Bibir berujar sadis, tapi hati berbelas kasih.
***
Seorang gadis mendongak menatap rucita di atas sana. Bintang dan bulan dengan cantiknya menghiasi langit. Mengubah warna gelap menjadi terlihat terang dengan adanya indurasmi. Bibir mungilnya tertarik membentuk lengkungan. Gadis itu menurunkan pandang beralih menatap jalan lurus yang sepi kendaraan.
"Arah mana?" Gadis itu mendengar suara dari seseorang di depannya. Ia memajukan wajahnya lebih dekat.
"Pertigaan belok kanan." Gadis itu berkata dengan suara keras agar seseorang di balik helm dapat mendengar suaranya.
"Yang itu." Gadis itu kembali bersuara. Tangannya menunjuk sebuah rumah di depan sana.
Motor besar itu berhenti di depan rumah bercat putih. Rumah paling terang dibandingkan rumah yang lain. Seorang gadis turun dari jok belakang.
"Awas, tagihan listrik melonjak," ujar sosok itu memperingati.
Gadis itu menoleh, menatap rumahnya sekilas. Ia meringis. "Makasih, ya, Vin. Maaf ngerepotin."
"Arah rumah gue sama lo searah," ujar sosok itu yang 'tak lain adalah Govintara.
"Gue balik." Cowok itu menghidupkan mesin motornya.
"Hati-hati!" Ivenna melihat bagian belakang motor yang bergerak menjauh, menyisakan titik cahaya merah yang kian 'tak terlihat.
Ivenna membalikkan badan. Gadis itu menatap rumahnya yang begitu terang. Hampir semua lampu ia nyalakan. Ia membuka gerbang lalu masuk ke dalam.
Gadis itu melepas sepatu lalu meletakkannya di rak. Kaki mungilnya berjalan memasuki ruangan. Ruang tempat dirinya melepas penat setelah seharian berjuang.
Ivenna berbaring di atas ranjang. Netranya menatap gambar awan beserta antek-anteknya di atap kamarnya. Awan, bintang dan bulan terpampang apik di atas sana. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman. Perlahan ia merapatkan kelopak matanya. Hatinya berharap mimpi indah datang mengisi malam dengan tenang.
***
Seorang gadis menggunakan dasinya dengan asal. Bibirnya bergerak mengeluarkan bunyi umpatan. Do'anya semalam benar-benar dikabulkan oleh sang kuasa. Mimpi indah yang membuatnya enggan kembali ke dunia nyata. Bagaimana tidak? Pukul 06.48 Ivenna baru membuka kedua mata. Alhasil, pagi ini ia mandi bebek, 'tak bersih yang penting basah.
Ivenna berjalan keluar dengan langkah tergesa-gesa. Ia melihat jam mungil di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 07.02. Gadis itu berdiri 'tak tenang di depan pintu gerbang. Berjalan mondar-mandir seraya meremas sisi rok abu-abunya. Sesekali ia mengangkat sebelah tangannya, rasa cemas menggerogoti dirinya saat melihat jarum yang terus bergerak.
"Ojol, gue mana sih? Gak tau apa ini udah jam berapa?" gerutu Ivenna. "Awas aja kalo gue telat gara-gara dia! Gue kasih bintang satu!" lanjutnya mengumpat.
Gadis itu sedang menunggu ojek online yang ia pesan. Lokasi rumah yang berada di gang sempit membuatnya sulit untuk menemukan angkot. Jikapun mau, ia harus berjalan menempuh jarak 500m untuk menuju pangkalan angkot di jalan besar.
Sebuah motor besar berhenti di hadapan Ivenna, tepat saat gadis itu berbalik.
"Naik," ujar sosok di balik helm full face.
Ivenna merunduk, mengintip siapa pemilik suara di balik helm itu.
"Ini gue. Buruan naik! Sepuluh menit lagi gerbang ditutup," paparnya.
Ivenna tersentak. Ia menegakkan tubuhnya. Gadis itu berpikir. "Ojol gue gimana?"
"Batalin."
Gadis itu kembali berpikir. "Tapi kasian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menottes [END]
Teen FictionBiarkan terikat agar tak hilang, atau lepas agar luka tak berbekas?~Govintara -- Kamu adalah kunci, dan aku ibarat borgol yang tak bisa dibobol. Ini bukan karena aku melakukan kesalahan, tapi karena akulah yang memborgol diri dengan kunci sengaja ku...