“Bagaimana keadaanmu?” tanya Tasya saat pertama kali melihat Lea di coffee shop.
“Baik-baik saja.” Sahut Lea sembari menulis nama pelanggan di gelas kopi. Hari ini dia mendapatkan jatah shift malam, sehingga baru dimulai pukul 4 sore hingga pukul 10 malam.
“Syukurlah.” Balas Tasya yang sedang melepas celemeknya. Shiftnya sudah berakhir.
“Kamu mau pulang?”
“Ya. Nanti pacarku akan menjemput. Kami berencana mau makan Pide.”
Lea berhenti menulis di gelas plastik. Sesuatu mengusik pikirannya ketika mendengar Tasya menyebutkan Pide.
“Meski kami berdua belum bisa pergi ke Turki, setidaknya kami sering makan makanannya. Jadi, nanti kalau sudah punya uang dan pergi ke sana, tidak kaget lagi.” Tasya bercerita dengan antusias.
Ingatannya kemudian terusik. Dia seperti pernah makan Pide di suatu tempat dengan seseorang, namun dia tidak ingat dimana. Ingatan Lea tiba-tiba membawanya pada suatu tempat yang ramai. Tampak beberapa orang asing yang sedang hilir mudik. Sementara dia sedang berjalan bersama seseorang menyusuri pasar yang baru dilihatnya. Semakin lama ingatan itu berputar di ingatan Lea, dia merasa kepalanya semakin sakit. Gelas plastik yang dibawanya pun terlepas karena pandangannya tiba-tiba kabur. Lea berjongkok dan memegang kepalanya yang terasa sakit.
Lalu, ingatan itu hilang. Meski kepalanya masih sedikit pusing, Lea sudah bisa menguasai dirinya.
“Kamu baik-baik saja?”
Sebuah suara dari balik meja membuat Lea menoleh. Dia melihat Benny berdiri di depan meja kasir. Wajahnya tampak khawatir melihat Lea.
“Aku baik-baik saja.” Lea memaksakan senyumnya lalu berjalan menuju ke meja kasir.
“Mau pesan apa?” tanya Lea lagi.
“Ice Americano.”
“With less sugar?”
Benny mengangguk. Dia tersenyum seperti biasanya. Lalu mengulurkan uang pada Lea.
“Aku tunggu di sana.” Benny menunjuk pada meja di pojok ruangan. Meja yang sama saat mereka bertemu dulu. Juga, meja tempat Benny memberikan kalung berliontin kunci yang sekarang melingkar di lehernya.
Lea mengangguk, lalu mulai menyiapkan pesanan. Setelah segelas ice americano siap, Lea membawanya ke meja Benny.
“Apakah kamu sibuk?” tanya Lea sembari meletakkan gelas americano.
Benny menggeleng. “Kenapa?
“Aku tidak bisa menghubungimu kemarin.”
“Kamu merindukanku?”
Pertanyaan Benny membuat Lea diam, namun pipinya bersemu merah karena malu.
“Aku mengkhawatirkanmu. Aku juga tidak tahu dimana kamu tinggal.”
“Kamu ingin tahu dimana aku tinggal?” Benny malah bertanya lagi.
Lea tidak menyahut. Kenapa Benny harus selalu bertanya padanya, sementara dia seharusnya sudah tahu apa maksud dari ucapannya? Lea menjadi kesal sendiri. Dia memilih untuk meninggalkan Benny. Namun langkah Lea terhenti saat Benny menggenggam erat pergelangan tangannya.
“Kalau kamu ingin ke rumah, kita bisa pergi besok. Aku akan menjemputmu.”
Senyum di bibir Lea mengembang. Bukan apa-apa, Lea hanya ingin memastikan kalau Benny berasal dari keluarga baik-baik sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkah lebih jauh dengannya. Selama ini, Benny terasa seperti orang asing bagi Lea karena dia tidak tahu siapa sebenarnya Benny dan bagaimana keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Me (Completed)
RomanceTidak banyak yang tahu Azalea menyimpan kepedihan di hatinya. Pernikahannya yang berakhir, anak laki-lakinya yang besar tanpa seorang ayah, dan perjuangannya untuk menghidupi dirinya serta anaknya seorang diri. Kepedihan itu pula yang membuat Azalea...