Apakah aku dan kamu tidak bisa menjadi satu?
~
***Kedua anak manusia itu perlahan melepaskan dekapan satu sama lain. Sulit memang jika sudah menemukan tempat yang nyaman, namun harus ditinggalkan dalam waktu yang singkat. Hati seolah menolak pergi, tapi raga bersikeras untuk meninggalkan.
Ivenna dan Govintara saling pandang. Keduanya terlihat sama-sama canggung. Lantas cowok itu memberi kode untuk pulang.
Seseorang tampak melirik ke belakang sebelum menjalankan motor. Lantas motor melaju menyusuri jalan yang mulai sepi kendaraan.
Seorang gadis yang duduk di jok belakang, perlahan mendekatkan tangan pada pinggang seseorang di depannya. Jari-jari mungil itu menggenggam erat ujung baju si pengendara.
Sosok di balik helm melirik sekilas. Lantas menarik tangan-tangan itu untuk melingkar di pinggangnya. Ivenna yang semula kaget, mulai mengembangkan senyumnya. Kepalanya ia senderkan pada pundak Govintara.
Keduanya sama-sama menikmati kebahagiaan yang sifatnya hanya sementara. Hari ini mereka memang dekat, bahkan sangat dekat, namun esok mereka akan berubah menjadi dua orang asing yang 'tak sengaja bertemu. Jarak mereka pun akan berubah menjadi sejauh bumi dan matahari.
Motor besar itu berhenti di perumahan. Ivenna bergerak turun diikuti oleh Govintara.
Dahi gadis itu mengernyit. “Kenapa?”
“Lampu rumah lo belum hidup,” ujar Govintara menunjuk ke arah rumah Ivenna menggunakan dagunya.
“Temenin, ya.” Govintara tersenyum. Lantas keduanya masuk ke dalam rumah.
***
Ujian telah usai selama satu minggu, classmiting pun telah dilaksanakan seminggu setelahnya. Lalu lanjut pembagian rapor. Seluruh siswa begitu antusias menunggu hasil dari kerja kerasnya.Seorang gadis tampak memeluk rapor dengan erat. Wajahnya berseri-seri, dengan bibir yang terus tertarik membentuk lengkungan.
“Gue peringkat satu!” ujarnya antusias.
Anas mengembangkan senyumnya. “Selamat.” Tangannya bergerak mengelus pucuk kepala Ivenna.
Senyum Ivenna luntur seketika. Perlakuan Anas membuatnya teringat akan seseorang. “Gue pergi bentar, ya?”
Alis Anas terangkat, lalu kembali tersenyum. “Iya.”
Ivenna melangkah pergi meninggalkan area parkir setelah mendapat persetujuan. Senyumnya mengembang begitu lebar. Langkah membawanya kembali ke dalam kelas.
Matanya berkaca-kaca kala melihat seseorang yang duduk di bangku sendirian. Kakinya melangkah mendekat.
“Gue peringkat satu,” ujar Ivenna saat berada di depan cowok itu.
Govintara mengembangkan senyumnya. “Selamat.”
“Hasil rapor lo?” tanya Ivenna mendudukkan diri di kursi depan cowok itu.
“Gak sebaik isi hati gue,” ujarnya tersenyum miris.
Ivenna terenyak. “Mak–sud lo?”
Govintara menatap Ivenna lekat-lekat. “Gue cinta sama lo. Gue gak bisa jauh dari lo. Gue gak bisa terus-terusan gini. Gue kira rasanya gak bakal sakit, karena gue ngikhlasin orang yang gue sayang buat sahabat gue. Ternyata gue salah. Jatuh cinta yang umumnya buat orang bahagia, malah buat gue tersiksa,” papar Govintara.
Ivenna mencoba menahan air matanya agar tidak luruh. Hatinya berdesir mendengar penuturan dari sosok di hadapannya.
“Gue–juga gak bisa. Gue juga ngerasa sakit seperti yang lo rasain. Tapi, gue gak bisa apa-apa selain nahan itu semua.” Suara Ivenna mendadak parau.
“Kita harus ungkap ke Anas.”
Ivenna menggeleng. “Gue gak bisa nyakitin sahabat gue.”
Govintara menggenggam erat tangan Ivenna. “Dengerin gue. Kalo kita diem kaya gini, itu sama aja ngebuat tiga hati sekaligus terluka. Lo, gue dan Anas. Dia harus tahu isi hati lo, Iven. Dia sahabat lo, 'kan?” Ivenna mengangguk ragu. “Gue yakin dia pasti bisa ngerti."
Ivenna mengedarkan pandangannya. Tempat parkir yang semula ramai kini mendadak kosong. Pun Anas yang sudah menghilang entah ke mana. Gadis itu menoleh pada Govintara seraya mengangkat alisnya.
Drrtt! Drttt!
Sebuah panggilan masuk dari Anas. Ivenna melirik Govintara sebelum mengangkatnya.
“Hallo–“
Dada gadis itu bergemuruh. Ponsel yang semula menempel pada telinga itu perlahan turun bersama dengan luruhnya bulir air mata.
Govintara bergerak mendekat. Ia menyentuh pundak Ivenna. “Kenapa?
“Kita harus ke rumah Anas sekarang.”
***
Gerombolan orang berbaju serba hitam berdiri mengelilingi sebuah gundukan tanah yang baru saja digali. Tampak seorang pria paruh baya menyentuh papan bertuliskan nama 'Siti' dengan pandangan tertunduk. Satu per satu orang-orang mulai pergi.
Ivenna menatap miris seseorang yang duduk di samping gundukan yang ukurannya lebih kecil dari gundukan di sebelahnya. Perlahan ia turun menyentuh bahu sosok itu.
“Nus, pulang, yuk.”
Anas hanya diam dengan pandangan kosong. Hari ini ia benar-benar diuji oleh sang kuasa. Dua orang yang ia cinta pergi di waktu yang bersamaan. Adik dan ibu Anas meninggal dunia akibat kecelakaan saat hendak pulang dari Taman Kanak-kanak—tempat Ami bersekolah.
“Selain papa, hanya lo yang gue punya. Tolong, jangan tinggalin gue.” Anas menyenderkan kepalanya pada pangkal paha gadis di sampingnya.
Ivenna ambigu, dia tidak mungkin meninggalkan Anas sendiri, tapi di sisi lain ada Govintara yang mana adalah cintanya. Ia menghembuskan napas panjang. Lantas mengaguk mantap. Sahabatnya sedang terpuruk, sangat jahat jika ia pergi hanya karena cinta semata.
Tangannya perlahan bergerak merengkuh pundak Anas. “Gue akan selalu ada di samping lo.”
Govintara yang berdiri tidak jauh darinya menghembuskan napas panjang. Lantas melangkah pergi.
Ini adalah akhir dari kisah cinta Ivenna dan Govintara. Dari judul pun mereka tidak ditakdirkan untuk bersama. Menottes yang berarti borgol.
“Biarlah borgol ini tetap berada di tanganku, aku pasti akan merasakan sakitnya. Tapi, dengan begini rasaku akan tetap ada untukmu.”
~Ivenna.“Dan aku akan tetap menyimpan kunci ini bersamaku. Hanya aku yang bisa membukanya, dan itu pun jika kau yang meminta.”
~Govintara.Cinta bukan sekedar memiliki satu sama lain tapi juga sebagai penguji. Sampai mana batas 'tak peduli menguasai diri akan sesuatu yang sulit untuk dilepas. Atau, sampai mana batas rasa cinta walau begitu banyaknya kata 'tak mungkin untuk bersama.
Hari ini, dua hati terluka hanya demi melindungi satu hati. Cinta yang baru saja tumbuh, terpaksa dikubur agar hilang bahkan mati.
Semua orang memiliki kisah cinta yang berbeda. Entah itu yang berujung bersama lalu bahagia, ataupun yang memilih memendam lalu tersiksa bersama waktu.
Di sini tiga hati sama-sama tersakiti. Ivenna juga Govintara yang terpaksa berpisah secara raga, tepi hati saling menjaga. Pun Anas, yang nantinya mendapat cinta palsu dari orang yang ia cinta.
💫💫💫
Akhirnya cerita ini tamat juga😅
Sengaja dibikin dikit, karena mepet deadline:vUntuk Epilog dan Extra Part akan segera menyusul. Jadi jangan tinggalin lapak ini yaw!🤗
Salam hangat dari penulis labil❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Menottes [END]
Teen FictionBiarkan terikat agar tak hilang, atau lepas agar luka tak berbekas?~Govintara -- Kamu adalah kunci, dan aku ibarat borgol yang tak bisa dibobol. Ini bukan karena aku melakukan kesalahan, tapi karena akulah yang memborgol diri dengan kunci sengaja ku...