03.

48 7 4
                                    

03. Bergerak

Sekarang bukan waktunya untuk mengulang kesalahan yang sama

_____________________________________


Sejak satu jam yang lalu, kamar dengan nuansa ungu pastel yang biasanya sepi itu mendadak ramai. Pelakunya bukan lain adalah lima gadis ditambah sang pemilik kamar yang kini asik berkumpul untuk sekedar melepas rindu karena jarang bertemu.

Tanpa melepas seragam sekolah, keenam gadis itu sibuk dengan kegiatan masing-masing di kamar Yasa. Nafsa dengan Kayla kompak menonton drama Korea di pojok ruangan. Athira sibuk membantu Ceisya membungkus barang jualan miliknya yang sudah satu tahun lebih membuka toko online yang menjual berbagai macam merchandise K-pop. Sedangkan Zhea dan Yasa malah asik rebahan di atas tempat tidur menatap langit-langit kamar.

"Naf, Jalan Mangga Besar bukannya deket rumah lo, ya?" tanya Ceisya membuat Nafsa yang sibuk menonton drama hanya mengacungkan jempol membalas. Ceisya mendengus, kebiasan memang Nafsa kalau sudah fokus tak bisa diganggu. "Nafisa!" teriak Ceisya nyaring, membuat Kayla refleks menutup laptop karena kaget.

"Kurang ajar," desis Kayla menatap Ceisya yang menyeringai puas karena berhasil membuat fokus dua gadis itu pecah.

"Apa?" Nafsa bertanya ke arah Ceisya dengan wajah datar.

"Lo pulang sama siapa?"

"Sama Ayah... mungkin?" Nafsa berucap tak yakin.

"Sama gue aja gimana?" Nafsa langsung menatap Ceisya penuh tanda tanya, tapi setelah iming-iming es kepala simpang tiga dari Ceisya, Nafsa akhirnya setuju.

***

Motor matic abu-abu Ceisya berhenti di depan pagar hitam sebuah rumah besar setelah sebelumnya berhenti di simpang tiga membeli es kelapa. Nafsa melompat turun, membiarkan Ceisya mengambil barang jualannya yang dipesan oleh seseorang yang katanya tinggal di rumah ini.

"Apa itu?" Nafsa menatap bingung bungkusan berbentuk persegi panjang di tangan Ceisya.

"Album."

"Album apa?"

"RV. Unsealed. PC Irene," sahut Ceisya jelas.

"Yang pesan cewek atau cowok?"

"Nama akunnya sih 'Teteh Airin', nama pemesannya juga Naina, jadi ada kemungkinan cewek yang pesan," kata Ceisya membuat Nafsa manggut-manggut.

Bel rumah besar itu sudah Ceisya tekan sejak sepuluh menit yang lalu, namun tidak akan seorang pun yang datang membukakan. Pemilik paket yang berkata akan menunggu di depan rumah pun tak kunjung mengangkat telepon Ceisya.

"Panas," keluh Nafsa menempelkan bungkus es kelapanya yang kini hanya menyisakan es batunya saja ke pipi.

Ceisya menggeram sebal, mulai kehabisan kesabaran. Gadis itu berhenti menekan bel, berbalik menghampiri Nafsa yang bernaung di bawah bayangan pagar. Mereka berdua cukup lama menunggu, sampai akhirnya suara motor yang mendekat dari arah belakang membuat dua gadis itu menoleh. Sosok pemuda dengan jaket denim biru turun lebih dahulu, disusul seorang pemuda yang mengendarai motor itu ikut turun.

"Siapa, ya?" Pemuda dengan jaket denim itu bertanya.

"Nganter paket, Kak," balas Ceisya setelah menyadari kalau pemuda dengan jaket denim itu adalah kakak kelasnya. Namanya Fauzian, tapi lebih sering dipanggil Ujin.

"Punya Mars?"

"Hah?" Ceisya mendadak bingung. Seingatnya ia tak salah alamat, lalu kenapa nama Naina bisa berubah jadi Mars. Apa kalau Mars adalah nama siangnya, sedangkan saat malam berubah jadi Naina?

Before It's Too Late (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang