06.

42 6 8
                                    

06. Luka Yang Tidak Ada Artinya

Belajarlah untuk menyadari siapa yang benar-benar ada di sisimu

_________________________________________


Bau obat mendominasi penciuman Nafsa ketika ia membuka mata. Sosok yang pertama ia lihat hanya Ester, anak 11 MIPA 3 yang mungkin hari ini sedang bertugas menjaga UKS. Gadis cantik itu telah menyiapkan segelas teh hangat dan membantu Nafsa untuk meminumnya. Setelah itu, Ester izin untuk kembali ke depan berjaga dan membiarkan Nafsa kembali beristirahat.

Nafsa akan memejamkan mata kembali saat suara ribut itu terdengar dari luar. Tanpa perlu melihat siapa yang datang ia sudah bisa menebak dari suara gadis itu yang sepertinya sedang berbicara dengan Ester. Mereka berbincang cukup lama, sampai akhirnya tirai pembatas di depan Nafsa terbuka dan menampilkan sosok Zhea. Ah, kali ini dia tidak membawa Coki-Coki, melainkan pasta keju.

"Loh? Kok bangun?" katanya dengan wajah polos.

"Lo maunya gue mati!?" tanya Nafsa sarkas.

Zhea kontan menggeleng. "Jangan dulu. Lo belum nyumbang di nikahan gue," katanya melangkah masuk. Nafsa hanya memutar bola mata malas mendengarnya. 

"Mana yang lain?" tanya Nafsa ketika Zhea duduk di tepi ranjangnya.

"Athira sama Kayla ada di depan, ngobrol sama Ester. Kalau Iliya sama Ceisya mungkin belum keluar kelas," jelas Zhea, membuat Nafsa manggut-manggut.

"Kita datang!"

Nafsa dan Zhea menoleh ke arah tirai yang terbuka setengah. Menampilkan sosok empat gadis lain yang baru datang. Ceisya yang berada paling depan langsung memimpin masuk dan meletakkan sebuah styrofoam di atas nakas yang berada di samping Nafsa. Dari aroma yang menguar, Nafsa bisa menebak kalau isinya bubur ayam.

Yasa menyusul meletakkan sekotak susu. Athira juga meletakkan sebungkus vitamin rasa jeruk. Sedangkan Kayla memilih mendekat ke sisi Nafsa dan memijat kepala gadis itu. Benar-benar terasa seperti punya lima asisten. Atau yang benar hanya empat? Karena Zhea masih sibuk dengan pasta kejunya.

"Sekarang lo bisa cerita kenapa bisa sampai pingsan?" Kayla berucap sambil memijat pelan kepala Nafsa. Sebelumnya ia mengolesi dengan minyak kayu putih agar terasa hangat.

"Kena bola nyasar," sahut Nafsa seadanya.

"Di mana?"

"Di kepala. Lumayan keras. Buktinya aja gue sampai pingsan."

"Itu mah keras banget namanya, Naf. Kalau lumayan keras mah, lo cuman jatuh, gak akan masuk UKS," kata Kayla gemas karena kepolosan gadis ini.

Nafsa menampilkan cengiran lebarnya. "Iya juga ya."

Ceisya dan yang lain hanya menggeleng maklum. Sekekanak-kanakannya seorang Azara Zhea Ruli saja masih mengerti kalau ia dikibuli Kayla. Tapi Nafsa, hampir setiap kali ia selalu jadi korban. Bukannya merasa senang, Kayla justru lebih sering kasihan.

"Sekarang lo makan. Lo belum makan, kan?" tanya Ceisya membuka styrofoam. Nafsa hanya mengangguk menjawab.

"Habis makan minum susu, ya. Biar tambah enakan badannya," kata Yasa. Lagi-lagi dijawab anggukan Nafsa karena mulutnya penuh oleh bubur ayam yang baru saja disendokkan Ceisya.

Sendok terakhir bubur ayam sudah masuk ke dalam mulut Nafsa. Yasa sudah berdiri di sisi Nafsa dengan gelas susunya, bersiap menyodorkannya setelah gadis itu selesai menelan.

"Makasih Cei buburnya," kata Nafsa disela-sela kegiatannya menyedot susu dari gelas yang disosorkan Yasa.

Ceisya yang sedang merapikan sampah bubur langsung menoleh, "Bukan dari gue," bantahnya, membuat Nafsa agak terkejut sekaligus heran.

Before It's Too Late (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang