"Oppa akan pergi?"
Seokjin sedikit terkejut di sana, menatap pad Rose yang kini berjalan mendekat padanya. Mungkin karena fokusnya sedari tadi hanya tertuju pada ponselnya, bahkan Seokjin sama sekali tak mengetahui sejak kapan Rose sudah berada di apartementnya dan berada di dapurnya--terlihat dari Rose yang memang keluar dari area dapurnya.
"A-Ah, ya."
Sungguh, Seokjin masih belum bisa untuk menatap pada Rose secara langsung. Terlalu merasa bersalah karena semalam sudah mencium gadis itu. Sebenarnya, bukan kesalahan dirinya sepenuhnya. Rose pula yang menciumnya lebih dulu saat itu. Karena di dalam mimpinya pun, seorang Kim Jisoo tetap hadir di sana.
"Kenapa terlihat terburu-buru sekali?"
"Ada rapat yang harus aku hadiri. Dan rapatnya diadakan saat pagi hari."
Rose menyadari bagaimana Seokjin yang tak menatap padanya. Mungkin karena kejadian kemarin, pikirnya. Sedikit membuatnya sedih, menyadari jika memang ciuman pria itu padanya benar-benar adalah sebuah kesalahan.
Tapi tentu saja, Rose tak menyerah begitu saja.
Memaksakan sebuah senyuman lembutnya, merangkul lengan Seokjin dan membuat pria itu melirik ke arah rangkulan itu sebelum menatap pada Rose setelahnya.
"Kalau begitu, Oppa sarapan lebih dulu. Aku sudah menyiapkannya."
Seokjin berdehem, melepaskan dengan perlahan pula rangkulan Rose padanya. Tak sadar pula jika ia kembali menggoreskan sebuah luka di hati gadis itu akan sikapnya.
"M-Maafkan aku. Tapi aku sangat terburu-buru sekali pagi ini."
Dan setelah mengatakan hal itu, Seokjin berlalu begitu saja tanpa bisa Rose mencegahnya. Menghela napasnya menatap pada kepergian pria itu.
Rose menutup kedua matanya saat itu, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Sudahlah, mungkin memang Seokjin sedang terburu-buru dan membuatnya bahkan melewatkan sarapannya sendiri.
Maka setelah memastikan apartement Seokjin dalam keadaan bersih, Rose memilih untuk pergi. Lebih baik jika ia pergi ke butik Ibunya dan membantunya di sana. Setidaknya, bermain dengan sketsa gaun dan melihat patung manekin bisa menenangkannya saat ini.
Namun ketika ia baru saja menutup pintu apartement, ia bisa melihat sosok pria yang tengah menarik dua koper sekaligus. Pria yang ia begitu ingat sekali, dimana pria itu adalah orang asing yang tak memperdulikan apakah mereka saling mengenal, namun begitu terlihat peduli padanya.
"B-Boleh aku membantumu?"
Jimin tentu saja terkejut dengan kehadiran Rose, tersenyum setelahnya ketika pandangannya bertemu dengan gadis itu. "Kita bertemu lagi."
Rose hanya membalasnya dengan senyuman. Melirik kembali ke arah dua koper yang masih berada di dekat Jimin. Dan mendapatkan tatapan itu, Jimin pun menyadarinya.
"A-Ah, kau tak perlu membantuku. Aku masih bisa untuk membawanya."
"Kau yakin? Kau terlihat sedikit kesusahan tadi."
Baiklah, Jimin akui itu. Lagipula, dua koper yang ia bawa itu bukanlah berisi pakaian. Melainkan beberapa barang-barang lainnya yang belum sempat ia bawa kemarin.
Tapi meminta bantuan pada gadis yang sebenarnya masih asing baginya, tidakkah itu terlalu keterlaluan?
"A-Anggap saja, aku membalas bantuan yang kau berikan padaku kemarin."
Itu terdengar cukup adil. Maka Jimin akhirnya hanya mengangguk, dimana Rose pun mengambil salah satu koper yang berada cukup dekat dengannya.
"Tapi jangan mengeluh jika berat."
![](https://img.wattpad.com/cover/154244614-288-k449641.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold
Hayran Kurgu[18+] ✔ Jika saja aku lebih berani saat itu, mungkin kau tak akan pergi dan membuatku begitu menyesal saat ini. ----- ©A BTS's Jin & BLACKPINK's Jisoo Fanfiction ©iamdhilaaa, 2019