Satu

2.2K 137 2
                                    

Mendung mulai menggantung gelap di langit. Setelah beberapa bulan langit selalu cerah dan matahari bersinar terik, kali ini langit benar-benar gelap karena awan mendung. Angin mulai bertiup kencang dan menerbangkan beberapa daun yang terlepas dari ranting. Kondisi di luar cukup mengerikan sehingga membuat beberapa orang mulai mencari tempat untuk berteduh. Mungkin, badai akan datang sebentar lagi.

Lea memandang langit dari balik kaca jendela. Langit benar-benar ingin meluapkan rindunya pada bumi kali ini. Dia mengumpulkan awan mendung yang sangat banyak, lalu akan mengirimkan begitu banyak hujan sebagai penyampai rindu. Lea lalu mengedarkan ke seluruh ruangan kafe tempat dia bekerja. Sepi. Hari ini hanya ada 3 pengunjung dan semuanya sudah pergi sejak satu jam yang lalu. Lea berdiri di balik meja bar, memandang kuku-kuku jarinya yang sudah mulai agak panjang. Beberapa hari ini, dia harus lembur karena teman sesama pekerjanya sedang cuti, sehingga dia harus menjaga kafe seharian sampai tutup. Sepulang kerja, dia hampir tidak punya tenaga untuk sekedar memotong kuku.

Terdengar lonceng pintu berbunyi. Itu berarti ada pengunjung. Semoga saja, hujan akan membuat para pejalan kaki itu berteduh di kafenya. Lea mendongak dan melihat seorang laki-laki yang berjalan masuk ke kafenya. Sesaat, dia hanya terpaku menatapnya. Mengamati wajahnya yang bersih dengan sedikit bulu-bulu tipis di rahangnya, rambutnya yang acak-acakan tanpa pomade, juga kemeja flannel-nya yang sedikit basah karena gerimis di luar yang mulai turun. Laki-laki itu mencoba mengelap air hujan yang mengenai kameranya. Setelah itu, dia berjalan ke arah Lea. Mungkin, hendak memesan kopi.

"Double shot Espresso." Ucapnya saat berada di depan Lea. Dia sama sekali tidak melihat rincian menu yang terpajang di dinding atau dekat kasir. Tetapi, Lea sudah paham karena menu yang dia pesan, hampir selalu ada di setiap coffee shop.
"With sugar?"
"Less sugar, please." jawabnya. Dia menatap Lea yang tampak kikuk. Sesekali, laki-laki itu menyibak rambutnya dengan jari-jarinya.
"Tiga puluh ribu." Lea menyebutkan harga setelah mengetik beberapa angka di keyboard.
Laki-laki itu mengeluarkan uang dari dompetnya yang tersimpan di saku celana, lalu mengulurkan selembar uang 50 ribuan. Lea menerima uang itu dan mengulurkan kembali uang 20 ribuan sebagai kembalian.
"Tambah latte satu. Jadi tidak usah kembalian." Ucap laki-laki itu lagi.

Lea mengerutkan kening bingung karena laki-laki ini sedang sendirian tetapi dia memesan dua cup kopi. Tetapi, dia mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak mencampuri urusan pelanggan. Bisa saja, dia sedang ada janji dengan orang lain.
Setelah memasukkan kembali uangnya ke laci kasir, Lea mulai mengambil gelas dan hendak menulis nama, tetapi dia teringat belum menanyakannya pada laki-laki tadi.

"Ditulis nama apa, kak?" 
"Azalea."
Lea tertegun mendengarnya. Tangannya yang sedang memegang spidol bahkan membeku. Jantungnya yang sejak tadi berdetak tidak biasa, sekarang malah semakin menjadi. Dia kemudian menatap laki-laki itu, menunggunya membenarkan jawaban.
"Kenapa, Mbak? Ada yang salah dengan nama Azalea?" Dia malah balik bertanya.
Ingin rasanya Lea mengkonfrontasi, tetapi dia memilih diam dan menulis nama itu di dua gelas plastik yang dipegangnya.
"Ditunggu sambil duduk saja, kak. Nanti pesanannya saya antar ke meja."
"OK." Pria itu lalu berjalan pergi dan mengambil kursi di sudut ruangan yang langsung bersebelahan dengan jendela kaca. Dari tempatnya duduk, dia bisa melihat jalan dan seluruh ruangan kafe dengan leluasa.

Dengan cekatan, Lea membuatkan dua pesanan kopi milik laki-laki itu dan mengantarkannya ke meja.
"Mau nemani saya, Mbak?" tanya laki-laki itu saat Lea hendak berjalan pergi.
Lea mengerutkan keningnya, mempertanyakan tawaran itu. Bukankah seharusnya laki-laki itu tahu kalau pegawai tidak boleh menikmati kopi dengan pengunjung di saat jam kerja?
"Maaf, kak. Saya masih jam kerja." Lea menolaknya dengan halus.
"Bukannya lagi sepi? Ini latte-nya buat Mbak." Dia menyorongkan gelas kopi latte ke arah Lea.
"Maaf, kak. Saya tidak bisa. Meja kasir tetap harus ada yang jaga."

Remember Me (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang