Bukankah orang yang sering tertawa dan mempermalukan diri adalah orang yang kesepian?
Mereka seolah menghibur diri dengan membuat orang lain bahagia. Walaupun dengan membuat dirinya terluka.~Diko
***
Matahari menyembul dari arah barat. Mengubah cahaya remang dan menggantinya dengan terang. Pukul 07.00 lapangan sekolah sudah penuh dengan siswa-siswi. Berbaris rapi guna mengikuti upacara rutin setiap senin. Pagi yang cerah seolah mendukung jalannya acara. Keringat mengucur tiada henti, kaki seolah ingin copot karena 'tak kuasa menahan beban diri, pun panasnya matahari yang seolah ikut masuk ke dalam hati.
Anas meraih botol minum di alat pendingin yang ada di koperasi. Ia memikirkan Ivenna yang hanya diam saat upacara berlangsung.
"Seger," ujar Ivenna setelah membasahi kerongkongannya dengan air dingin.
Setelah membayarnya, Anas menengguk air sampai habis setengah. "Dingin ampe ke tulang."
"Matahari bener-bener mau bakar makhluk bumi tahu nggak, " ujar Ivenna kembali minum.
Anas dan Ivenna berjalan beriringan. Mereka sama-sama diam dengan pikiran masing-masing. Kejadian kemarin membuat Ivenna berbeda. Mungkin, karena itu juga Ivenna menjadi diam. Padahal, setiap jalannya upacara dia adalah siswa yang tidak bisa diam menjahili teman di dekatnya. Entah itu memainkan rambut, mencubit, ataupun menginjak kaki.
***
"Diko, apaan, sih. Jangan deket-deket, deh!" Seorang siswi berteriak marah kala Diko terus menggodanya.
"Win, gue emang jelek. Banyak orang bilang, kulit gue sama kaya kulit kebo. Tapi, satu yang harus lo tahu, gue gak mungkin mendua, bro!" papar Diko begitu percaya diri.
"Pepet teros, Ko! Kubur harga diri dalem-dalem!"
"Inget muka Ko! Inget! Malu gue sebagai cowok liat tingkah lo kaya gitu."
"Gimana mau mendua, satu aja ditolak teros!"
"Tarek ses!"
Siswa saling menyahut menanggapi ucapan Diko. Cowok itu tidak pernah kapok menggoda para cewek.
"Menarik." Govintara yang sedari tadi diam mendengarkan ikut menanggapi. "Dia emang hobi mempermalukan diri?"
"Kalo menurut yang gue lihat. Orang yang memiliki kekurangan, juga rasa sepi, akan melakukan hal itu."
Govintara mengerutkan dahi. Ia belum menangkap maksud dari ucapan Anas.
"Menghibur diri dengan menjadikan diri sebagai tontonan," jelas Anas. "Coba lo lihat ekspresinya."
Govintara melihat Diko yang tertawa lepas walau terus ditolak dan dihina. Kebahagiaannya benar-benar terpancar di sana. Apa seperti itu, cara orang yang tersakiti untuk bahagia?
Anas melihat Ivenna yang hanya diam di bangkunya. "Lo nanti ada acara gak?"
Govintara sedikit berpikir. "Gak ada."
"Sip, entar ikut gue!"
***
"Lo mau ngajak gue ke mana, sih? Udah dibilang gak mau juga, maksa!" Ivenna mengomel di jok belakang motor Anas.
"Udah nurut aja. Sekali-kali jadi anak yang berbakti." Ivenna memutar bola matanya malas.
"Balapan, yok!" Govintara datang bersama motor besarnya.
"Jangan remehin bebek gue!" Anas menepuk kepala motornya. "Ayok!"
Motor Govintara melaju dengan cepat membelah jalan kota Bandar Lampung. Sedangkan motor Anas seolah jalan di tempat. Ivenna tertawa terpingkal-pingkal di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menottes [END]
Teen FictionBiarkan terikat agar tak hilang, atau lepas agar luka tak berbekas?~Govintara -- Kamu adalah kunci, dan aku ibarat borgol yang tak bisa dibobol. Ini bukan karena aku melakukan kesalahan, tapi karena akulah yang memborgol diri dengan kunci sengaja ku...