04. Date?
Kita tidak akan pernah terlibat apa pun seandainya kamu tak pernah menjadi apa-apa untuknya________________________________________
Jujur, Nafsa tak berani berekspektasi tinggi kalau Arjuna akan benar-benar datang ke kafe yang disebutkan pemuda itu semalam. Ia masih agak trauma dengan kejadian "dibajak" itu. Siapa tahu yang kemarin mengajaknya bertemu itu bukan Arjuna, melainkan orang iseng tempo hari.Bel di atas pintu kafe itu berbunyi saat Nafsa mendorong pintu, membuat beberapa pengunjung menoleh sesaat padanya sebelum kembali fokus pada kegiatan masing-masing. Namun, berbeda dengan pengunjung yang lainnya, pemuda di pojok kafe itu jadi mengembangkan senyum melihat Nafsa yang masih berdiri di dekat pintu nampak mencari-cari keberadaanya.
"Nafisa!"
Nafsa menoleh cepat, mencari-cari seseorang yang memanggil namanya. Pandangan Nafsa menyapu sesisi kafe, hingga akhirnya bertemu dengan seorang pemuda yang berdiri di balik sebuah meja di pojok kafe melambai kecil padanya. Nafsa menyipit, berusaha mengenali sosok pemuda itu yang tampak asing di matanya. Butuh beberapa detik bagi Nafsa untuk menyadari siapa pemuda itu.
Arjuna. Iya, itu dia.
Nafsa terperangah sesaat melihat Arjuna berjalan mendekat ke arahnya. Dia nampak berbeda, dengan rambut hitamnya yang biasanya dibiarkan berponi, sekarang membiarkan jidatnya terpampang jelas.
"Jangan bengong." Arjuna mengibaskan tangan di depan wajah Nafsa, membuat gadis itu langsung tersadar telah menatap Arjuna tanpa berkedip.
"Gu-gue kira lo gak datang," Nafsa berucap terbata, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya akan penampilan Arjuna yang berubah seratus delapan puluh derajat.
"Kenapa gak datang? Gue yang ngajak lo, masa gue yang gak datang," kata Arjuna sambil berjalan lebih dahulu memandu Nafsa menuju meja tempat ia duduk.
Meja itu sebenarnya tak benar-benar berada di pojok ruangan. Tapi karena letaknya agak menyendiri dan bersebelahan dengan deretan lukisan dan pernak-pernik berwarna pastel yang sangat cocok dengan warna dinding kafe yang dominan berwarna biru pastel, meja itu seakan punya spot sendiri dan terkesan istimewa. Di sisi lain kafe juga terdapat sebuah spot foto berisi banyak origami gantung beragam bentuk. Tak lupa juga, pada beberapa bagian dinding terdapat lukisan pesawat kertas beraneka ukuran, dari yang kecil hingga besar yang sangat memanjakan mata bagi Nafsa yang sangat menyukai origami.
Kafe Pesawat Kertas, begitu namanya. Kafe yang letaknya tidak begitu jauh dari sekolah ini memang termasuk baru. Kalau tidak salah baru dibuka saat Nafsa berada di pertengahan semester dua kelas sepuluh. Maka dari itu, sekarang saat Nafsa pertama kali memasuk ke dalam tempat ini, ia sangat kagum.
Setiap ornamen, warna, dan tema kafe ini seperti didedikasikan untuknya. Warna biru yang merupakan warna kesukaannya, dan origami... hampir semua benda miliknya berhubungan dengan origami. Tapi itu hanya pikiran Nafsa karena ia terlalu bahagia menemukan tempat yang seperti rumah impian baginya.
"Lo mau pesan apa?" tanya Arjuna pada Nafsa yang sibuk membolak-balik halaman buku menu.
"Bingung, ini lucu semua," kata Nafsa mengangkat buku menu, menunjukkan beberapa makanan yang dibentuk atau terdapat unsur-unsur origami dalam penyajiannya.
"Lo segitu sukanya sama origami?" tanya Arjuna tiba-tiba.
Nafsa yang tadinya sibuk menunduk memilih menu jadi mengangkat wajah. "Bukan suka lagi, tapi suka banget! Saking sukanya bahkan waktu kelas sepuluh gue sering banget ke rooftop sekolah cuma buat nerbangin pesawat kertas karena di sana anginnya deras," katanya mengingat masa-masa kelas sepuluhnya. "Di dalam pesawat kertas itu pula gue sering nulis-nulis kalimat penyemangat, berharap kalau pesawat kertas gue jatuh di suatu tempat dan ditemukan orang lain, orang itu bisa dapat semangat dari gue meski gak secara langsung."

KAMU SEDANG MEMBACA
Before It's Too Late (Again)
Novela JuvenilBerita putusnya hubungan Nafsa dan Galang tepat sehari sebelum pembagian rapor kenaikan kelas memang membuat SMA Semesta gempar. Kejadian yang tiba-tiba, juga tidak ada alasan yang jelas kenapa mereka sepakat untuk mengakhiri semuanya, membuat tanda...