Tentang waktu, masalah, takdir, semuanya tepat.
***
Aura benar-benar datang sebelum jam lima pagi.
Bahkan, penjaga pos pun belum mandi. Pak Diko namanya. Ia tinggal bersama keluarga kecilnya di belakang kantin sekolah.
Aura melihat gerbang yang masih dikunci. Hanya beberapa lampu yang dinyalakan di dalam. Angin pagi yang dingin berhasil menembus jaket wol yang digunakannya.
"Selain pinter, lo juga penurut, sekaligus agak tolol."
Aura tersentak mendengar suara di belakangnya. Cowok dengan jaket bertuliskan Sin1. Kali ini, Raksa.
Raksa kira, Aura tak akan sungguhan datang seperti perintahnya kemarin. Ternyata Aura datang.
Cowok yang sudah biasa datang sangat pagi itu menaiki pagar, melompat ke dalam. "Lo tunggu di sini, kecuali kalo lo mau naek pager juga. Tapi awas mampus."
Aura hanya menghela napasnya, selang lima menit ia kembali melihat Raksa berjalan mendekat.
Raksa membawa kunci gerbang, kemudian membuka gerbang sekolah. "Lo udah sarapan?" tanya Raksa pada Aura.
Aura yang semenjak kehadiran Raksa tak berucap sepatah kata pun kini menggeleng, "Gue bawa bekal."
Raksa melewatinya, menuju motor yang terparkir tak jauh dari depan gerbang. Mata Aura mengekori ke mana langkah yang Raksa tuju. Aura tidak tahu kenapa Raksa memintanya untuk datang sepagi itu, atau kenapa juga Raksa datang sepagi itu, ini aneh sekali untuk Aura.
Karena, selain merepotkan Bi Risa untuk memasak dini hari, membangunkan Pak Imron untuk mengantarnya sebelum subuh, Aura juga jadi repot harus bangun lebih pagi.
"Ikut gue," ujar Raksa mengisyaratkan Aura untuk menaiki motornya.
"Ke mana?" tanya Aura mendekat. Raksa tak menjawab, tapi Aura menaiki motornya.
Langit masih gelap, mereka diterangi lampu jalan. Kemudian di persimpangan, Raksa menghentikan laju motornya.
Seorang abang-abang bertubuh gempal sekitar umur 27 tahun tersenyum ke arah Raksa. "Bawa siapa nih, Boss?" tanyanya sambil mengaduk sesuatu di dalam dandang.
"Temen," jawab Raksa datar, "Dua mangkok, Bang Roy."
"Siapp!" Bang Roy -- laki-laki penjual bubur ayam itu mengacungkan jempolnya.
"Kenapa lo bawa gue ke sini?" tanya Aura menatap langsung manik mata Raksa. Percayalah, Aura hanya ingin membiasakan tatapan itu, agar ketika ia ditatap Raksa, ia tak merasa terbunuh.
"Karena ketika gue tanya lo udah makan atau belum, lo jawab bawa bekal, bukan 'udah'. Gak usah dibawa ribet lah, Ra."
"Nih, nih, masih pagi gak usah berantem." Bang Roy menyimpan dua mangkuk bubur di meja. "Raya kemana, heh?" tanyanya.
Raksa melihat layar ponsel, "Dia menstruasi hari pertama, pasti gak masuk sekolah."
Bang Roy hanya mengangguk. Yang Aura lihat, sepertinya Bang Roy cukup dekat dengan anak-anak Sin1. Terbukti yang ia tanyakan adalah anggota Sin1, bukan teman sekelas Raksa.
"Teh?" tanya Bang Roy membuat Raksa mengangguk. Ia kemudian menyeduh dua gelas teh hangat, kemudian memberikannya pada Raksa dan Aura.
Baru saja Aura akan meminumnya, Raksa menahan tangan perempuan tersebut. "Berapa suhunya?"
"Ha?" Aura membulatkan mata.
"Berapa suhunya?" tanya Raksa ulang, kemudian melihat gelas teh tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Athrylith Sin 1
Teen FictionAthrylith : Genius (Dalam bahasa Welsh) Menceritakan kelompok sekolah khusus bernama Sin1 yang berisi murid-murid genius. Rencana mengikuti olimpiade ke luar pulau justru membawa petaka. Tersesat, memecahkan teka-teki, jatuh cinta kemudian mati (...