang sudah lebih dulu berada di ujung taman. Dia sedang melihat bunga Azalea yang ditanamnya dulu tumbuh subur dan semakin banyak.

“Kamu senang karena tanamanmu tumbuh sempurna di sini?”

Lea mengangguk. Sudut bibirnya tertarik ke samping. “Mereka tumbuh dengan baik di sini.”

“Kita pulang sekarang?”

Lea mengangguk lagi, lalu berjalan bersisihan dengan Andrew menuju ke halaman parkir. Tidak ada yang bicara. Lea juga tidak menanyakan alasan Andrew mengajaknya kemari. Dia bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Namun, dia lebih banyak diam dalam perjalanan pulang.

“Obatmu. Pastikan kamu meminumnya sesuai jadwal.” Andrew mengulurkan obat yang dibelinya di apotek saat mobil sudah berhenti di depan rumah kost Lea. Setelah mengucapkan terima kasih, Lea melangkah turun dari mobil. Dia langsung masuk ke dalam rumah kost tanpa menoleh lagi pada Andrew. Entah apa yang ada di pikirannya. Andrew juga tidak tahu apa yang dibicarakannya dengan dokter Martin, karena itu adalah privasi pasien bersama dengan dokter.

Namun, yang masih mengganggu pikirannya adalah penyebab dari semua ini. Lea tidak mungkin tiba-tiba menjadi seperti itu, jika tidak ada yang membangkitkan alam bawah sadar yang sudah dikuburnya. Sesuatu kemudian terbersit di dalam pikiran Andrew. Dia teringat tentang ponsel yang dimiliki Lea. Darimana dia mendapatkan ponsel itu? Apakah semuanya berawal dari ponsel itu? Andrew pikir, dia harus mencari tahunya.

-00-

Andrew berjalan pelan menaiki tangga. Di tangannya, ada sebungkus snack dan juga dimsum kesukaan Lea. Dia sengaja membawa semua ini karena ada hal yang harus dilakukannya. Satu tangannya yang kosong mengetuk pintu kamar Lea.

“Andrew?” Lea tampak terkejut saat melihatnya sudah berdiri di depan kamar kost.

“Dimsum yang kamu inginkan.” Andrew mengacungkan bungkusan dimsum yang dibawanya tadi. Senyum Lea langsung mengembang. Dia membuka pintu kamarnya lebar. Andrew melangkah masuk dan meletakkan bungkusan makanan yang dibawanya di meja. Mereka duduk melantai seperti biasanya.

“Kamu tidak punya soda?” tanya Andrew tiba-tiba.

“Aku bisa membelinya di minimarket depan kalau kamu mau.”

“Boleh. Tiga kaleng, ya.”

Lea tersenyum lebar, lalu bangkit dari duduknya. Dia mengambil jaketnya yang menggantung di gantungan baju, lalu melangkah keluar dari kamarnya dengan membawa dompetnya. Tanpa bertanya, Lea juga sudah tahu soda merk apa yang diinginkan Andrew.

Setelah mendengar Lea menuruni tangga dan membuka pagar depan, Andrew mulai menjalankan rencana. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan kamar, mencari tahu dimana kira-kira Lea menyimpan sesuatu. Dia beranjak menuju ke lemari baju, namun tidak menemukan apapun. Lalu, dia menuju ke meja rias dan membuka semua laci-lacinya, tetapi tidak ada yang mencurigakan. Dia mengedarkan pandangannya lagi ke seluruh ruangan. Semua tempat menyimpan barang sudah dibukanya, tetapi tidak ada apa-apa. Pandangan Andrew lalu berhenti pada tempat tidur. Dia kemudian mengintip ke bawah tempat tidur dan menemukan sebuah kotak besar. Dengan satu tangannya, dia menarik kotak itu hingga keluar. Matanya membulat melihat semua yang tersimpan di dalam kotak itu. Bagaimana bisa Lea menyimpan semua barang ini? Andrew mengambil satu persatu barang itu dan membukanya. Dia lalu mengambil sebuah kamera yang sangat dikenalnya. Dia menyalakan kamera dan melihat sisa-sisa foto yang masih tersimpan di dalam memory card kamera. Hatinya mencelos. Dia benar-benar kehabisan kata-kata. Dia kemudian melihat nama pengirim yang masih tertera di tutup kardus. Dia semakin tidak tahu harus berbuat apa.

Andrew tersadar saat dia mendengar langkah kaki yang semakin mendekat. Dia memasukkan semua barang-barang tadi ke dalam kardus dan mengembalikannya ke dalam kolong tempat tidur.

“Apa yang kamu lakukan, Drew?”

Suara Lea membuat Andrew langsung menoleh. Dia masih pada posisi bersimpuh di samping tempat tidur.

“Sepertinya aku kehilangan satu kancing bajuku.” Dengan cepat, dia menarik satu kancing bajunya dan membuangnya ke kolong tempat tidur. Dia lalu menunjukkan lengan kemejanya yang kehilangan satu kancing.

“Ooh.”

“Sodamu tinggal dua. Jadi aku cuma beli dua.”

“Enggak apa-apa.” Andrew langsung mengambil kaleng soda dan membukanya. Dia membutuhkan sesuatu yang segar untuk melegakan dadanya yang terasa sesak.

“Makan dulu kali, Drew. Kamu minum soda terus.”

Lea menyumpit satu hakau dan mengunyahnya. Matanya berbinar merasakan udang yang sangat juicy di lidahnya. Dimsum di tempat langganan Andrew memang yang terenak. Lea lalu menyumpit lagi hakau dan menyorongkannya pada Andrew. 

“Makanlah.” Ujarnya. Andrew membuka mulutnya. Rasa enak udang sama sekali tidak terasa di lidahnya. Semuanya hanya terasa hambar.

“Kamu membuatku makan besar lagi hari ini.” Lea hampir menghabiskan seluruh jenis dimsum yang dibawakan Andrew. Mulai dari siomay, hakau, hingga lumpia kulit tahu. Dia sampai harus menyandarkan tubuhnya pada tempat tidur karena kekenyangan. Sementara Andrew hanya terdiam sambil memainkan kaleng soda yang sudah habis.

“Ada yang kamu pikirkan, Drew?” tanya Lea. Dia sepertinya menyadari perubahan sikap Andrew.

“Aku mungkin harus ke Bali besok.”

Lea menegakkan duduknya. “Apakah sesuatu terjadi?”

“Tidak ada. Hanya pekerjaan saja.”

Lea kemudian diam. Jika menyangkut pekerjaan Andrew, dia tidak mau ikut campur. Sebagai sahabat, dia hanya mendukung saja semua hal yang dilakukan sahabatnya itu. Lea juga tidak pernah mencampuri urusan pribadi Andrew, karena bagi Lea, batas sebuah persahabatan tidak mencampuri masalah pribadi seseorang.
Andrew kemudian meninggalkan rumah kost Lea. Dia sudah tidak bisa menahan dirinya. Dadanya masih saja sesak melihat semuanya. Ingatan tentang peristiwa satu setengah tahun lalu berputar kembali di ingatannya.

-00-

Remember Me (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang