02.

45 7 3
                                    

02. Serangan Mantan

Aku bukan Captain America yang punya perisai besi untuk menghindar dari serangan mantan

_________________________________________


Hari ini Arjuna terasa lebih dingin daripada kemarin, membuat Nafsa merasa tak perlu membahas kejadian kemarin. Tenang, Nafsa sudah menyimpan nomor Arjuna meskipun katanya dibajak. Mereka satu kelas, tidak ada yang tahu di masa depan nanti kalau saja dia membutuhkan Arjuna.

Di hari kedua tahun ajaran baru ini, Bu Risti—guru Bahasa Indonesia, sudah memilih memulai pelajaran di kelas 11 MIPA 2. Pembelajaran beliau cukup menyenangkan karena Bu Risti adalah guru muda dan lemah lembut ketika menjelaskan, sehingga tak sedikit anak laki-laki di kelas, bukannya mendengarkan penjelasan Bu Risti malah memandangi wajah cantik beliau. Namun, begitu mendekati istirahat, Bu Risti mengumumkan sebuah tugas kelompok yang langsung membuat seisi kelas mengeluh. Bukan apa-apa seandainya tugasnya membuat laporan, tapi ini bermain sebuah drama.

Padahal bab drama ada di bagian akhir semester, tapi sepertinya Bu Risti khawatir kalau materi drama tidak akan bisa terlaksana karena berdekatan dengan ulangan akhir semester.

Dan di sinilah akhir dari pembelajaran Bahasa Indonesia hari ini. Enam remaja itu duduk membuat lingkaran di meja bagian belakang kelas berdiskusi.

"So?" Haekal bertanya pada lima orang lainnya.

"Gue ikut aja," sahut Galang tak minat, lalu merebahkan kepalanya di atas meja.

"Gue juga deh," kata Abin ikut-ikutan.

"Aduh, serius dong! Ini tugas kelompok, nilainya bukan buat lo sendiri, jangan egois!" Yashinta mengomel.

"Gue boleh ngomong, gak?" Nafsa mengangkat tangan.

"Itu udah ngomong," kata Haekal usil, walau berikutnya harus merasakan pukulan ganas dari Yashinta.

"Diam!" kata Yashinta melotot galak pada Haekal. "Silahkan, Naf," lanjutnya berubah manis saat berhadapan dengan Nafsa. 

Nafsa berdehem sebelum bicara. "Jadi, untuk judul drama Bu Risti sudah menyiapkan beberapa, tapi empat judul sudah diambil sama kelompok lain. Tinggal Cinderella sama Sangkuriang," kata Nafsa menjelaskan.

"Yaudah, Sangkuriang aja," usul Abin.

"Gue jadi Sangkuriangnya pasti," Haekal berucap penuh percaya diri.

"Elo, mah anjingnya, Kal," ujar Yashinta membuat meja itu langsung penuh gelak tawa, kecuali dua orang yang seperti mengalami putus kotak tertawa.

Haekal cemberut. "Kalau gitu gue gak setuju. Kita main drama Cinderella aja," katanya membuat Yashinta dan Abin makin kompak menertawakannya.

"Gimana? Cinderella aja nih?" tanya Yashinta kembali ke topik diskusi setelah puas tertawa.

"Yah... padahal pengen liat Haekal jadi anjing," kata Abin dengan wajah dibuat-buat sedih.

"Setiap hari dia udah mirip anjing, kok," ucap Yashinta menepuk pundak Haekal, membuat cowok itu langsung menepis tangan Yashinta kesal.

Nafsa tertawa saja melihat tingkah teman-temannya. Walau kasihan melihat Haekal yang terus-menerus jadi bahan ledekan. Beruntung Haekal adalah tipikal orang yang tidak suka membawa perasaan ketika bercanda. Jadi, ya... biasa saja selama bercandanya masih tahap wajar.

"Gue pilih Cinderella." Haekal meletakkan tangan di atas meja. "Kalau punya pilihan yang sama, silahkan tumpuk tangan kalian di atas tangan gue."

"Cinderella." Yashinta menaruh telapak tangannya di atas punggung tangan Haekal.

Before It's Too Late (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang